TUGAS PENGANTAR STUDI ISLAM
Sunday, 9 September 2018
TUGAS EVALUASI
PERTEMUAN KE 12
PENGANTAR STUDI ISLAM
Soal :
1.
Jelaskan pandangan Islam
tentang pluralisme?
Jawab:
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris
yaitu pluralism yang berarti jamak. Pluralisme dicirikan oleh keyakinan bahwa
realitas fundamental bersifat jamak.[1]
Dalam fatwanya, MUI mendefinisikan pluralisme agama sebagai suatu paham yang
mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama
adalah relatif, oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim
hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.
Islam yang benar adalah agama yang tidak
menutup diri, mengajak kepada keterbukaan, menganut prinsip kebebasan dengan
penuh toleransi. Dengan kata lain, islam tegasnya kaum muslimin berkewajiban
untuk mempertahankan tradisi pluralisme, toleransi, dan kebebasan dalam
beragama. Karena keselamatan bukan monopoli
suatu golongan tertentu, keselamatan bagi setiap yang taqwa. Tradisi
pluralisme adalah tradisi qur’ani, tradisi sunnah nabi Muhammad SAW sehingga
wajib hukumnya untuk dikontekstualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.[2]
Begitu juga dalam kehidupan kewarganegaraan.
Menurut Hasan at-Turabi, pluralisme dalam
pandangan islam bersumber dari prinsip amr bi al-ma’ruf nahy an al-munkar atau
memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran. Dilihat dari perspektif
pluralisme internal masyarakat muslim, kehadiran mazhab-mazhab dipandang
sebagai salah satu bentuk pluralisme yang positif.
Wacana pluralisme dan dialog merupakan
wacana emansipatoris dan liberatif.[3]
Islam tidak hanya menerima pluralisme (agama) tetapi juga menganggapnya sebagai
sentral dalam sistem kepercayaan Islam. Hubungan islam dan pluralisme terletak
pada semangat humanitas dan universalitas islam.
Penghayatan pluralisme agama merupakan
pandangan bahwa siapapun yang beriman adalah sama dihadapan Allah SWT.[4]
Al-Qur’an memiliki respon juga terhadap pluralitas agama, diantaranya:
a.
Penolakan al-Qur’an terhadap eksklusivisme dan klaim
kebenaran.
b.
Ajakan untuk senantiasa mencari titik temu.
c.
Pengakuan yang sama terhadap para nabi dan jaminan
keselamatan.
d.
Reinterpretasi terhadap teks eksklusif.
Soal:
2.Jelaskan pandangan Islam tentang liberalisme
Jawab:
Liberalisme mempunyai akar kata liberal
berasal dari bahasa inggris, liberal yang berarti bebas, liberal tidak
berpolitik. Selanjutnya dikalangan para penulis banyak yang menggunakan islam
liberal dengan beberapa pengertian yang amat beragam. Makna islam liberal
tampaknya bergeser dari makna sesungguhnya.[5]
Bagi mazhab liberal, yang paling penting
adalah perlunya tradisi kritis dan dekonstruksiatas pemahaman alam yang telah
beratus-ratus tahun berkembang. Mazhab liberal memahami islam bukan sebagai
barang sekali jadi, tetapi harus dilihat konteks sosial historisnya.
Islam liberal bukanlah islam yang
membebaskan kepada penganutnya untuk berbuat sesuka hati menafikan ajaran
islam, islam liberal hanya memberikan kembali terhadap pemikiran, paham,
pendapat, gagasan, pranata yang dihasilkan masa lalu untuk dikontekstualkan dan
dirubah sesuai dengan tuntutan zaman.[6]
Kajian “Islam Liberal” pada dasarnya
berusaha memposisikan islam sebagai agama yang liberal karena seharusnya agama
(islam) adalah rahmat bagi seluruh alam. Ulil AbsharAbdalla menggawangi buku
pemikiran ini dengan membentuk gagasanya dengan konteks ke-Indonesia-an,
mencoba menciptakan atmosfir islam yang liberal, adil dan toleran.[7]
Bagi muslim tradisional, bahasa al-Qur’an
merupakan landasan bagi pengetahuan mutlak tentang dunia. Bagi muslim liberal,
bahasa al-Qur’an sederajat dengan hakekat wahyu, namun isi dan makna pewahyuan
pada dasarnya tidak bersifat harfiah-verbal.
Wacana rasional agama islam bertujuan
menyeleraskan antara amalan dengan norma wahyu, sejarah, nalar, atau
penafsiran, sedangkan wacana rasional dalam pemikiran liberal selalu mengarah
kepada kesepakatan yang berlandaskan kemauwan baik.
Soal:
Jelaskan pandangan Islam
tentang multikulturalisme?
Jawab:
Multikulturalisme adalah istilah yang
digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan dunia,
ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya
keragaman, dan berbagai macam budaya yang ada dalam kehidupan masyarakat
menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka
anut.[8]
Multikultularisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya
dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu.
Bikhu Parekh membedakan 5 macam
multikulturalisme, yaitu:[9]
a)
Multikulturalisme isolasionis
b)
Multikulturalisme akomodatif
c)
Multikulturalisme otonomis
d)
Multikulturalisme kritikal atau interaktif
e)
Multikulturalisme kosmopolitan.
Multikulturalisme menghadapi tantangan dan ancaman yang
beragam. Jika ditingkat negara-bangsa atau nasional, multikulturalisme
diperlukan untuk mengelola identitas etnik dan kultural yang beragam tersebut,
maka ditingkat global kecenderungan sebaliknya justru sedang terjadi ancaman
monokulturalitas. Globalisasi menghasilkan kecenderungan monokulturalisme yang
terutama didorong oleh proses-proses dan praktik-praktik material rasional yang
dibawa oleh ekonomi pasar global dan imigrasi penduduk.
Secara normatif, teologis, dan historis, islam telah
menunjukkan relevansinya dengan multikulturalisme, dan juga mengedepankan
nilai-nilai universal. Dalam masyarakat muslim Indonesia terdapat kemajemukan
dan keragaman. Hal ini disebabkan oleh pandangan hidup mereka dan ideologi
mereka. Namun yang jelas, multikulturalisme ini mulai mendapat tempatnya
dikalangan muslim muhmmadiyah, meskipun tidak semua kadernya. Islam tidak hanya
menyatukan masyarakat muslim secara khusus, namun juga masyarakt indonesia
secara umum melalui nilau-nilai yang dikandungnya baik eksplisit maupun
implisit, serta memberikan basis ikatan solidaritas sosial keagamaan yang cukup
kuat. Jadi pada dasarnya, islam dengan segala aspeknya, baik historis,
ideologis, normatif-teologis dan lainya, terdapat relasi dan relevansi dengan
gagasan multikulturalisme.
[1] Loren Bagus, Kamus
Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2000, hlm. 853.
[2]Ibid., hlm. 41.
[3] Th. Sumartana, Pluralisme,
Konflik dan Dialog: Refleksi tentang Hubungan Antar agama di Indonesia, dalam
Pluralisme, Konflik, dan Pendidikan Agama di Indonesia, Yogyakarta:
Institut DIAN/Interfidei kerjasama Pustaka Pelajar, 2005, hlm.84.
[4] Budu Munawar Rahman (ed.), Kontekstualisasi
Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1994: 194.
[5] Harun Nasution, Ensiklopedia
Islam Indonesia, Jakarta: Percetakan Saptodadi, 1992.
[6] Lukman S. Thahir, Gagasan
Islam Liberal Muhammad Iqbal, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2002.
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/multikulturalisme.
[9] Bikhu Parekh, Rethinking Multiculturalism, Cultural Diversity
and Political Theory, Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press,
2002, 183-185.