Contoh Proposal Penilitian Kualitatif PENDIDIKAN BAHASA ARAB
Wednesday, 12 September 2018
PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF
ANALISIS EKSPERIMENTASI METODE SOSIODRAMA
DAN METODE MUNADZARAH ILMIAH TERHADAP UPAYA PENGEMBANGAN MAHAROTUL KALAM DI PBA
SEMESTER V
IAIN JEMBER
Oleh :
Ana Fitriyana
NIM. T20152077
Dosen
Pembimbing
Dr. H. Ubaidillah, M.Ag.
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
2017-2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................i
A.
Judul Penelitian...................................................................................... 1
B.
Latar
Belakang ...................................................................................... 1
C.
Fokus Penelitian
.................................................................................... 2
D.
Tujuan
.................................................................................................... 2
E.
Manfaat Penelitian................................................................................. 3
F.
Definisi Istilah......................................................................................... 3
G.
Kajian Pustaka....................................................................................... 6
H.
Kajian Terdahulu.................................................................................. 6
I.
Kajian Teori........................................................................................... 7
J.
Metode Penelitian................................................................................... 23
K.
Pendekatan dan Jenis Penelitian.......................................................... 23
L.
Lokasi Penelitian.................................................................................... 24
M.
Subyek Penelitian................................................................................... 24
N.
Teknik Pengumpulan Data................................................................... 25
O.
Analisis Data........................................................................................... 26
P.
Keabsahan Data..................................................................................... 27
Q.
Tahapan-Tahapan Penelitian............................................................... 28
R.
Sistematika Pembahasan....................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
|
A.
Judul Penelitian
Analisis eksperimentasi metode sosiodrama dan metode munadzarah ilmiah
terhadap upaya pengembangan maharotul kalam di PBA semester V IAIN JEMBER
B.
Latar Belakang Masalah
Telah jamak kita mafhum Negara Indonesia
adalah Negara yang kaya dengan banyak culture, kebudayaan dan bahasanya. Suku
yang berbeda cendrung pula akan melahirkan bahasa yang berbeda pula. Indonesia
punya beragam jenis bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan dan
tujuan dari masing-masing kelompok, hal ini sama halnya dengan apa yang telah
di sampaikan oleh Ibnu Jiny bahwa bahasa adalah العلم
يبحث فيها كل قوم عن اغراضهم او اهدافهم.[1] Dan kesukaran setiap bahasa tergantung dengan
anggapan dari setiap individu tertentu. Pelajaran bahasa arab dia anaggap
pelajaran yang sukar dansulitdan di anggap momok yang sangat menakutkan oleh
siswa. untuk mengatasi hal tersebut maka sangat diperlukan terobosan baru dalam
proses pembelajaran bahasa, Sehingga siswa lebih mudah untuk mengerti dan
tertarik untuk belajar dan memahami materi yang disampaikan. Dan merasa senang
dalam belajar bahasa arab. Sehingga seorang guru di tuntut untuk mengetahui dan
mampu mengaplikasikan berbagai macam
metode dan strategi dalam pembelajarannya. Metode merupakan bagian komponen
pengajaran yang menduduki posisi penting, selain tujuan, Guru, peserta didik,
media, lingkungan dan evaluasi.[2]
Salah satu metode yang bisa digunakan adalah metode Sosiodrama karena
sosiodrama merupakan alternative dan menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan. Ataupun menggukan metode Munadzarah/ Debat bahasa arab karena
akan memicu keaktifan semua peserta didik.[3]
Metode pembelajaran merupakan
cara yang digunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
pembelajaran berlangsung. Dalam setiap kegiata belajar mengajar daya serap
seseorang tidaklah sama. Strategi belajar mengajar adalah pola umum perbuatan
guru dan siswa dalam kegiatan mewujudkan kegiatan belajar mengajar. Metode
pembelajaran merupakan salah satu straregi oembelajaran yang dapat dilakukan
oleh guru untuk menghadapi masalah tersebut sehingga pencapaian tujuan
pengajaran dapat tercapai dengan baik. Dengan menggunakan metode yang efektif
dan efisien, guru akan mampu mencapai tujuan pengajaran.[4]
Secara sederhana, metode
pengajaran bahasa arab di bagi menjadi dua macam yaitu: Pertama, metode
tradisional/klasikal, dan kedua, metode modern. Metode bahasa arab tradisional
adalah metode bahasa arab yang terfokus pada bahasa sebagai budaya ilmu
sehingga belajar bahasa arab berarti secara mendalam tentang seluk beluk ilmu
bahasa Arab,baik aspek gramatika atau sintakis (Qowaid Nahwu), Morfem atau
morfologi (Ilmu Shorrof), Ataupun sastra
(Adab). Metode yang banyak dilakukan atau yang berkembang dan masyhur
dikalangan banyak perguruan tinggi dan pesantren biasanya menggunakan metode SosioDrama
dan Mashrohiyyah dalam mengembangkan maharoh kalam, sebab, dua metode
tersebut di anggap adalah cara yang
paling efektif untuk mengembangkan maharotul kalam.[5]
Dan dua metode tersebut lebih memancing siswa untuk lebih aktif didalam
forum sehingga forum dan suasana pembelajaran lebih aktif dan menyenangkan.[6]
Dengan berpijak pada uraian latar belakang di atas, maka perlu
kiranya diadakan suatu penelitian. Dalam hal ini, penulis ingin mengangkat
topik yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi, yaitu: “Analisis Eksperimentasi metode sosiodrama dan metode munadzarah
ilmiah terhadap upaya pengembangan maharotul kalam di PBA semester V IAIN
JEMBER”.
C.
Fokus Penelitian
1. Adakah perbedaan yang signifikan pada peningkatan
maharotul kalam antara metode sosiodrama dan metode munadzarah ilmiah terhadap
upaya pengembangan maharotul kalam di PBA Semester V IAIN Jember?
2.
Bagaimana kekurangan dan kelebihan metode sosiodrama dan metode munadzarah ilmiah
terhadap upaya pengembangan maharotul kalam di PBA Semester V IAIN Jember ?
D.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan perbedaan yang
signifikan pada peningkatan maharotul kalam antara metode sosiodrama dan metode
munadzarah ilmiah terhadap upaya pengembangan maharotul kalam di PBA Semester V
IAIN Jember?
2.
Untuk mendeskripsikan kekurangan dan kelebihan metode sosiodrama dan metode munadzarah ilmiah
terhadap upaya pengembangan maharotul kalam di PBA Semester V IAIN Jember
E.
Manfaat Penelitian
Secara praktis, proses penelitian
diharapkan memberi manfaat kepada peneliti secara pribadi, dan orang lain secara umum. Dengan berbagai alasan apa saja, yang jelas setiap penelitian harus
mempunyai tujuan dan manfaat tersendiri, di antara manfaat penelitian ini
adalah:
1. Dari hasil penelitian ini diharapkan untuk
memberikan manfaat/ sumbangan pemikiran bagi khosanah keilmuan dalam upaya
meningkatkan potensi Bahasa Arab.
2. Di harapkan bagi guru bahasa arab hasil
penelitian ini setidaknya dijadikan pertimbangan dalam pemilihan metode
pengajaran sebagai upaya untuk menjadikan pembelajaran .yang efektif dan
menyenangkan
3. Untuk menambahkan wawasan dan pengalaman
bagi sang penulis sebelum terjun langsung sebagai guru Bahasa Arab , Khususnya
dengan penggunaan metode Sosiodrama dan Munadzaroh Ilmiyah dalam meningkatkan
keterampilan berbicara Bahasa Arab.
F.
Definisi Istilah
a.
Eksperimentasi
Eksperimen/ek.Spe.ri.men /éksperimén/ n percobaan
yang bersistem dan berencana (untuk membuktikan kebenaran suatu teori dan
sebagainya)
b. Metode Sosiodrama
Sosiodrama
adalah metode pembelajaran bermain peran untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan
yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja,
narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama
digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah
sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.
Berdasarkan
beberapa defenisi tersebut dapat ditarik benang merah bahwa metode pembelajaran
sosiodrama adalah model pembelajaran bermain peran dengan mendramatisasi
kehidupan nyata atau konflik yang belum terselesaikan dan sistem sosial yang
membentuk kita secara individu dan kolektif.
c.
Metode Munadzarah Ilmiah
Menurut Hendrikus, debat pada hakikatnya merupakan saling adu
argumentasi antarpribadi atau antarkelompok manusia, dengan tujuan mencapai
kemenangan untuk suatu pihak. Ketika berdebat setiap pribadi atau kelompok
mencobauntuk saling menjatuhkan agar pihaknya berada pada posisi yang benar.
Langkah-langkah
Pembelajaran Debat :
1.
Guru membagi dua kelompok peserta
debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
2.
Guru memberikan tugas untuk membaca
materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
3.
Setelah selesai membaca materi
guru mrnunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara, saat itu
ditanggapi atau dibantah oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai
sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya
4.
Sementara siswa menympaikan
gagasannya, guru menulis inti/ide-ide darisetiap pembicaraan dipapan tulis.
Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
5.
Guru menambahkan konsep atau ide
yang belum terungkap
6.
Dari data-data yang ada di papan
tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan atau rangkuman yang mengacu
pada topik yang ingin dicapai.[7]
d.
Maharatul Kalam
Ketrampilan Berbicara (Maharotul
Kalam) Bahasa Arab - Kemahiran berbicara merupakan salah satu jenis
kemampuan berbahasa yang ingin dicapai dalam pengajaran bahasa modern termasuk
bahasa Arab. Berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian
dan komunikasi timbal balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Kegiatan berbicara di dalam kelas
bahasa mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan
pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus
terlebih dahulu didasari oleh kemampuan mendengarkan, kemampuan mengucapkan,
dan penguasaan kosa kata serta ungkapan yang memungkinkan anak didik dapat
mengkomunikasikan maksud atau fikirannya.
Faktor
lain yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian anak
didik dan perasaan tidak takut salah. Oleh karena itu, guru hendaknya
memberikan dorongan kepada anak didik agar berani berbicara kendatipun dengan
resiko salah.
G.
Kajian Kepustakaan
1.
Kajian Terdahulu
Yang Kajian pustaka berfungsi untuk
mengemukakan hasil-hasil penelitian dan setelah penulis melakukan telaah
tentang penelitian yang berkenaan dengan
masalah yang diangkat Dalam penelitian ini. Sepengetahuan penulis Skripsi
yang membahas tentang tema yang sama persis masih belum ada namun jika yang
mempunyai kemiripan dengan hasil penelitian kualitatif yang ditulis oleh penulis adalah :
a. Skripsi yang ditulis oleh himmatul ulya yang
berjudul “Pengaruh Sosiodrama Terhadap2kecerdasan Emosi anak usia pra
sekolah di TK ABA priwulung depok selema”.[8]
Penulis menganalisis pengeruh sosiodrama terhadap kecerdasan emosi anak pra
usia sekolah untuk meningkatkan kecerdasan emosi Anak. Hasil penelitian yang
tekah dilakukan menyatakan bahwa sosiodrama memberikan kontribusi yang berarti
bagi kecerdasan emosi Anak.
Perbedaannya penulis pada karya tersebut menggunakan metode kuantitatif,
dan persamaannya sama membahas tentang sosiodrama.
b. Skripsi yang ditulis oleh Devy lutfiana
yang berjudul “Metode bermain peran dalam pembelajaran pendidikan agama
islam di TKIT Al-Hidayah centong purworejo Sanan Kulon Blitar”.[9]
Dalam skripsi ini penulis mendeskripsikan penerapan metode bermain peran dalam
pendidikan agama islam di TKIT Al-Hidayah centong purworejo Sanan Kulon Blitar.
Sehingga pelajar dapat belajar pendidikan agama islam sejak dini dengan
perasaan yang sangat menyenangkan. Hasil yang dicapai adalah penerapan metode
bermain peran yang didasartkan pada pengembangan kognitif, Emosi, Sosial,
Moral, dan perkembangan Siswa.
c. Skripsi yang Ditulis Swardi yang berjudul “
Eksprementasi Role play pada pembelajaran muhadasah di lembaga madrasah
Dirasah Islamiyah Dan Arab (Madina) Mlati Sleman jogyakarta.[10]
Skripsi ini membahas tentang percobaan muhadasah dengan menggunakan method Rule
Play yang di bandingkan dengan pengajaran yang ada disekolah tersebut. Adapun
penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya.
Dalam penelitian ini
peneliti akan membahas tentang Analisis eksperimentasi
metode sosiodrama dan metode munadzarah ilmiyah terhadap upaya pengenbangan
maharotul kalam PBA IAIN JEMBER. peneliti dalam hal ini lebih menfokuskan pada
pengembangan maharatul kalam dengan menggunakan metode Sosiodrama dan
munadzarah Ilmiah Serta kekurangan dan kelebihan dari Metode Sosiodrama dan
metode Munadzarah Ilmiah.
2. Kajian Teori
Kajian Teori merupakan Pisau analisis yang
akan digunakan peneliti sebagai pemendu kegiatan penelitian.[11]
Berikut ini teori-teori yang berkenaan dengan persoalan pembahasan proposal ini
:
a.
Metode Sosiodrama
Metode Sosoidrama pada dasarnya
mendramatisasaikan tingkah laku dalam hubungan dengan masalah sosial.[12] Sosiodrama
digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah sosialserta
mengembangkan kemampuan Siswa untuk memecahkannya[13]. Bahasa
Arba merupakan pelajaran mengenai bahasa yang
mana didalam praktiknya tidak terlepas dari percakapan, metode
sosiodrama, diterapkan bertujuan agar siswa lebih Mampu mengembangkan
keterampilan berbahasa, disamping membantu untuk lebih memahami isi ataupun
materi pelajaran. Dengan metode ini, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan
belajar, sebab siswa tidak hanya mendenganrkan uraian guru tetapi juga
melakukan aktivitas lain seperti memahami, membuat dan menulis naskah drama,
melakukan demonstrasi serta kegiatan lainnya dalam berbahasa arab sehingga
siswa tidak merasa jenuh.
Dalam praktiknya, metode sosiodrama sering
digunakan dalam pembelajaran yang banyak berkaitan dengan sosial, khususnya
mata pelajaran bahasa arab, bahasa Indonesia. Metodesosiodrama tidak hanya
digunakan dalam pembelajaran dikelas saja akan tetapi dapat menghasilkan suatu
karya berupanaskah drama berbahasa arab dan dapat dipertunjukkan melalui teater
yang mana dapat mengembangkan kreativitas siswa dalam berkarya dan khususnya
dalam berbahasa Arab.
Hal ini dikarenakan metode sosiodrama dalam
prakteknya secatra tidak langsung mampu mencakup kemahiran-kemahiran yang harus
dicapai dalam suatu pembelajaran bahasa arab dimana dalam metode sosiodrama
siswa harus menulis naskah dimana dalam menulis naskah siswa dilatih dalam
kemahiran menulis (Al-kitabah) menghafal naskah, berlatih membaca teks
dalam kemahiran membaca(Al-qiroah) selanjutnya mendramakan naskah yang
telah ditulisnya, dalam kegiatan demonstrasi ini selain diasah mentalnya para
siswa juga dilatih kemahirannya dalam berbicara (Al-Kalam). Selain itu
ketika mendramakan naskah para siswapun juga dilatih kemahirannya dalam
mendengarkan (Al-Istima’). Dan secara keseluruhan siswa yang menjadi
audience juga dilatih menerjemahkan dan mendengarkan percakapan mereka.
Sehingga siswa lebih aktif dalam
pembelajarannya dan merasa senang dalam bahasa arab karena dalam prakteknya
guru hanya menjadi pengarah dan pembimbing, dan hal ini menjadikan suatu
pembelajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan dengan sebuah pertunjukan
drama karena pembelajaran ini menjadi suatu hal yang menarik.
Pada kenyatapun pada pembelajaran bahasa
arab dikelas yang diperbanyak hanya teori saja dan kurang diperhatikannya untuk
pengembangan kemampuan berbicara bahasa arab sehingga siswa banyak yang kurang
mampu dala kemahiran berbica bahasa arab, dimana bahasa juga digunakan sebagai
bahasa komunikasi dan perlu pembiasaan dalam
mengucapkan kosa kata bahasa arab. Untuk itu banyak siswa merasa bosan
dan jenuh bahkan sebagian siswa ada yang tertidur pulas di kelasketika kegiatan
pembelajaran berlangsung.
Proses Pembelajaran Metode Sosiodrama
Pelaksanaan sosiodrama
dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap
persiapan
Mempersiapkan masalah situasi hubungan sosial yang akan
diperagakan atau pemilihan tema cerita. Pada tahap persiapan ini guru
jugga menjelaskan mengenai peranan-peranan yang dimainkan, bagaimana
pelaksanaan sosio drama dan tatacara pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran
setelahnya. Dalam sebuah kelas tentunya terdapat jumlah anak yang tidak
semuanya bisa melaksanakan sosio drama, jadi selain menjelaskan tatacara pelaksanaan
sosiodrama, guru juga harus menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh siswa
yang menjadi penonton.
2. Penentuan
pelaku atau pemeran
Setelah menentukan tema pelaksanaan sosiodrama selanjutnya guru
mendorong peserta didik untuk melaksanakan bermain peran, kemudian guru
menentukan siapa saja yang menjadi pemain dalam sosiodrama dan yang menjadi
penonton. Guru bertugas menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh pemain secara
sungguh-sungguh, bagaimana pentingnya menjadi pemeran terhadap tema belajar kelas
mereka kali ini.
3. Tahap
permainan sosiodrama
kemudian siswa dipersilakan untuk mendramatisasikan
masalah-masalah yang telah ditentukan sebelumnya selama kurang 4-5 menit
berdasarkan pendapat dan inisiatif mereka sendiri. Abu Ahmadi menambahkan dalam
melaksanakan sosio drama siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan,
menggambarkan, mengungkapkan, suatu sikap yang dipikirkan seandainya ia menjadi
tokoh yang diperankannya ssecara spontan.
4. Diskusi
Permainan dramatisasi dihentikan, kemudian para pemaim
dipersilakan duduk, kemudian dilanjutkan dengan diskusi di bawah pimpinan guru
yang di ikuti oleh semua peserta didik. Diskusi berkissar pada tingkah
laku para pemeran dalam hubungannya dengan tema cerita. Diskusi tersebut berupa
tanggapan, pendapat, dan beberapa kesimpulan.
5. Ulangan
permainan
Permainan
drama yang telah diperankan oleh beberapa anak sebelumnya kemudian diperankan
kembali oleh beberapa siswa yang menjadi penonton setelah di dapat kesimpulan
dari diskusi yang dipimpin oleh guru sebelumnya.[14]
b. Metode
Munadzarah Ilmiah
Debat adalah kegiatan adu argumentasi
antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam
mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak
dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di
negara-negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan
menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui
voting atau keputusan juri[15].
Dan hal tersebut melalui Indonesian Schools Debating
Championship (ISDC) yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional
bekerjasama dengan Association for Critical Thinking (ACT).
Berbagai gaya debat parlementer Dalam
debat kompetitif, sebuah format mengatur hal-hal antara lain:
1. jumlah tim dalam satu debat
2. jumlah pembicara dalam satu tim
3. giliran berbicara
4. lama waktu yang disediakan untuk masing-masing pembicara
5. Tata cara interupsi
6. mosi dan batasan-batasan pendefinisian mosi
7. tugas yang diharapkan dari masing-masing pembicara
8. hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh pembicara
9. jumlah juri dalam satu debat
10. kisaran penilaian
Selain itu, berbagai kompetisi juga
memiliki aturan yang berbeda mengenai:
1. Penentuan
topik debat (mosi) - apakah diberikan jauh hari sebelumnya atau hanya beberapa
saat sebelum debat dimulai (impromptu) Lama waktu persiapan - untuk debat impromptu, waktu
persiapan berkisar antara 15 menit (WUDC) hingga 1 jam (WSDC).
2. Perhitungan
hasil pertandingan-beberapa debat hanya menggunakan victory point (VP) untuk menentukan peringkat, namun ada juga yang
menghitung selisih (margin) nilai yang diraih kedua tim atau jumlah vote juri
(mis. untuk panel beranggotakan 3 juri, sebuah tim bisa menang 3-0 atau 2-1) Sistem kompetisi - sistem gugur biasanya hanya
digunakan dalam babak elimiasi (perdelapan final, perempat final, semifinal dan
final); dalam babak penyisihan, sistem yang biasa digunakan adalah power
matching.
3. Format
debat parlementer sering menggunakan peristilahan yang biasa dipakai di debat
parlemen sebenarnya:
Topik debat disebut mosi (motion). Tim Afirmatif (yang setuju terhadap
mosi) sering disebut juga Pemerintah (Government), tim Negatif (yang menentang
mosi) disebut Oposisi (Opposition) Pembicara pertama dipanggil sebagai
Perdana Menteri (Prime Minister), dan sebagainya Pemimpin/wasit debat (chairperson)
dipanggil Speaker of The House Penonton/juri dipanggil Members of the
House (Sidang Dewan yang Terhormat)
Interupsi disebut Points of Information (POI)
Interupsi disebut Points of Information (POI)
a)
Australian Parliamentary/Australasian
Parliamentary ("Australs")
Gaya debat ini digunakan di Australia, namun pengaruhnya menyebar hingga ke kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan di Asia, sehingga akhirnya disebut sebagai format Australasian Parliamentary. Dalam format ini, dua tim beranggotakan masing-masing tiga orang berhadapan dalam satu debat, satu tim mewakili Pemerintah (Government) dan satu tim mewakili Oposisi (Opposition), dengan urutan sebagai berikut:
Gaya debat ini digunakan di Australia, namun pengaruhnya menyebar hingga ke kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan di Asia, sehingga akhirnya disebut sebagai format Australasian Parliamentary. Dalam format ini, dua tim beranggotakan masing-masing tiga orang berhadapan dalam satu debat, satu tim mewakili Pemerintah (Government) dan satu tim mewakili Oposisi (Opposition), dengan urutan sebagai berikut:
1. Pembicara
pertama pihak Pemerintah – 7 menit
2. Pembicara
pertama pihak Oposisi - 7 menit
3. Pembicara
kedua pihak Pemerintah - 7 menit
4. Pembicara
kedua pihak Oposisi - 7 menit
5. Pembicara
ketiga pihak Pemerintah - 7 menit
6. Pembicara
ketiga pihak Oposisi - 7 menit
7. Pidato
penutup pihak Oposisi - 5 menit
8. Pidato
penutup pihak Pemerintah - 5 menit
Pidato penutup (Reply speech) menjadi ciri dari
format ini. Pidato penutup dibawakan oleh pembicara pertama atau kedua dari
masing-masing tim (tidak boleh pembicara ketiga). Pidato penutup dimulai oleh
Oposisi terlebih dahulu, baru Pemerintah.
Mosi dalam format ini diberikan dalam
bentuk pernyataan yang harus didukung oleh pihak Pemerintah dan ditentang oleh
Pihak Oposisi, contoh: (This House believes that)
Globalization marginalizes the poor. (Sidang Dewan percaya bahwa)
Globalisasi meminggirkan masyarakat miskin. Mosi tersebut dapat didefinisikan oleh
pihak Pemerintah dalam batasan-batasan tertentu dengan tujuan untuk memperjelas
debat yang akan dilakukan. Ada aturan-aturan yang cukup jelas dalam hal apa
yang boleh dilakukan sebagai bagian dari definisi dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Tidak ada interupsi dalam format ini. Juri (adjudicator) dalam format
Australs terdiri atas satu orang atau satu panel berjumlah ganjil.
Dalam panel, setiap juri memberikan
voting-nya tanpa melalui musyawarah. Dengan demikian, keputusan panel dapat
bersifat unanimous ataupun split decision. Di Indonesia, format ini termasuk yang
pertama kali dikenal sehingga cukup populer terutama di kalangan universitas.
Kompetisi debat di Indonesia yang menggunakan format ini adalah Java Overland
Varsities English Debate (JOVED) dan Indonesian Varsity English Debate (IVED).
b). Asian Parliamentary ("Asians")
Format ini merupakan pengembangan dari format
Australs dan digunakan dalam kejuaraan tingkat Asia. Perbedaannya dengan format
Australs adalah adanya interupsi (Points of Information) yang boleh diajukan
antara menit ke-1 dan ke-6 (hanya untuk pidato utama, tidak pada pidato
penutup). Format ini juga mirip dengan World Schools Style yang digunakan di
WSDC. Di Indonesia, format ini digunakan dalam ALSA
English Competition (e-Comp) yang diselenggarakan (hampir) setiap tahun oleh
ALSA LC (Universitas Indonesia).
c). British Parliamentary ("BP")
Gaya debat parlementer ini banyak dipakai di Inggris namun
juga populer di banyak negara, sebab format inilah yang digunakan di kejuaraan
dunia WUDC. Dalam format ini, empat tim beranggotakan masing-masing dua orang
bertarung dalam satu debat, dua tim mewakili Pemerintah (Government) dan dua
lainnya Oposisi Opposition), dengan susunan sebagai berikut: Opening Government: pening Opposition: Prime Minister Leader of the
Opposition Deputy Prime Minister Deputy Leader of
the Opposition Closing Government: Closing Opposition Member of the Government Member of the Opposition Government Whip Opposition Whip Urutan berbicara adalah sebagai berikut:
1. Prime Minister - 7 menit
2. Leader of the Opposition - 7 menit
3. Deputy Prome Minister - 7 menit
4. Deputy Leader of the Opposition - 7 menit
5. Member of the Government - 7 menit
6. Member of the Opposition - 7 menit
7. Government Whip - 7 menit
8. Opposition Whip - 7 menit
Setiap pembicara diberi waktu 7 menit untuk
menyampaikan pidatonya. Di antara menit ke-1 dan ke-6, pembicara dari pihak
lawan dapat mengajukan interupsi (Points of Information). Bila diterima,
pembicara yang mengajukan permintaan interupsi tadi diberikan waktu maksimal 15
detik untuk menyampaikan sebuah pertanyaan yang kemudian harus dijawab oleh
pembicara tadi sebelum melanjutkan pidatonya.
Juri dalam debat BP bisa satu orang atau satu
panel berjumlah ganjil. Di akhir debat, juri menentukan urutan kemenangan dari
peringkat 1 sampai 4 untuk debat tersebut. Dalam panel, keputusan sebisanya
diambil berdasarkan mufakat. Bila mufakat tidak tercapai, Ketua Panel akan membuat
keputusan terakhir. Di Indonesia, format ini digunakan
dalam kompetisi Founder's Trophy yang diselenggarakan oleh Komunitas Debat Bahasa Inggris Universitas
Indonesia setiap tahun.
Format World Schools Format yang digunakan dalam turnamen
World Schools Debating Championship (WSDC) dapat dianggap sebagai kombinasi BP
dan Australs. Setiap debat terdiri atas dua tim, Proposisi dan Oposisi, beranggotakan
masing-masing tiga orang. Urutan pidato adalah sebagai berikut:
1. Pembicara pertama Proposisi - 8 menit
2. Pembicara pertama Oposisi - 8 menit
3. Pembicara kedua Proposisi - 8 menit
4. Pembicara kedua Oposisi - 8 menit
5. Pembicara ketiga Proposisi - 8 menit
6. Pembicara ketiga Oposisi - 8 menit
7. Pidato penutup Oposisi - 4 menit
8. Pidato penutup Proposisi - 4 menit
Pidato penutup (reply speech)
dibawakan oleh pembicara pertama atau kedua masing-masing tim (tidak boleh
pembicara ketiga) dan didahului oleh pihak Oposisi dan ditutup oleh pihak
Proposisi.
Aturan untuk interupsi (Points of Information - POI) mirip dengan format BP. POI hanya dapat diberikan antara menit ke-1 dan ke-7 pidato utama dan tidak ada POI dalam pidato penutup. Di Indonesia, format ini digunakan dalam kejuaraan Indonesian Schools Debating Championship (ISDC). Beberapa SMU di Indonesia yang pernah mengadakan kompetisi debat juga menggunakan format ini.
Aturan untuk interupsi (Points of Information - POI) mirip dengan format BP. POI hanya dapat diberikan antara menit ke-1 dan ke-7 pidato utama dan tidak ada POI dalam pidato penutup. Di Indonesia, format ini digunakan dalam kejuaraan Indonesian Schools Debating Championship (ISDC). Beberapa SMU di Indonesia yang pernah mengadakan kompetisi debat juga menggunakan format ini.
d). American Parliamentary
Debat parlementer di Amerika Serikat
diikuti oleh dua tim untuk setiap debatnya dengan susunan sebagai berikut:
1. Government Prime Minister (PM)
2. Member of the Government (MG)
3. OppositionLeader of the Opposition (LO)
4. Member of the Opposition (MO)
Debat parlementer diadakan oleh beberapa
organisasi berbeda di Amerika Serikat di tingkat pendidikan menengah dan
tinggi. National Parliamentary Debate Association (NPDA), American
Parliamentary Debate Association (APDA), dan National Parliamentary Tournament
of Excellence (NPTE) menyelenggarakan debat parlementer tingkat universitas
dengan susunan pidato sebagai berikut:
1. Prime Minister - 7 menit
2. Leader of the Opposition - 8 menit
3. Member of the Government - 8 min
4. Member of the Opposition - 8 min
5. Leader of the Opposition Rebuttal - 4 min
6. Prime Minister Rebuttal - 5 min
California High School Speech Association (CHSSA) dan National Parliamentary Debate League (NPDL) menyelenggarakan debat parlementer tingkat sekolah menengah dengan susunan pidato sebagai berikut:
1. Prime Minister - 7 menit
2. Leader of the Opposition - 7 menit
3. Member of the Government - 7 menit
4. Member of the Opposition - 7 menit
5. Leader of the Opposition Rebuttal - 5 menit
6. Prime Minister Rebuttal - 5 menit
Dalam semua format tersebut kecuali
CHSSA, interupsi berupa pertanyaan dapat ditanyakan kepada pembicara keempat
pidato pertama, kecuali pada menit pertama dan terakhir pidato. Dalam format
CHSSA, keenam pidato semuanya dapat diinterupsi.
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang menggunakannya.Debat kompetitif selain debat parlementer
Di Indonesia, format debat ini belum populer dan belum ada kompetisi reguler yang menggunakannya.Debat kompetitif selain debat parlementer
e). Debat Proposal
Dalam gaya Debat Proposal (Policy
Debate), dua tim menjadi penganjur dan penentang sebuah rencana yang
berhubungan dengan topik debat yang diberikan. Topik yang diberikan umumnya
mengenai perubahan kebijakan yang diinginkan dari pemerintah. Kedua tim
biasanya memainkan peran Afirmatif (mendukung proposal) dan Negatif (menentang
proposal).
Pada prakteknya, kebanyakan acara
debat tipe ini hanya memiliki satu topik yang sama yang berlaku selama setahun
penuh atau selama jangka waktu lainnya yang sudah
ditetapkan.
Bila dibandingkan dengan debat parlementer, debat proposal lebih mengandalkan pada hasil riset atas fakta-fakta pendukung (evidence). Debat ini juga memiliki persepsi yang lebih luas mengenai argumen. Misalnya, sebuah proposal alternatif (counterplan) yang membuat proposal utama menjadi tidak diperlukan dapat menjadi sebuah argumen dalam debat ini. Walaupun retorika juga penting dan ikut memengaruhi nilai setiap pembicara, pemenang tiap babak umumnya didasari atas siapa yang telah "memenangkan" argumen sesuai dengan fakta pendukung dan logika yang diberikan. Sebagai konsekuensinya, juri kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil keputusan karena semua fakta pendukung harus diperiksa terlebih dahulu.
Bila dibandingkan dengan debat parlementer, debat proposal lebih mengandalkan pada hasil riset atas fakta-fakta pendukung (evidence). Debat ini juga memiliki persepsi yang lebih luas mengenai argumen. Misalnya, sebuah proposal alternatif (counterplan) yang membuat proposal utama menjadi tidak diperlukan dapat menjadi sebuah argumen dalam debat ini. Walaupun retorika juga penting dan ikut memengaruhi nilai setiap pembicara, pemenang tiap babak umumnya didasari atas siapa yang telah "memenangkan" argumen sesuai dengan fakta pendukung dan logika yang diberikan. Sebagai konsekuensinya, juri kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama untuk mengambil keputusan karena semua fakta pendukung harus diperiksa terlebih dahulu.
Di Amerika Serikat, Debat Proposal
adalah tipe debat yang lebih populer dibandingkan debat parlementer. Kegiatan
ini juga telah dicoba dikembangkan di Eropa dan Jepang dan gaya debat ini ikut
memengaruhi bentuk-bentuk debat lain. Di AS, Debat Proposal tingkat SMU
diselenggarakan oleh NFL dan NCFL. Di tingkat universitas, debat ini
diselenggarakan oleh National Debate Tournament (NDT), Cross Examination Debate
Association (CEDA), National Educational Debate Association, dan Great Plains
Forensic Conference.
Debat Proposal terdiri atas dua tim
beranggotakan masing-masing dua orang dalam tiap debatnya. Setiap pembicara
membawakan dua pidato, satu pidato konstruktif (8 atau 9 menit) yang berisi
argumen-argumen baru dan satu pidato sanggahan (4, 5, atau 6 menit) yang tidak
boleh berisi argumen baru namun dapat berisi fakta pendukung baru untuk
membantu sanggahan. Biasanya, sehabis setiap pidato konstruktif, pihak lawan
diberikan kesempatan untuk melakukan pemeriksaan silang (cross-examination)
atas pidato tersebut. Setiap isu yang tidak ditanggapi oleh pihak lawan
dianggap sudah diterima dalam debat. Dewan juri secara seksama mencatat semua
pernyataan yang dibuat dalam suatu babak (sering disebut flow). Di Indonesia, format debat ini belum
populer dan belum ada kompetisi reguler yang menggunakannya.
F). Lincoln-Douglas Debate
Nama gaya debat ini diambil dari
debat-debat terkenal yang pernah dilakukan di Senat Amerika Serikat antara
kedua kandidat Lincoln dan Douglas. Setiap debat gaya ini diikuti oleh dua
pedebat yang bertarung satu sama lain. Argumen dalam debat ini terpusat pada
filosofi dan nilai-nilai abstrak, sehingga sering disebut sebagai debat nilai
(value debate). Debat LD kurang menekankan pada fakta pendukung (evidence) dan
lebih mengutamakan logika dan penjelasan.
Di Indonesia, format debat ini belum
populer dan belum ada kompetisi reguler yang menggunakannya.
1) Kegiatan Lain Yang Serupa
a. Model United Nations
Model United Nations adalah kegiatan yang banyak dilakukan di
tingkat sekolah dan universitas di dunia. Dalam kegiatan ini, peserta memainkan
peran sebagai delegasi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mewakili negara
tertentu (dalam kompetisi internasional, negara yang diwakili umumnya bukan
negara asal sebenarnya dari tim tersebut).
Di Indonesia, kegiatan ini relatif belum berkembang. Namun,
Jakarta International School (JIS), sebuah sekolah internasional di ibukota,
memiliki kegiatan ekstrakurikuler ini.
Moot court Kompetisi Moot court biasa dilakukan
oleh mahasiswa hukum di tingkat universitas.
b. Model Pembelajaran Debate
Debat adalah model pembalajaran dengan
sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca
materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian
presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi
oleh kelompok lainnya begitu seterusnya secara bergantian, guru membimbing
membuat kesimpulan dan menambahkannya bila perlu.
c. Model Pembelajaran Debat Aktif.
Membuat pembelajaran yang menarik dan
sekaligus mengaktifkan siswa banyak sekali caranya. Salah satu cara yang bisa
digunakan adalah dengan model debat aktif. Model pembelajaran debat aktif
merupakan modifikasi dari model-model diskusi terbuka yang terjadi di kalangan
kampus. Bagaimana membawa suasana debat tersebut di pada jenjang pendidikan
yang lebih rendah. Dimana pelaku debat adalah siswa SD yang belum banyak menguasai
konsep atau argumentasi yang kuat untuk mempertahankan pendapatnya?
Model pembelajaran debat aktif tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Model pembelajaran debat aktif tersebut dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Buatlah sebuah pernyataan yang
kontroversi terhadap materi yang telah kita berikan sebelumnya. Misalnya “ayam
sebenarnya juga termasuk binatang carnivora (pemakan daging)”. Bentuk siswa dalam 2 kelompok besar di dalam
kelas. Satu kelompok adalah sebagai kelompok “PRO” atau pendukung pernyataan
tersebut, sementara satu kelompok yang lain adalah sebagai kelompok KONTRA atau
kelompok yang menolak pernyataan tersebut. Silahkan tanyakan kepada kelompok
PRO, mengapa mereka mendukung pernyataan tersebut.
Alasan-alasan apa yang menguatkan
pernyataan tersebut? Sementara untuk kelompok KONTRA harus
mempertahankan pendapatnya tersebut juga disertai dengan argumentasi-argumentasi yang masuk
akal. Atur lalu-lintas debat agar tidak terjadi “Debat
kusir”.
2). Langkah Langkah Model Pembelajaran
Debat
a. Guru membagi dua kelompok peserta
debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
b. Guru memberikan tugas untuk membaca
materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
c. Setelah selesai membaca materi guru
mrnunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara, saat itu ditanggapi
atau dibantah oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar
siswa bisa mengemukakan pendapatnya
d. Sementara siswa menympaikan
gagasannya, guru menulis inti/ide-ide darisetiap pembicaraan dipapan tulis. Sampai
sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
e. Guru menambahkan konsep atau ide
yang belum terungkap
f. Dari data-data yang ada di papan
tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan atau rangkuman yang mengacu
pada topik yang ingin dicapai.
3). Kelebihan Model Pembelajaran Debat
1. Memantapkan pemahaman konsep siswa
terhadap materi pelajaran yang telah diberikan.
2. Melatih siswa untuk bersikap kritis
terhadap semua teori yang telah diberikan.
3.Melatih siswa untuk berani
mengemukakan pendapat.
4). Kekurangan Model Pembelajaran Debat
1. Ketika menyampaikan pendapat saling
berebut
2. Saling adu argument yang tak
kunjung selesai bila guru tidak menengahi
3. Siswa yang pandai berargumen akan
slalu aktif tapi yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif
c. Maharotul
kalam
1. Definisi
kalam
Yang
dimaksud dengan kalam adalah pengucapan
bunyi berbahasa Arab dengan baik dan benar sesuai dengan bunyi-bunyi yang
berasal dari makhraj yang dikenal oleh para linguistic.[16]
2. Tujuan
pembelajaran maharotul kalam
Tujuan dari pembelajaran
Kalam adalah sarana berintraksi dengan
orang lain dan memahami apa yang diinginkan penutur. Pembelajaran ini dimulai
setelah siswa-siswa memahami dan mengetahui huruf-huruf bahasa Arab, mengetahui perbedaan antara
bunyi satu huruf dengan huruf lainnya
yang berbeda[17].
3. Prinsip-prinsip
pengajaran maharotul kalam
Agar pembelajar kalam
yang baik bagi non arab, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Hendaknya guru memiliki kemampuan yang
tinggi tentang keterampilan ini.
2) Memulai denga suara-suara yang serupa
antara dua bahasa(bahasa pembelajar dan bahasa arab).
3) Hendaknya pengarang dan pengajar
memperhatikan tahapan dalam pengajaran kalam, seperti dengan lafadz-lafadz
mudah yang terdiri dari satu kalimat, dua kalimat, dan seterusnya.
4) Memulainya dengan kosakata yang mudah.
5) Menfokuskan pada bagian keterampilan bagi
keterampilan berbicara, yaitu :
a) Cara mengucapkan bunyi dari makhrajnya
dengan baik dan benar.
b) Membedakan pengucapan harokat panjang dan
pendek
c) Mengungkapkan ide-ide dengan cara yang
benar denag memperhatikan kaidah tata bahasa yang ada.
d) Melatih siswa bagaimana cara memulai dan
mengakhiri pembicaraan dengan baik dan benar.
6) Memperbanyak latihan-latihan, seperti
latihan membedakan pengucapan bunyi, latihan mengungkapkan ide-ide, dan
sebagainya[18].
4. Tahapan
pembelajaran kalam
Tahapan –tahapan pembelajaran keterampilan berbicara ini dibagi menjadi
tiga tingkatan, yaitu tahapan pada tingkat pemula, tingkat menengah dan tingkat
lanjut. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Bagi tingkat mubtadi’ (pemula)
a) Siswa diminta untuk belajar mengucapkan
kata, menyusun kalimat dan mengungkapkan pikiran mereka secara sederhana.
b) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab oleh siswa sehingga berakhir membentuk sebuah tema yang sempurna.
d) Guru menyuruh siswa menjawab
latihan-latihan syafahiyah dengan melafalkan percakapan, atau menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan isi teks yang telah siswa baca.
2) Bagi tingkat mutawasit (menengah)
a) Belajar berbicara dengan bermain peran.
b) Berdiskusi dengan tema tertentu.
c) Berbicara tentang peristiwa yang terjadi
pada siswa.
d) Bercerita tentang informasi yang telah
didengar dari televise, radio, atau lainnya.
3) Bagi tingkat mutaqoddim (tingkat
atas)
a) Guru memilihkan tema untuk berlatih
berbicara.
b) Tema yang dipilih hendaknya menarik, yang
berhubungan dengan kehidupan siswa sehari-hari.
c) Tema harus jelas dan terbatas.
d) Siswa dipersilahkan untuk memilih satu tema
atau lebih sampai akhirnya siswa bebas memilih tema yang dibicarakan tentang
apa yang mereka ketahui.[20]
Didalam proses pembelajaran keterampilan berbicara,
seorang pengajar juga harus melakukan pembetulan secara langsung pada aspek
kesalahan siswa, serta ada aspek penilaian diakhir pertemuan tersebut.
1. Pembetulan aspek berbicara
Dalam berbagai latihan
berbicara, terutama percakapan, bercerita, diskusi dan seterusnya, pengajar
seringkali menemukan kesalahan dan kekurangan siswa, baik pada aspek kebahasaan
maupun non-kebahasaan. Guru seringkali merasa risih dan tidak sabar untuk
segera membetulkannya. Hal ini bisa difahami karena boleh jadi pengajar merasa
berkewajiban untuk tidak membiarkan siswa berkelanjutan dalam kesalahan.[21]
2. Aspek penilaian
Adapun aspek-aspek yang
dinilai pada akhir pertemuan dalam kegiatan berbicara, sebagaimana disarankan
oleh para ahli adalah sebagai berikut:
a. Aspek kebahasaan
1) Pengucapan (makhraj)
2) Ketepatan bacaan (mad, syiddah)
3) Penempatan tekanan (intonasi)
4) Nada dan irama
5) Pilihan kata
6) Pilihan ungkapan
7) Susunan kalimat
8) Variasi
b. Aspek non-kebahasaan
1) Kelancaran
2) Penguasaan topik
3) Keterampilan
4) Penalaran
5) Keberanian
6) Kelincahan
7) Sistematika pembicaraan
8) Kerjasama
Skala penilaian ini dapat
dipergunakan untuk penilaian individual maupun kelompok. Tidak semua item
penilaian harus diisi sekaligus. Guru dapat menyederhanakan daftar item
tersebut atau menentukan item mana yang hendak dinilai dalam suatu kegiatan.[22]
H. Metode
Penelitian
Metode penelitian diartikan sebagai cara pengumpulan dan analisis
data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Metode ini bermak na
sebagai strategi-strategi yang dilakukan oleh para peneliti untuk mengumpulkan
dan menganalisis data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitiannya.[23]
Kemudian dalam penelitian ini digunaklan beberapa teknik atau metode penelitian
yang meliputi:
1. Pendekatan
dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
pendekatan penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
ini sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan datadeskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
[24]
Sependapat dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara funda mental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya
dan dalam peristilahannya.[25]
Sedangkan jenis penelitian ini menggunakan paradigma
kualitatif-fenomenologis, artinya penelitian ini menggunakan data informasi
dari berbagai teori yang diperoleh dari kepustakaan dan kemudian dilakukan uji
ketermaknaan empiris di lokasi penelitian . Dan di mana peneliti dalam
pandangan fenomenologisnya berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya
dengan orang-orang biasa dalam situasi tertentu.[26]
2. Lokasi
Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, lokasi merupakan salah satu instrumen
yang cukup urgen sifatnya. Adapun lokasi penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah
betempat di Institute Agama Islam Negeri (IAIN) JEMBER prodi Pendidikan Bahasa
Arab (PBA) dan Di Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan (FTIK). Dan Dalam
pemilihan lokasi penelitian seorang peneliti mempunyai beberapa alasan dalam
memilih lokasi tersebut. Pertama : penelitian merupakan lokasi yang dekat dengan tempat tinggal
peneliti sehingga memudahkan dalam proses penelitian. Kedua : Prodi pendidikan Bahasa
Arab (PBA) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN JEMBER Merupakan
prodi dari peneliti Sendiri Sehingga mempermudah proses penelitian. Ketiga :
Karena Di prodi Pendidikan Bahasa Arab IAIN JEMBER didalamnya juga terdapat
banyak metode yang digunakan termasuk metode Sosiodrama dab Metode Munadzarah
Ilmiah.
3. Subyek
Penelitian
Dalam penentuan subyek (informan) penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik Purposive sampling, yaitu menentukan sampel dengan
pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal.[27]
Informan
adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut lofland dan
lofland adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain-lain.[28]
Sebagaimana pendapat tersebut, maka sumber data yang akan diperlukan dibagi
menjadi dua macam yaitu:
a.
Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang
diperoleh dari lokasi penelitian yang berupa jawaban-jawaban dari pertanyaan
para informan langsung yaitu dari Dosen-Dosen
yang mengajar Di PBA Serta dari KAPRODI PBA itu Sendiri yaitu Ustadz
ZaiburhanusSholeh
b.
Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data
yang diperoleh dari buku-buku, artikel, jurnal, foto, atau dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
4. Teknik
Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik
pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data
langsung melalui percakapan atau tanya jawab.[29]Teknik
wawancara dilakukan jika peneliti memerlukan komunikasi atau hubungan dengan
responden.[30]
Percakapan
dalam wawancara dilakukan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu.[31]
Dan dalam teknik pengumpulan data ini penyusun bertanya langsung
kepada responden yang terlibat dalam penelitian yang meliputi Pemimpin Kajur
Bahasa dan Kaprodi Basa Arab Para Dosen yang juga mengajar di PBA IAIN JEMBER .Sedangkan
teknik wawancara menggunakan semi
instruktur, yakni pertanyaan yang diajukan sesuai daftar yang fleksibel atau
sebuah pedoman dan tidak dari sebuah angket formal.[32]
b. Observasi
Observasi adalah cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan
secara sistematis mengetahui tingkah laku dengan melihat atau mengamati
individu atau kelompok secara langsung.[33]
Dalam hal ini peneliti melakukan observasi untuk mengumpulkan data tentang Pengamatan Dan peningkatan Maharatul Kalam
Dengan Melalui Metode Sosiodrama dan Munadzarah Ilmiah yang terdapat di PBA
IAIN JEMBER. Dengan metode
observasi, peneliti dapat langsung mencatat setiap kejadian yang berlangsung
dilapangan, dan peneliti dapat langsung memperoleh data dari informan yang
dibutuhkan. Selain itu peneliti juga dapat mengetahui Desighn dan cara-cara
yang digunakan Dosen Bahasa Arab untuk mengembangkan Maharotul Kalam Melalui
Metode Sosiodrama dan Munadzarah Ilmiah
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang datanya
diperoleh dari buku, internet, atau dokumen lain yang menunjang penelitian yang
dilakukan. Dokumen merupakan catatan mengenai peristiwa yang sudah
berlalu. Peneliti mengumpulkan dokumen
yang dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.[34]
Metode dokumentasi dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara.[35]
Metode ini digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel-variabel
yang berupa catatan yang berbentuk tulisan, gambar, foto, dan sebagainya.
Dengan
mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan
penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah
kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.
5.
Analisis
Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.[36]
Menurut Miles dan Huberman, analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga
datanya sudah jenuh.[37] Tahapan-tahapan
analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagaimana tahapan-tahapan
analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagaimana tahapan-tahapan yang
dikemukakan Miles dan Huberman yaitu sebagai berikut:[38]
a.
Reduksi Data (data reduction)
Data yang diperoleh di lapangan
semakin lama akan semakin banyak sehingga data semakin kompleks dan rumit, oleh
karena itu peneliti harus mereduksi data yang berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya.
Data yang sudah direduksi akan lebih memudahkan peneliti untuk memperoleh
gambaran di lapangan dan memudahkan peneliti mengumpulkan data berikutnya.
b.
Penyajian Data (data display)
Setelah mereduksi data, kemudian
peneliti dapat menyajikan data dengan lebih mudah. Penyajian data kualitatif
bisa dengan uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowehart dan
sejenisnya. Penyajian data yang peling sering digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks naratif. Memahami data akan lebih mudah setelah
adanya display data, sehingga merencanakan kerja selanjutnya bisa lebih cepat.
c.
Conclusion Drawing/verivication
Dalam tahap ini adalah tahap
terakhir, yaitu tahap pengambilan keputusan dan verivikasi.kesimpulan yang
sudah diperoleh akan diverivikasikan dengan bukti-bukti yang valid dan
konsisten, dan apabila terbukti maka kesimpulan adalah kesimpulan kredibel.
6.
Keabsahan Data
Tahap pengujian keabsahan data adalah tahap untuk menguji validitas
data yang dilaporkan dengan obyek data di lapangan. Uji keabsahan data meliputi
uji kredibilitas data (validitas internal), uji dependabilitas (realibilitas),
transverabilitas (validitas eksternal),
dan konfirmabilitas (obyektivitas).[39]
Akan tetapi yang lebih utama adalah dengan uji kredibilitas data.
Dalam
penelitian ini, uji keabsahan data yang digunakan adalah uji kredibilitas data
yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Triangulasi sumber berguna untuk menguji kreadibilitas data dari tiga
sumber berbeda. Dari tiga sumber tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti
dalam penelitian kuantitatif, tetapi di deskripsikan, dikategorikan, mana
pandangan yang sama, yang berbeda, dan spesifik dari tiga sumber tersebut. Data
yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
selanjutnya dimintakan kesepakatan (member chcek) dengan tiga sumber
data tersebut.[40]
7. Tahap
Tahapan penelitian
Banyak ahli mengemukakan tahapan penelitian secara berbeda-beda.
Namun, setidaknya dapat dilaporkan ke dalam dua jenis yaitu yang mengemukakan
berdasarkan langkah fisik (operasional lapangan/pragmatis) yang ditempuh dan
berdasarkan langkah kerja pikir (kerangka pikir/pradigma) penelitian kualitatif.[41]
Terdapat tiga tahap dalam penelitian, yaitu:[42]
a. Tahap Pra-lapangan
1)
Memilih lapangan penelitian dan menyusun rancangan penelitian
2)
Menjajaki dan menilai lapangan
3)
Memilih informan
4)
Menyiapkan perlengkapan penelitian
c.
Tahap Pelaksanaan Penelitian
1)
Memahami latas penelitian dan persiapan diri
2)
Memasuki lapangan: melakukan wawancara kepada informan yang sudah
ditentukan sebelumnya serta melakukan pengamatan terkait tentang judul
penelitian
3)
Berperan serta dalam penelitian sekaligus mengumpulkan data
c. Tahap Penyelesaian
Tahap
penyelesaian merupakan tahap yang paling akhir dari sebuah penelitian. Pada
tahap ini, peneliti menyusun data yang telah dia nalisis
dan disimpulkan dalam bentuk karya ilmiah yang berlaku di Instiotul Agama Islam
Negeri (IAIN) Jember.
8. Sistematika
pembahasan
Sistematika pembahasan berisi tentang deskripsi alur pembahasan
skripsi yang dimulai dari bab pendahuluan hingga penutup.
Dalam
sistematika pembahsan ini akan dijelaskan kerangka pemikiran yang digunakan
dalam penyusunan skripsi ini. Agar mudah memahami dan mengetahui isi skripsi
secara keseluruhan. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut:
Bab I, berupa
pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
defisini istilah dan sistematika pembahasan.
Bab II, berupa
kajian kepustakaan yang terdiri dari penelitian terdahulu dan kajian teori.
Bab III, berupa
metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, subyek
penelitian, teknik pengumpulan, analisis data, dan keabsahan
data dan tahap-tahap penelitian.
Bab IV, berupa
penyajian data dan analisis yang terdiri dari gambaran obyek penelitian,
penyajian data, analisis dan pembahasan temuan.
Bab V, berupa
penutup dan kesimpulan dan saran yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
9.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal.
2015. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta :
Rajawali Pers
Basrowi
& Suwandi. 2008. Memahami
Penelitian Kualitatif . Jakarta: Rineka Cipta
Britha, Offset Mikelsen. 2001. Metodologi Penelitian Partisipan Dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Yogyakarta:
Yayasan
Djamarah, Syaiful Bachri. (tt). Strategi belajar mengajar. Jakarta : PT Rineka citra
Djama’
Satori, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif
Fakultas Tarbiyah UIN Suka. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa
Jurusan PBA Fakultas Tarbiyah, Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah
Jinn, Ibnu. 2014. Ilmu Al-Lughah. Jakarta:
Grasindo
Komariah,
Djama’ Satori Aan. 2013. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
L, Melvin dan Silberman. 2011. Active Learning 101 cara belajar siswa
aktif. Bandung: Nusamedia
Lutfiana,
Devi. 2009. Metode bermain peran
dalam pembelajaran pendidikan agama islam di TKIT Al-Hidayah centong purworejo
Sanan Kulon Blitar. Yogyakarta: Perpustakaan PPS UIN Sunan Kalijaga
Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya
Musthafa, Syaiful . 2011. Strategi
Pembejaran Bahasa Arab Inovatif. Malang : UIN Maliki Press
Mushtofa,
Syaiful . 2011. Srategi pembelajaran kualitatif (Malang :
UIN-Maliki Press
Penyuur. 1996. Pengaruh Multi language Terhadap
Keotentikan Keterampilan Berbahasa Asing. Jakarta : PT purnama jaya
Hamid,
Abdul. 2011. Mengukur Kemampuan Berbahasa Arab. Malang, UIN maliki Press
Rahim, Abdur. 2008.
Metode Penelitian. Bandung : PT Rosdakarya
Sanjaya , Wina. 2007. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana
Media Greop
Sangadji, Etta Mamang dan
Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV Andi
Sarwadi. 2009. Eksperimentasi Role play pada pembelajaran
muhadastah di lembaga Madrasah Dirasah Islamiah dan Arab mlati Sleman Djogjakarta, Skripsi Pendidikan Bahasa Arab. Djogjakarta : Perpustakaan Pps Uin Sunan Kalijaga
Sugiono.
2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
CV Alvabeta. Cet 19
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alvabeta
Uly, Himatul. 2010. Pengaruh
Sosiodrama Terhadap 2kecerdasan
Emosi Anak Usia Pra Sekolah di TK ABA Priwulung Depok Seleman, Skripsi Study Psikologi. Yogyakarta:
Perpustakaan
PPS UIN Sunan Kalijaga
Wafa. 2012. Debath Metodh. Yogyakarta : Perpustakaan Pps Uin Sunan Kalijaga
Ya’qub, Musthofa. 2008. Strategi Pengembangan Maharatul Kalam. Malang
: UIN Maliki Press
[2] Melvin L dan Silberman, Active Learning 101 cara belajar siswa aktif
(Bandung, Nusamedia : 2011), 4.
[4] http://belajarpsikologi.com/macam-macam metode
pembelajaran/ di akses
pada tanggal 18 Desember 2017 pukul
12.30 wib
[5] Sarwadi,
Eksperimentasi Role play pada pembelajaran muhadastah di lembaga Madrasah
Dirasah Islamiah dan Arab mlati Sleman Djogjakarta, Skripsi Pendidikan
Bahasa Arab,(Djogjakarta : Perpustakaan Pps Uin Sunan Kalijaga, 2009), 5.
[8] Himatul ulya, Pengaruh Sosiodrama Terhadap2kecerdasan Emosi anak
usia pra sekolah di TK ABA priwulung depok seleman, skripsi study psikologi
(Yogyakarta : perpustakaan PPS UIN sunan kalijaga, 2010), 25.
[9] Devi Lutfiana, Metode bermain peran dalam pembelajaran pendidikan
agama islam di TKIT Al-Hidayah centong purworejo Sanan Kulon Blitar,(Yogyakarta
: perpustakaan
PPS UIN sunan kalijaga, 2009 ), 28.
[10] Sarwadi,
Eksperimentasi Role play pada pembelajaran muhadastah di lembaga Madrasah
Dirasah Islamiah dan Arab mlati Sleman Djogjakarta, Skripsi Pendidikan
Bahasa Arab,(Djogjakarta : Perpustakaan Pps Uin Sunan Kalijaga, 2009), 5.
[11] Fakultas Tarbiyah UIN Suka, Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa
Jurusan PBA Fakultas Tarbiyah, (Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah, 2006), 13.
[13] Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, (Jakarta : Kencana Media Greop, 2007), 160.
[14] https://idtesis.com/metode-pembelajaran-sosiodrama/
[16] Penyuur, Pengaruh Multi language Terhadap
Keotentikan Keterampilan Berbahasa Asing, (Jakarta : PT purnama jaya, 1996),
54.
[18] Syaiful Musthafa, Strategi Pembejaran Bahasa Arab
Inovatif, (Malang : UIN Maliki Press, 2011), 151.
[20] Musthofa Ya’qub, Strategi Pengembangan Maharatul
Kalam, (Malang : UIN Maliki press, 2008), 205.
[24]Lexy J Moleong,
Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 4.
[25]Basrowi dan
Surwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
21.
[27]Sugiono, Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cet 19 (Bandung: CV
Alvabeta. 2013), 2.
[28]Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), 157.
[29] Djama’ Satori,
Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif ,130.
[30] Etta Mamang
Sangadji dan Sopiah, Metodologi
Penelitian (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2010), 171.
[31] Basrowi &
Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
127.
[32] Britha
Mikelsen, Metodologi Penelitian Partisipan Dan Upaya-upaya Pemberdayaan(Yogyakarta:
Yayasan, 2001),7.
[34]Sugiyono, Metode
Penelitian Bisnis (Bandung: Alfabeta, 2009), 240.
[35]Djama’ Satori,
Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif ,149.
[36]Lexy J Moleong,
Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 280.
[37]Sugiyono, Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cet 11 (Bandung:CV
Alvabeta. 2010), 337.
[38]Ibid., 338-345.
[39]Sugiyono, Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: CV Alvabeta. 2011), 366.
[40]Sugiyono, Metode
Penelitian, 373.
[41]Djama’ Satori,
Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,
2013), 79.
[42]Sugiyono, Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: CV Alvabeta. 2011), 127.