PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Sunday, 9 September 2018
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Korupsi
Korupsi secara etimologis berasal dari
bahasa latin, corruption atau corruptus yang berarti: merusak, tidak
jujur, dapat di suap. Korupsi juga
mengandung arti: kejahatan, kebusukan, tidak bermoral, dan kebejatan.korupsi di
artikan pula sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,penerimaan
uang sogok,dan sebagainya.sedangkan menurut kamus
besar Bahasa Indonesia, korupsi berarti: buruk, rusak, busuk, suka memakai
barang atau uang yang di percayakan kepadanya,dapat di sogok melalui
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.masih menurut kamus ini,korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan,untuk kepentngan
pribadi atau orang lain.sementara
kartini dan kartono,seorang ahli patologi sosial,mendefinisikan korupsi
sabagai tingkah laku yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,merugikan kepentingan
umum dan negara.azzumardi juga mengutip pendapat syech husein al-attas : “corruption is a buse of trust in terest of
private again” (penyalah gunaan
amanah untuk kepentingan pribadi) .Tampaknya, definisi husein Alatas dan jeremy
pope inilah yang lebih luas sehingga mudah diterapkan.[1]
Pada bab sebelumnya, telah
dijelaskan betapa korupsi sudah menjadi budaya buruk bangsa ini. Korupsi secara
nyata telah menyengsarakan rakyat kecil, lantaran apa yang menjadi hak mereka
terampas oleh oknum peiabat pemerintah melalui perilaku korupsi itu. Singkatanya korupsi bukan tindakan terpuji
bahkan amat tercela yang harus dikikis habis dari bangsa ini, agar rakyat bisa
Di indonesia, jika orang berbicara
mengenai korupsi, demikian Andi Hamzah jelaskan, pasti yang dipikirkan hanya
perbuatan jahat menyangkut keuangan negara dan suap. Pendekatan yang dapat dilakukan terhadap
masalah korupsi bermacam ragamnya, dan artinya tetap sesuai walaupun
masalah itu dipandang dari berbagai aspek. Pendekatan sosiologis
misalnya, sebagaimana yang dilakukan Syed Husein Alatas dalam bukunya, the
sociologyof corruption, akan lain artinya kalu kita melakukan
pendekatan normatif; begitu pula dengan pendekatan politik ataupun ekonomi.
Misalnya, Alatas memasukkan “nepotisme”
dalam kelompok korupsi, dalam klasifikasinya [memasang keluarga atau teman pada
posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan untuk itu] dan ternyata hal
seperti itu sukar dicari normanya dalam hukum pidana.[2]
Syamsul Anwar mengutip beberapa pengertian dari para
ahli, Syed Husein Alatas, menegaskan bahwa esensi korupsi adalah pencurian
melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan.[3]
Untuk lebih memahami korupsi mari
kita mulai dari pengertian korupsi. Banyak kita temukan rumusan tentang
korupsi, serta banyak kita temukan
istilah yang berkonotasi dengan kata korupsi
seperti kolusi, suap, pungli, manipulasi, dsb. Akan tetapi, kata korupsi
itu menurut Dr. Andi Hamzah SH. Dalam kamus hukum berasal dari bahasa latin, yaitu corruption, ‘corruptus’yang artinya
suatu perbuatan buruk, busuk, bejad, suka disuap, perbuatan yang menghina atau
memfitnah, menyimpang dari kesucian, pengertian korupsi menurut Webster New
World College Dictionary. Kamus besar bahasa indonesia memaknai korupsi sebagai
penyelewengan atau penyalahgunaan uang
negara [perusahaan dsb ] untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Sedangkan
korup diartikan sebagai’ buruk, rusak, suka memakai barang / uang yang
dipercayakan kepadanya, dapat disogok,’[ memakai kekuasaannya untuk
kepentingan pribadi].[4]
Dalam bahasa Arab korupsi juga
disebut risywah yang berarti
penyuapan. Risywah juga disebut fasdd [ifsdd] dan ghulull.
Pendapat di atas diperkuat oleh para
ulama’ kontemporer yang menyepakati,
risywah, berarti tidak hanya korupsi “konvensional”, tetapi juga mencakup
bentuk korupsi lainnya, yang bukannya tidak sering merupakan pencurian, bahkan
perampokan. Dalam konteks ajaran islam yang lebih luas, korupsi merupakan
tindakan yang bertentangan dalam prinsip keadilan [al’adalah] , akuntabilitas [al-amanah]
, dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat di katagorikan termasuk
perbuatan yang fasad,kerusakan di muka bumi ini yang sekali lagi juga amat di
kutuk oleh allah
Risywah secara terminologiberarti pemberian yang di berikan
seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan
cara yang tidak di benarkan atau untuk memperoleh kedudukan (al-msbah al-munir al-fayumi;al-muhalla ibnu
hazm).Dan semua para ulama’sepakat untuk mengharamkan risywah yang terkait
dengan keputusan hukum,bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar.[5]
Sementara itu di dalam buku lain
juga di jelaskan mengenai koropsi,bahwasanya korupsi
Adalah penyalahgunaan yang di lakukan oleh
manusia demi kepentingan pribadinya.[6]
Sir
deny’s Robert,ketua mahkamah tinggi Hongkong mengatakan bahwa korupsi adalah
hantu di mana tidak ada satupun masyarakat yang terbebas dari padanya.[7]
Sementara dalam
literatur lain juga telah di jelaskan mengenai arti korupsi bahwa tindakan yang
bertentangan dengan norma masyarakat,agama,moral dan hukum dengan tujuan untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang menyebabkan
rusaknya tatanan yang sudah di sepakati yang berakibat pada hilangnya hak-hak
orang lain,korporasi negara yang seharusnya di peroleh.[8]
B.dalil-dalil dan
landasan hukum mengenai keharaman korupsi
Telah
di jelaskan dangan perinci dan sejelas-jelasnya mengenai keharaman korupsi termasuk juga
dalam agama sampai negara pun juga sepakat mengenai keharaman prilaku
bejat dan menjijikkan itu, di larang juga di dalam pedoman umat islam yaitu
kitab suci al-qur’an,hadist nabi,dan juga banyak di singgung dalam UUD mengenai
keharamannya.di bawah ini merupakan salah satu landasan dan dasar hukum
mengenai keharaman korupsi:
B.AL-QURAN
DALIL QURAN
QS An-Nisa' 4:29 Allah berfirman:
QS An-Nisa' 4:29 Allah berfirman:
يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu.
QS Al-Maidah :42 Allah berfirman:
QS Al-Maidah :42 Allah berfirman:
سماعون للكذب أكّالون للسحت
Artinya: Mereka itu
adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang
haram.
Menurut Ibnu Mas'ud dan Ali bin Abi Talib, makna suht adalah suap.
QS Al-Maidah :2
Menurut Ibnu Mas'ud dan Ali bin Abi Talib, makna suht adalah suap.
QS Al-Maidah :2
تعاونوا على البر والتقوى , ولا تعاونوا على
الإثم والعدوان
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
1. Q.S Ali-Imran ayat
161
“Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak
dianiaya.” ( Ali Imran : 161 )
2. Q.S Al-Baqarah ayat 188
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
3. Q.S Al-Anfal Ayat 27
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui."
4.
Q.S Al-Muminun Ayat 8
"Da1. Q.S Ali-Imran ayat 161
“Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak
dianiaya.” ( Ali Imran : 161 )
2.
Q.S Al-Baqarah ayat 188
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
3. Q.S Al-Anfal Ayat 27
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui."
4.
Q.S Al-Muminun Ayat 8
"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya."
Juga di jelaskan dan di firmankan
oleh allah SWT mengenai keharaman korupsi dalam al-quran 5.[Surah An-nissa ayat
29]
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu,; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
QS. Ali-‘Imran [3] ayat 161.
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ
يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ [آل عمران/161]
Tidak mungkin seorang nabi
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat
dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu, Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak
dianiaya. (QS.
Ali-‘Imran [3] : 161)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dalam tafsirnya
dengan mengemukakan beberapa hadits tentang ancaman neraka.
Dan masih banyak ayat-ayat al-quran yang terkait tentang keharaman
korupsi termasuk juga
(QS,AL-qashas:26),(QS,An-nisa’:58),(QS.Al-furqan:19),(QS,Ali
imran:104),(QS,AI-taubah:71),(QS,Al-hajj:41),(QS,Al-maidah:63), dan masih
banyak yang lainnya.
v HADIST
DAN LANDASAN HUKUM LAINNYA.
Hadist di bawah ini menjelaskan keharaman korupsi:
Imam Nawawi dalam
Al-Majmuk menyatakan
فأما الراشي فإن كان يطلب بما دفعه أن يحكم
بغير الحق حرم عليه ذلك، وإن
Artinya: Adapun orang
yang menyuap apabila dia mengharap sesuatu atas apa yang dia berikan agar
diberi putusan yang tidak benar maka haram baginya hal itu. Akan tetapi suap
itu bertujuan agar dia bisa mendapatkan haknya maka hal itu tidak haram.
Ibnu Hazm Adz-Dzahiri dalam Al-Mahalli menyatakan
من قدر على دفع الظلم عن نفسه دون أن يدفع
لم يحل له إعطاء فلس فما فوقه في ذلك، وأما من عجز فالله تعالى يقول:( لا يكلف
الله نفسا إلا وسعها )، والرسول صلى الله عليه وسلم يقول:(إذا أمرتكم بأمر فأتوا
منه ما استطعتم ) رواه مسلم وصار في حد الإكراه وقد قال الرسول صلى الله عليه وآله
وسلم: (رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه).
Artinya: Barang siapa
yang mampu menolak kezaliman dari dirinya tanpa harus menyuap, maka memberi
sesen uang atau lebih itu haram baginya. Adapun orang yang tidak mampu menolak
kezaliman, maka Allah berfirman "Allah tidak memaksa seseorang kecuali
menurut kemampuannya." Nabi bersabda: "Apabila aku memerintahkan
kalian, maka lakukan semampumu" Hadits riwayat Muslim dan hadits ini
menjadi batasan pemaksaan. Nabi bersabda: "Umatku dibebaskan (dari dosa,
apabila) salah, lupa dan dipaksa.
Ibnu Taimiyah. yang menyatakan:
فأما إذا أهدى له هدية ليكف ظلمه عنه أو ليعطيه حقه الواجب كانت هذه الهدية حراما على الآخذ , وجاز للدافع أن يدفعها إليه
Artinya: Apabila penyuap memberi hadiah
agar supaya yang disuap tidak berlaku zalim, atau supaya yang disuap
mendapatkan haknya, maka hadiah ini haram bagi yang disuap dan boleh (halal) bagi
penyuap
Hadits-hadits
lain yang berhubungan dengan korupsi sangat jelas:
940
حَدِيثُ سَعِيدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنِ اقْتَطَعَ
شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
Diriwayatkan dari Said bin Zaid
bin Amr bin Nufail radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: Barangsiapa mengambil sejengkal
tanah secara dhalim, maka Allah akan mengalungkan di lehernya pada Hari Kiamat
nanti dengan setebal tujuh lapis bumi. (HR Al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw pernah bersabda:
((
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَل ، فَكَتَمَنَا مِخْيَطاً فَمَا
فَوْقَهُ ، كَانَ غُلُولاً يَأتِي به يَومَ القِيَامَةِ ))
Barangsiapa di antaramu kami
minta mengerjakan sesuatu untuk kami, kemudian ia menyembunyikan satu alat
jahit (jarum) atau lebih dari itu, maka perbuatan itu ghulul (korupsi) harus
dipertanggung jawabkan nanti pada Hari Kiamat. (HR. Muslim)
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ قَالَ حَدَّثَنِى
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ أَقْبَلَ نَفَرٌ مِنْ
صَحَابَةِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالُوا فُلاَنٌ شَهِيدٌ فُلاَنٌ شَهِيدٌ
حَتَّى مَرُّوا عَلَى رَجُلٍ فَقَالُوا فُلاَنٌ شَهِيدٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- « كَلاَّ إِنِّى رَأَيْتُهُ فِى النَّارِ فِى بُرْدَةٍ
غَلَّهَا أَوْ عَبَاءَةٍ ».
ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- « يَا ابْنَ الْخَطَّابِ اذْهَبْ فَنَادِ فِى النَّاسِ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ إِلاَّ الْمُؤْمِنُونَ ». قَالَ فَخَرَجْتُ فَنَادَيْتُ « أَلاَ
إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلاَّ الْمُؤْمِنُونَ ». رواه مسلم
Abdullah bin Abbas berkata,
Umar bin Al-Khatthab menceritakan kepadaku, ia berkata: “Bahwa pada perang
Khaibar beberapa sahabat menghadap Rasulullah seraya mengatakan: Fulan mati
syahid dan Fulan mati syahid sehingga mereka datang atas seorang lelaki maka
mereka berkata: Fulan mati syahid. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: Tidak, sesungguhnya saya melihatnya ada di neraka, karena ia
menyembunyikan sehelai burdah (baju) atau aba’ah. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Wahai Ibnul Khatthab, pergilah maka
serukan kepada orang-orang bahwa tidak masuk surga kecuali orang-orang mu’min.”
Ia (Umar) berkata: Maka aku keluar lalu aku serukan: Ingatlah sesungguhnya
tidak masuk surga kecuali orang-orang mu’min. (HR. Muslim)
1086 حَدِيثُ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنَ الْأَسْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ اللُّتْبِيَّةِ
عَمْرٌو وَابْنُ أَبِي عُمَرَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا
لَكُمْ وَهَذَا لِي أُهْدِيَ لِي قَالَ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ
وَقَالَ مَا بَالُ عَامِلٍ أَبْعَثُهُ فَيَقُولُ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ
لِي أَفَلَا قَعَدَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ فِي بَيْتِ أُمِّهِ حَتَّى يَنْظُرَ أَيُهْدَى
إِلَيْهِ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَنَالُ أَحَدٌ
مِنْكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى
عُنُقِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةٌ تَيْعِرُ
ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَيْ إِبْطَيْهِ ثُمَّ قَالَ
اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ مَرَّتَيْنِ *
Diriwayatkan dari Abu Humaid
as-Saaidi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang
dikenali sebagai Ibnu Lutbiyah. Ia ikut Amru dan Ibnu Abu Umar untuk urusan
sedekah. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: Ini untuk Anda dan ini untukku
karena memang dihadiahkan kepadaku. Setelah mendengar kata-kata tersebut, lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar. Setelah
mengucapkan puji-pujian ke hadirat Allah, beliau bersabda: “Adakah patut
seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata: Ini
untuk Anda dan ini untukku karena memang dihadiahkan kepdaku? Kenapa dia tidak
duduk di rumah bapak atau ibunya (tanpa memegang jabatan apa-apa) sehingga ia
menunggu, apakah dia akan dihadiahi sesuatu atau tidak? Demi Dzat Muhammad yang
berada di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil sesuatu
darinya kecuali pada Hari Kiamat kelak dia akan datang dengan memikul di atas
lehernya (jika yang diambil itu seekor unta maka) seekor unta itu akan
mengeluarkan suaranya, atau seekor lembu yang melenguh atau seekor kambing yang
mengembek. “ Kemudian beliau mengangkat kedua-dua tangannya tinggi-tinggi
sehingga nampak kedua ketiaknya yang putih, dan beliau bersabda: “Ya Allah!
Bukankah aku telah menyampaikannya,” sebanyak dua kali * (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
1085 حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ : قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ذَاتَ يَوْمٍ فَذَكَرَ الْغُلُولَ فَعَظَّمَهُ وَعَظَّمَ أَمْرَهُ ثُمَّ قَالَ لَا
أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ
لَهُ رُغَاءٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ
شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ فَرَسٌ لَهُ حَمْحَمَةٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا
أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ شَاةٌ لَهَا
ثُغَاءٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ
شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ نَفْسٌ لَهَا صِيَاحٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا
أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ رِقَاعٌ
تَخْفِقُ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ
شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ صَامِتٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي
فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ * 1085 حَدِيثُ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَذَكَرَ الْغُلُولَ فَعَظَّمَهُ
وَعَظَّمَ أَمْرَهُ ثُمَّ قَالَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ
أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ فَرَسٌ لَهُ حَمْحَمَةٌ
فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا
قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى
رَقَبَتِهِ شَاةٌ لَهَا ثُغَاءٌ يَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ
لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ
أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ
يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ نَفْسٌ لَهَا صِيَاحٌ فَيَقُولُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ
لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ رِقَاعٌ
تَخْفِقُ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ
شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ لَا أُلْفِيَنَّ أَحَدَكُمْ يَجِيءُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ صَامِتٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي
فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا قَدْ أَبْلَغْتُكَ *
artinya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berada bersama kami, beliau menceritakan dengan begitu serius tentang
orang yang suka menipu dan khianat. Kemudian beliau bersabda: Pada Hari Kiamat
nanti, aku akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan memikul
seekor unta yang sedang melenguh di atas tengkuknya dan berkata: Wahai
Rasulullah! Tolonglah aku. Lalu aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak
berwewenang apa-apa lagi untuk (menolong)mu, semuanya telah aku sampaikan
(larangan itu) kepadamu. Pada Hari Kiamat nanti, aku juga akan bertemu dengan
salah seorang dari kamu datang dengan memikul seekor kuda yang sedang meringkik
di atas tengkuknya. Dia berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Lalu aku
katakan kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa lagi untuk
(menolong)mu, semuanya sudah aku sampaikan kepadamu. Seterusnya pada Hari
Kiamat nanti, aku akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan
memikul seekor kambing yang sedang mengembek di atas tengkuknya. Dia berkata:
Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Maka aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak
mempunyai wewenang apa-apa untuk (menolong)mu, semuanya sudah aku sampaikan
kepadamu. Begitu juga pada Hari Kiamat nanti, aku akan bertemu dengan salah
seorang dari kamu datang dengan memikul seorang manusia yang sedang menjerit di
atas tengkuknya. Dia berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Lalu aku katakan
kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa untuk(menolong)mu,
semuanya sudah aku sampaikan kepadamu. Pada Hari Kiamat nanti, aku juga akan
bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan membawa selembar pakaian
yang compang-camping di atas tengkuknya dan dia berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah
aku. Maka aku katakan kepadanya: Aku sudah tidak mempunyai wewenang apa-apa
untuk(menolong)mu, semuanya sudah aku sampaikan kepadamu. Begitu juga pada Hari
Kiamat nanti, aku akan bertemu dengan salah seorang dari kamu datang dengan
memikul sejumlah harta terdiri dari emas dan perak di atas tengkuknya dan
berkata: Wahai Rasulullah! Tolonglah aku. Maka aku katakan kepadanya: Aku sudah
tidak mempunyai wewenang apa-apa untuk (menolong)mu, semuanya telah aku
sampaikan kepadamu * (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
71 حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ : خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَى خَيْبَرَ فَفَتَحَ اللَّهُ عَلَيْنَا فَلَمْ نَغْنَمْ ذَهَبًا وَلَا وَرِقًا
غَنِمْنَا الْمَتَاعَ وَالطَّعَامَ وَالثِّيَابَ ثُمَّ انْطَلَقْنَا إِلَى
الْوَادِي وَمَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَبْدٌ لَهُ
وَهَبَهُ لَهُ رَجُلٌ مِنْ جُذَامَ يُدْعَى رِفَاعَةَ بْنَ زَيْدٍ مِنْ بَنِي
الضُّبَيْبِ فَلَمَّا نَزَلْنَا الْوَادِي قَامَ عَبْدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحُلُّ رَحْلَهُ فَرُمِيَ بِسَهْمٍ فَكَانَ فِيهِ
حَتْفُهُ فَقُلْنَا هَنِيئًا لَهُ الشَّهَادَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلَّا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ
بِيَدِهِ إِنَّ الشَّمْلَةَ لَتَلْتَهِبُ عَلَيْهِ نَارًا أَخَذَهَا مِنَ
الْغَنَائِمِ يَوْمَ خَيْبَرَ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ قَالَ فَفَزِعَ
النَّاسُ فَجَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ أَوْ شِرَاكَيْنِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَصَبْتُ يَوْمَ خَيْبَرَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ شِرَاكٌ مِنْ نَارٍ أَوْ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ *
Diriwayatkan daripada Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju ke Khaibar. Allah memberikan kemenangan
kepada kami, tetapi kami tidak mendapatkan harta rampasan perang berupa emas
atau perak. Kami hanya memperoleh barang-barang, makanan dan pakaian. Kemudian
kami berangkat menuju ke sebuah lembah dan terdapat seorang hamba bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam milik beliau yang diberikan oleh
seorang lelaki dari Judzam. Hamba itu bernama Rifa’ah bin Zaid dari Bani
Ad-Dhubaib. Ketika kami menuruni lembah, hamba Rasulullah itu berdiri untuk
melepaskan pelananya, tetapi dia terkena anak panah dan ternyata itulah saat kematiannya.
Kami berkata: Ketenanganlah baginya dengan Syahid wahai Rasulullah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidak mungkin! Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya,
sesungguhnya sehelai baju yang diambilnya dari harta rampasan perang Khaibar,
yang tidak dimasukkan dalam pembahagian akan menyalakan api Neraka ke atasnya. Abu Hurairah berkata: Maka terkejutlah orang-orang Islam. Lalu
datanglah seorang lelaki dengan membawa seutas atau dua utas tali pelana, lalu
berkata: Wahai Rasulullah, aku mendapatkannya semasa perang Khaibar. Lalu
Rasulullah s.a.w bersabda: Seutas atau dua utas tali pelana itu dari Neraka. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
v UUD MENGENAI KEHARAMAN KORUPSI
Selain agama yang melarang tentang keharaman korupsi,negarapun juga
mengatur tentang keharaman dan ketidakbolehan melakukan perkara-perkara keji
yang menjijikkan dan merugikan terhadap sesama termasuk tindak pidana korupsi.dan
di bawah inilah UUD yang melarang terhadap adanya korupsi:
·
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
·
UU No 30 Tahun 2002 tentng komisi tindak pemberantasan korupsi di sebutkan
bahwa:dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur,dan sejahera
berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun
1945 tentang penberantasan tindak pidana
korupsi
·
Undang-undang Korupsi
Banyak
undang-undang pidana yang mengatur masalah korupsi ini sebagai Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/061957
tentang tindak pidana koupsi. Tahun 1967 terbit undang-undang No. 24/Prp/1967
dan Kepres No. 228/1967 tentang pemberantasan korupsi. Demikian seterusnya
sampai pada tahun 1998 terbit TAP MPR No. XI/MPR1998 tentang pemerintahan yang
bersih dan bebas KKN, tahun 1999 terbit UU No. 28/1999 tentang penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas KKN dan UU No. 31/1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi, tahun 2002 terbit UU No. 30/2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), tahun 2004 terbit kepres No. 59/2004 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan tahun 2005 terbit kepres No.
11/2005 tentang tim koordinasi pemberantasan Tipikor. Dalam perspektif hukum
positif di Indonesia, definisi korupsi dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU
No. 31 tahun 1999 dan UU No. 20 tahun 2001, dan dalam UU tersebut juga
disebutkan sanksi bagi yang melanggar.
Korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999
yang diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri
atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam undang-undang korupsi yang
berlaku di Malaysia korupsi diartikan sebagai risywah yang dalam bahasa Arab
bermakna suap.
Adapun dalam UU no. 31 tahun 1999 jo UU no. 20
Tahun 2001, disebutkan berbagai bentuk-bentuk/tindakan yang dianggap sebagai
perbuatan korupsi, antara lain:
1. Korupsi yang berkaitan
dengan kerugian negara, yakni tertera pada pasal 2 tentang melawan hukum untuk
memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara, juga pada pasal 3 tentang
menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri dan dapat merugikan
keuangan negara.
2. Korupsi terkait dengan
suap-menyuap, diantaranya pada pasal 5 ayat 1 tentang menyuap pegawai negeri,
pasal 13 tentang memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya, pasal
5 ayat 2 tentang pegawai negeri menerima suap, pasal 6 ayat 1 huruf a tentang
menyuap hakim, dan pasal 6 ayat 1 huruf b tentang menyuap advokat.
3. Korupsi yang berkaitan
dengan penggelapan dalam jabatan, diantaranya pada pasal 8 tentang pegawai negeri
yang menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan, pasal 9 tentang pegawai
negeri yang memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi.
4. Korupsi yang berkaitan
dengan perbuatan pemerasan, diantaranya pada pasal 12 tentang pegawai negeri
memeras.
5. Korupsi yang berkaitan
dengan perbuatan curang, diantaranya pada pasal 7 ayat 1 tentang pemborong
berbuat curang.
6. Korupsi yang berkaitan
dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, diantaranya pada pasal 12 huruf i
tentang pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya.
7. Korupsi yang berkaitan
dengan gratifikasi, diantaranya pada pasal 12 B tentang pegawai negeri menerima
gratifikasi dan tidak lapor KPK.
C. Salah satu dari beberapa kasus korupsi di KEMENPORA
·
"Dua tersangka telah ditetapkan terkait kasus tindak
pidana korupsi dalam pengadaan sarana olahraga Pusat Pendidikan, Pelatihan dan
Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Kemenpora tahun anggaran 2011," ucap
Kepala Pusat Penerangan
Hukum (Kapuspenkum) Tony T Spontana saat
dikonfirmasi, Kamis
(11/6/2015).
·
Kemenpora melakukan pengadaan sarana olahraga P3SON
berupa peralatan sport science di tahun 2011. Ketika berlangsung, jaksa menduga
ada penyimpangan dalam proses lelang yang tidak sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
·
Proyek itu Rp76,2 miliar
itu adalah bagian dari pengadaan Sarana Olah Raga Pusat Pendidikan, Pelatihan
dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) pada tahun anggaran 2011.
·
dalam proyek pembangunan Wisma Atlet di
Palembang dan proyek P3SON di Hambalang, Bogor, yakni Angelina Sondakh,
Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum dan mantan Menpora Andi Mallarangeng.
·
korupsi Pengadaan Sarana Olahraga
Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tahun anggaran 2011.
·
, proyek pengadaan yang
berupa Peralatan Sport Science di Kementerian Pemuda dan Olahraga RI dengan
nilai kontrak kurang lebih Rp76.204.485.500,. Ia mengatakan, penyidikan kasus
ini berasal dari Laporan Hasil Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi yang
dilimpahkan perkaranya ke Kejaksaan Agung pada hari Rabu, tanggal 18 Februari
2015.
·
diantaranya Kasus dugaan suap pembahasan
anggaran PON Riau.
·
Selain itu, terdapat dugaan penyelewengan lainnya yakni terkait
bantuan Kemenpora untuk PSSI berdasarkan hasil audit BPK pada 2010. Bantuan
sebesar Rp 20 miliar untuk Timnas ASEAN Football Federation disebut terdapat
banyak penyimpangan pada implementasinya.
Misalnya bantuan sebesar Rp 414 juta dari Kemenpora digunakan tak sesuai
perjanjian yang disepakati, dan Pajak Penghasilan atasnya kurang setor Rp 167 juta.
·
Dan yang lain sebagainya,
D. Contoh salah satu koruptor di KEMENP0RA.
·
Rino
Lade selaku Direktur Utama PT Artha Putra Arjuna/mantan Direktur Utama PT Suramadu Angkasa
Indonesia dan Brahmantory selaku mantan Asisten Deputi Pengembangan
Prasarana dan Sarana Olahraga Kemenpora.
·
KPK juga telah menjerat Hambalang, Bogor, yakni
Angelina Sondakh, Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum dan mantan Menpora Andi
Mallarangeng.
sejumlah orang dalam proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang dan proyek P3SON di Menpora.
sejumlah orang dalam proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang dan proyek P3SON di Menpora.
·
Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan Menteri Pemuda dan
Olahraga, Andi Alfian Mallarangeng, sebagai tersangka dalam kasus dugaan
korupsi pembangunan sarana olahraga Hambalang.
·
KPK pernah menjerat sejumlah tersangka
proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang dan proyek P3SON di Hambalang,
Bogor yakni Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum hingga
mantan Menpora Andi Mallarangeng.
·
KPK sendiri telah menetapkan Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Sumatera Selatan itu, sebagai tersangka sejak 29
September 2014 lalu. Rizal pun telah ditahan oleh KPK dan mendekam di Rutan
Pomdam Jaya Guntur mulai 12 Maret 2015.
·
Rizal adalah Ketua Komite
Pembangunan Wisma Atlet Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov
Sumatera Selatan tahun 2010-2011. Anak buah Alex Noerdin ini, diduga melakukan mark
up atau pengelembungan anggaran dalam proyek tersebut.
·
KPK sendiri telah menetapkan Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Pemprov Sumatera Selatan itu, sebagai tersangka sejak 29
September 2014 lalu. Rizal pun telah ditahan oleh KPK dan mendekam di Rutan
Pomdam Jaya Guntur mulai 12 Maret 2015.
·
Rizal adalah Ketua Komite
Pembangunan Wisma Atlet Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov
Sumatera Selatan tahun 2010-2011. Anak buah Alex Noerdin ini, diduga melakukan mark
up atau pengelembungan anggaran dalam proyek tersebut.
·
Dan yang lain sebagainya’
E.Solusi pembererantasan korupsi
. Solusi
al-Quran dalam Memberantas Korupsi
Telah diketahui bersama bahwa al-Qur’an merupakan wahyu Allah SWT. Karena
posisinya sebagai wahyu, maka al-Qur’an mempunyai kemampuan untuk membentuk
budaya masyarakat. Jika kita menengok kepada kondisi di Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, terutama penduduk yang tinggal di
pedesaan, masih berpegang teguh terhadap ajaran Islam dengan kitab sucinya
al-Qur’an. Hal ini patut kita syukuri. Namun demikian, al-Qur’an hanya
dijadikan sebagai pedoman secara normatif saja sehingga seolah-olah al-Qur’an
itu tidak mempunyai dimensi sosial dan intelektual guna membendung
masalah-masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Padahal
al-Qur’an itu tidak demikian adanya. Yang terjadi adalah pemahaman masyarakat
kita yang sempit tentang ayat-ayat suci al-Qur’an tersebut.
Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata al-Qur’an mempunyai dimensi sosial
yang sangat tinggi, yang dengan kata lain, al-Qur’an sangat memperhatikan
dimensi sosial kemasyarakatan.
Bagaimana dengan tindakan korupsi? Tentu saja al-Qur’an mempunyai solusi
untuk itu. Al-Qur’an tidak saja mampu meningkatkan spiritualitas umatnya untuk
menjauhi apalagi memakan harta rakyat dengan cara yang rakus dan bathil.
Al-Qur’an tidak saja melarang kita untuk berbuat demikian, tetapi juga
menunjukkan dan memerintahkan kita untuk memilih penguasa yang adil dan
menjauhi penguasa yang korup dan zhalim. Lihatlah misalnya firman Allah SWT
dalam surat an-Naml ayat 34, kemudian surat al-Kahfi ayat 71, surat Saba’ ayat
34-35, kemudian surat az-Zukhruf ayat 23, al-Isra ayat 16, Hud ayat 27, yang
kesemuanya itu menjelaskan bagaimana perbuatan para penguasa yang zhalim dan
korup yang ingin menang sendiri serta menghina para penduduk negeri yang mereka
kuasai, kemudian mereka menunjukkan kekuatan mereka dengan kesombongan yang
sangat. Kemudian al-Qur’an memberikan solusi jika terlanjur orang-orang yang
zhalim itu menjadi penguasa, maka hendaklah rakyat membuat oposisi untuk
melawan penguasa yang zalim tersebut, seperti disebutkan dalam al-Qur’an surat
al-Hujurat ayat 9 yang artinya:
Dan kalau ada dua
golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada
perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang berlaku adil.(QS. Al-Hujurat: 9)
Dengan demikian, seorang pemimpin itu haruslah bisa merasakan penderitaan rakyat,
dekat dengan rakyat serta dicintai rakyat.
Perintah untuk berbuat adil itu telah jelas ditegaskan dalam al-Qur’an,
seperti pada surat an-Nisa’ ayat 58 yang artinya:
Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa’: 58)
Meskipun yang maha adil itu adalah Allah SWT, tetapi manusia telah
diberikan wewenang untuk menetapkan kebijaksanaan itu atas dasar pelimpahan
dari Allah SWT, maka sebagai manusia yang baik hendaknya memperhatikan kehendak
yangmemberikan wewenang, yaitu Allah SWT
Di sisi lain, al-Qur’an juga telah mengecam orang-orang yang melakukan
tindak korupsi sebagai orang yang celaka dan akan di azab dengan azab yang
pedih, seperti pada surat al-Hasyr ayat 7 yang artinya:
“Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Kemudian pada surat al-Maa’uun disebutkan secara tegas bahwa orang yang
rajin shalat pun disebut sebagai pendusta agama karena ketidakberpihakannya
kepada anak yatim serta enggan menolong dengan harta kekayaannya. Allah juga
mengatakan bahwa orang yang suka menumpuk-numpuk hartanya sebagai orang yang
celaka (QS. Al-Humazah: 1-9).
Jika melihat ayat-ayat al-Qur’an di atas, jelaslah bahwa al-Qura’n sangat
melarang tindak korupsi, memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.
Bahkan, jika kita kaitkan lebih jauh, tindakan korupsi ini merupakan salah
satu perbuatan nifaq, yang ia merupakan salah satu tandanya, yaitu mengkhianati
amanat yang telah dititipkan rakyat kepadanya.
Maka, amat disayangkan jika seseorang yang beragama Islam, malah melakukan
tindakan korupsi. Perbuatan ini merupakan penghinaan terhadap al-Qur’an dan
seolah-olah al-Qur’an itu hanya terucap di bibir tanpa dimanifestasikan dalam
kehidupan nyata.
Selain ancama-ancaman yang telah diungkapkan al-Qur’an, harus ada
tindakan nyata yang harus dilakukan agar para koruptor tersebut tidak berani
lagi melakukan tindak pidana korupsi di masa-masa yang akan datang.
Di dalam al-Qur’an telah disebutkan jenis-jenis hukuman yang diberikan
kepada orang yang berbuat jarimah, misalnya pencuri dengan dipotong tangannya,
penzina bagi yang perawaan dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu
tahun, sedangkan yang sudah menikah (muhshan) dirajam sampai mati. Adapun
bughot, maka hukumannya adalah dibunuh.
Dari sekian jenis hukuman yang telah ditentukan al-Qur’an, kita bisa
memilih hukuman yang cocok bagi para koruptor yang tentunya memiliki efek jera
bagi pelakunya.
Jika kita qiyaskan dengan tindakan pencurian uang rakyat, maka para
koruptor itu bisa saja kita potong tangannya. Namun, jika melihat besarnya
kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi ini, sepertinya tindakan
potong tangan terlalu ringan baginya. Dengan demikian, jika hukuman itu tidak
mampu menimbulkan efek jera, maka hukuman mati pun kiranya layak bagi koruptor
kelas kakap sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan perbuatan korupsi.
Jenis-jenis hukuman yang disebutkan dalam al-Qur’an ini hanya dapat
dilakukan jika seluruh komponen masyarakat mendukung sepenuhnya penerapannya.
Juga harus ada payung hukum sehingga bisa diundangkan dan memiliki kekuatan
hukum yang tetap.
Mungkin sulit untuk menerapkan hukum Islam di Indonesia, tetapi hal ini
bisa disiasati dengan memasukkan hukum Islam tersebut tanpa membawa nama Islam,
sehingga jadilah ia sebagai hukum Indonesia secara yuridis, tetapi hukum Islam
secara esensi.
Namun, juga telah
di jelaskan dalam beberapa buku mengenai
sanksi terhadap para koruptor,dan juga
ada berbagai macam sanksi yang juga di jelaskan
dalam buku tersebut temasuk juga sanksi
moral, sanksi sosial dan sanksi akhirat, takzir, instrumen sanksi bagi koruptor
dan yang lain sebagainya.
1. Ta’zir, instrumensasi bagi
koruptor
Takzir adalah
hukuman terhadap terpidana yang tidak ditentukan secara tegas bentuk sanksinya
di dalam nash al-Qur’an dan hadits. Hukuman ini dijatuhkan untuk memberikan
pelajaran kepada terpidana atau orang lain agar tidak mengulangi kejahatan yang
dilakukan. Jadi jelas hukumnya disebut dengan ‘uqubah muhayyarah (hukuman pilihan).
Jarimah yang
dikenakan hukman ta’zir ada dua jenis, yaitu:
a. Jarimah yang
dikenakan hukuman had dan qishash jika tidak terpenuhi salah satu unsur dan rukunnya. Misalnya, jarimah pencurian di hukum takzir
jika barang yang dicuri tidak mencapai nishab
(kadar minimal) atau barang yang yang di curi tidak di simpan di tempat yang semestinya.
b. Jarimah yang
tidak dikenakan hukum had dan qishash, seperti jarimah pengkhianatan terhadap suatu amanat yang telah diberikan, jarimah pembakaran, suap, dan lain-lain.
Selanjutnya hukuman ta’zir dalam tindak pidana korupsi dapat diklarifikasikan sesuai
dengan berat dan ringannya cara atau akibat yang ditimbulkan. Diantaranya:
a. Celaan dan teguran atau
peringatan. Hukuman ini dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tertentu yang
dinilai ringan namun dianggap merugikan orang lain.
b. Masuk daftar irang tercela (al-tasyhir) yang diberlakukan atas
pelaku kesaksian palsu dan kecurangan dalam bisnis.
c. Menasehati dan menjauhkannya
dari pergaulan sosial.
d. Memecat dari jabatannya (al-‘azl min al-wadzifah).
e. Dengan pukulan (dera atau
cambuk). Hukuman ini diberlakukan atas pelaku pidana dengan tidak dimaksudkan
untuk melukai atau mengganggu produktifitas kerjanya, sebaliknya diberlakukan
dengan tujuan membuat jera si pelaku. Menurut Abu Hanifah, minimal deraan
sebanyak 39 kali. Sedangkan ukuran maksimalnya, menurut Imam Malik boleh lebih
dari 100 kali jika kondisi menghendaki demikian.
f. Hukuman berat berupa harta
(denda) dan hukuman fisik. Hukuman ini seperti hukuman yang dikenakan kepada
pencuri buah-buhan yang masih ada di pohon. Rasulullah bersabda:
“siapa
saja yang mengambil barang orang lain (mencuri), maka ia ahrus mengganti dua
kali lipat nilai barang yang telah ia ambil dan ia harus diberi hukuman.” (HR. Nasai, Kitab Sariq, no. 4872).
g. Penjara. Pemenjaraan bisa
jangka pendek atau jangka panjang, sampai penjara seumur hidup. Hukuman jangka
pendek paling sebentar 1 hari dan paling lama tidak ditentukan, karena tidak
dsepakati para ulama. Ada yng mengatakan 6 bulan, sementara ulama lain
berpendapat tidak boleh melebihi 1 tahun, dan menurut kelompok lain
penentuannya diserahkan kepada pemerintah. Tetapi, jika pelakukanya sudah
mengulang kejahatannya dan jenis kejahatannya sangat membahayakan maka
hukumannya dipenjara sampai mati. Bentuk hukuman ini diambil berdasarkan hadits
Amru bin Syarid dari bapaknya dari Rasulullah.
h. Pengasingan. Untuk
mengasingkan para terpidana, ulamak berbeda pendapat tentang batas maksimal
batas pengasingan. Menurut ulamak Syafi’iyah dan Hanabilah pengasingan tidak
boleh lebih dari 1 tahun, sedangkan Abu Hanifah membolehkan lebih dari 1 tahun,
karena tujuan ta’zir memberikan
penyadaran dan bukan berarti sebagai pemberlakuan had. Seperti para pelaku zina.
i.
Penyaliban. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah,
keonaran, dan pembangkang yang biasa disebut dengan hirabah.
j.
Hukuman mati. Hukuman ini dapat sdiberlakukan bila
kemaslahatan benar-benar menghendakinya.
Berbeda dengan buku yang di karang oleh Dr.
Benidiktus Bosu, S.H., S.P.N.,M. Sc. Dan
dalam buku tersebut telah di jelaskan tentang strategi pemberantasan korupsi di
indonesia:
·
Dasollen, upaya pemberantasan korupsi melalui pendekatan
normatif. Pendekatan dasollen lebih di
tekankan pada pendekatan yang bersifat
moralitas. Yakni, mengarahkan manusia agar tidak melakukan tindakan korupsi.
Media yang digunakan di antaranya sosialisasi dan gerakkan moral.
·
Dasein, korupsi di
lihat dari kenyataan yang ada, di sini tindak pidana tersebut di telaah tentang apa yang menyebabkannya. Oleh karena
itu, pendekatan pemberantasan korupsi lebih di tekankan pada penggunaan
perangkat hukum dan aturan yang ada.
·
Solusi, salah satu
strategis yang dapat di ambil untuk mengatasi masalah korupsi.[9]
Sementara Pramono
U. Tanthowi berasumsi mengenai salah satu pemberantasan korupsi di dalam
karangannya yaitu: apabila budaya korupsi akan dihilangkan, perlu dibuat
gerakan nasional”antikorupsi” secara bersama-sama, antara lain sebagai berikut:
a.) sistem hukumnya harus jelas dan tegas .b.)policy harus tegas terhadap para pelanggar korupsi .c.)para penegak
hukum, yakni jaksa, hakim, polisi, pengawas, harus berani dan tegas dalam
menindak pelaku korupsi. d.) pendidikan, termasuk pendidikan moral, sejak
keluarga, TK sampai PT menekankan antikorupsi dan sungguh dilakukan di
lingkungan pendidikan sendiri, dan e.) gerakan masyarakat yang serentak
antikorupsi, dengan berani mengontrol, bicara, dan jika perlu di boikot.[10]
2. Sanksi Akhirat
Selain ancaman sanksi dunia yang cukup berat dan
menghinakan, di akhirat kelak para koruptor akan sangat dihinakan di hadapan
Allah dengan saksi barang-barang atau segala dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan dari sahabat Abu Himaid as-Sa’idi bahwa:
“Demi
yang menguasai jiwa Muhammad, tidaklah seseorang di antara kalian mengkorupsi
sesuatu kecuali dia pada hari kiamat akan memanggul sesuatu yang dikorupsi pada
tengkuknya. Jika yang dikorupsi seekor unta, ia akan datang (mengahdap Allah)
dengan unta hasil korupsinya yang bersuara. Jika yang dikorupsi seekor sapi,
maka ia akan datang dengan sapi korupsinya yang melenguh. Jika yang dikorupsi
seekor kambing, maka ia akan datang dengan kambing hasil korupsinya yang
mengembek.” (HR. Bukhari, no
6145).
Dengan demikian orang yang mengkorupsi proyek
pembangunan, jalan, atau jembatan kelak akan memanggul semua bahan bangunan,
aspal, batu koral, dan lain-lain pada hari kiamat. Hadits tersebut di atas
merupakan penjelasan lebih lanjut dari QS. Ali Imran: 161, bahwa di akhirat
kelak para koruptor tidak akan masuk surga dan akan menuju ke neraka sambil
membawa barang yang dikorupsinya:
“Tidaklah
mungkin seorang Nabi melakukan korupsi, maka siapa saja yang melakukan korupsi
ia akan datang pada hari kiamat dengan hasil korupsinya. Kemudian setiap jiwa
akan dibalas sesuai dengan apa yang telah diusahakannya dan mereka tidak akan teraniaya.”
Bahaya akibat kejahatan korupsi sekecil apapun
ditegaskan lagi dalam hadits dari Umar ibn Khattab yang mengisahkan seorang
muslim yang meninggal di Perang Khaibar dan divonis Nabi akan masuk neraka
karena telah melakukan ghulul (penggelapan)
sebuah selimut atau mantel orang Yahudi. (Shahih Muslim: 60-61):
“Letika
Perang Khaibar sekelompok sahabat datang menemui Rasulullah dan berkata: si
fulan mati syahid, si fulan mati syahid, hingga mereka melewati seorang
laki-laki dan berkata kepadanya: si fulan mati syahid, lalu Rasulullah
bersabda: sesungguhnya aku melihat ba hwa ia nanti akan berada di neraka dengan
selimut atau mantel yang pernah ia ghulul. Lalu Rasulullah bersabda kepada Umar
ibn Khattab: pergilah dan katakan kepada orang-orang bahwa tidaklah masuk surga
kecuali orang-orang yang beriman. Lalu Umar berkata: maka aku keluar, dan aku
berseru bahwa tidak akan masuk ke surga kecuali orang-orang yang beriman.”
Begitu juga tidak di terima semua amalan sedekah,
infak dan yang semisalnya tidak akan di nilai sebagai kebaikan atau amal
shaleh,karena Allah hanya akan menerima sedekah yang berasal dari harta yang
bersih(Shahih muslim, kitab thaharah:114):
“Tidak
di terima shalat orang yang tidak bersuci dan tidak di terima pula shadaqah
orang yang melakukan ghulul(korupsi)”
3.Sanksi moral dan sosial
Adapun sanksi moral dan sosial bagi para
koruptor,jenazahnya tidak di shalatkan, terutama oleh para pemuka agama yang yang di kenal kedudukan dan
kredibilitasnya. Hal ini berdasarkan salah satu hadist:
“Dari zaid
bin khalid,seorang laki-laki mati pada perang khaibar, lantas Rasulullah
bersabda: shalatjanlah teman kalian itu, (Aku sendiri tidak mau
menyolatkannya)karna dia telah melakukan melakukan penggelapan(ghulul) saat berjuang di jalan Allah. Ketika kami periksa
barang-barangnya, kami menemukan manik-manik orang yahudi yang harganya tidak
mencapai dua dirham”(HR. Nasai , kitab janaiz, no: 1933)[11]
Waallahu a’lam.......!!!!!!!!!!!!
[1] Majlis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah, Fiqih Anti Korupsi Perspektif Ulamak Muhammadiyah, (Pusat Study
Islam san Peradaban: 2006), hal: 11
[3]
Nurul irfan,korupsi dalam hukum pidana
islam,(sinar grafika offsset:2011),hal:34
[4] Soesilo,korupsi
refleksi zaman edan_ramalan jaya baya dan R.Ng.Ranggawarsito(,AK.grup
djogjakarta:2008,)hal:72
[5]Nurul anam,pendidikan anti
korupsi,(pustaka pribadi:2014),hal:7
[6] Pramono,membasmi kanker korupsi,(pusat study
agama danperadaban/PSAP
muhammadiyah),hal:16
[7]Singgih,duniapun memerangi korupsi,(pusat study
hukum bisnis:2002),hal:24
[8]Majlis tarjih dan tajdid pp.muhammadiyah,fikih anti korupsi,(pusat study agama
dan peradaban/PASP:2006)hal:55
[9]Benediktus Bosu,menuju indonesia baru(strategi pemberantasan
tintad pidana korupsi),banyu media publishing:2004,hal:104
[10] Pramono u.thantowi,membasmi kanker korupsi(,pusat study dan
peradaban:2005,)hal:193
[11] Ibid, fikih anti korupsi,
hal:9