Makalah Ulumul Hadist (Takhrij Hadis)
Friday, 13 May 2016
BAB
I
PNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sunnah atau hadis di yakini oleh
kaum muslimin sebagai sumber pokok kedua ajaran islam setelah Alquran . Ia di
pandang sebagai miftah Alquran atau kunci untuk memahami Alquran , sebab ia
merupakan Eksplansi terhadap ayat-ayatAlquran yang masih bersifat umum, global,
atau yang masih mutlak. Tiaklah belebihan apabila kemudian Imam Al-Auza’I
mengatakan bahwa Alquran lebih mebutuhkan sunnah dari pada kebutuhan sunnah
terhadap Alquran. Oleh karena itu , mempelajari sunnah nabi merupakan
keniscayaan bagi setiap muslim supaya dapat melaksanakan ajaran-ajaran agama
islam. Banyak sekali yang harus kaum muslimin ketahui dari pada bagian-bagian
dalam hadis ini seperti halnya tentang Takhrijul Hadisyang sangat di
butuhkan dalam melakukan penelitian terhadap sebuah hadis.Dalam proses
penelitian hadis, tajhrij merupakan kegiatan penting yang tidak boleh di
abaikan. Tanpa melakukan kegiatan takhrij, seorang peneliti hadis akan
kehilangan wawasan untuk mengetahui eksistensi hadis dari berbagai sisi
.begitulah pentingnya kaum muslimin mempelajari bagian ini agar tidak tersesat
dalam meneliti hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Takhrij Hadis ?
2. Bagaimana sejarah munculnya Takhrij
Hadis ?
3. Apa tujuan dan manfa’at adanya Takhrij
Hadis ?
4. Metode apa saja yang di gunakan dalam
Takhrij Hadis ?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari
Takhrij Hadis.
2. Untuk mengetahu bagaimana sejarah
munculnya Takhrij Hadis.
3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat
Takhrij Hadis.
4. Untuk mengetahui metode apa saja yang di
gunakan dalam Takhrij Hadis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij Hadis
Kata “Takhrij(تَخْرِيْجُ)
” menurut bahasa berasal dari kata kharaja(خَرَّجَ) yang berarti
tampak atau jelas .
Menurut ulama hadis, kata ini setidaknya
mempunyai beberapa arti sebagai berikut :
1. Kata tajhrij sinonim dengan kata ikhraj
yang berarti menjelaskan hadis kepada orang lain dengan menyebutkan mukhrijnya
, yaitu para perowi dalam sanad hadis. Misalnya, para ahi hadis mengatakan: هَذَا
الْحَدِيْثُ أَخْرِجُهُ البُخَارِيartinya Al-Bukhory
telah meriwayatkan dan menyebutkan tempat di keluarkannya secara independen.
2. Takhrij terkadang juga di sebut Ad-dalalah,
yang artinya menunjukkan kitab-kitab sumber hadis dan menisbatkannya dengan
cara menyebutkan para perowinya , yaitu para pengarang kitab sumber hadis
tersebut.
Dan adapun secara istilah takhrij di
definisikan sebagai berikut:
اَلدَّلَالَةُ عَلَى مَوْضعِ اْلحَدِيْثِ فِى مَصَادِرِهِ
اْلأَصْلِيّةِ اَلّتِى أَخْرَجَتْهُ بِسَنَدِهِ ثُمَّ بَيَانِ مُرْتَبَتِهِ عِنْدَ
اْلحَاجَةِ
Takhrij menurut istilah
adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis
tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika di perlukan.[1]Syuhudi
ismail mendefinisikannyadengan penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai
kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber
itu di kemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.[2]
B. Sejarah Takhrij Hadis
Penguasaan
para ulama para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga
mereka tidak merasa sulit jika di sebutkan suatu hadis untuk mengetahuinya
dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat bealajar sudah melemah, mereka
kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang di jadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu Syar’i.
Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada
sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya yang mengambil dari kitab-kitab
As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang
shahih atas yang dla’if[3].
Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “ Kutub At-Takhrij” adapun
beberapa buku-buku At-Takhrij di antaranya adalah:
1. Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab;
karya dari Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I. Adapun isi dari kitab ini
adalah bahasan mengenai Fiqih madzhab Asy-Syafi’I.
2. Takhrij Ahaadits Al-Mukhtasbar li ibni
Al-hajib, ini adalah karya dari Muhammad Abdul Hadi Al-Maqdisi.
3. Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li
Az-Zamakhsyari, ini adalah karya dari Al-Hafidh
Az-Zaila’I . Ibnu hajar juga menulis takhrij untuk kitab inidengan judul
Al-Kafi As-Syaafi fii Takhrij Ahaadits As-Syaafi.
4. Al-Mughni an Hamlil Assfar fil Asfaar fi
Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal Akhbar
, ini adalah arya dari Al-Husain Al-Iraqi.
5. At-Tlakhiisul Habiir fii Takhriji
Ahaaditsi Syarh Al-Wajis Al-kabir li Ar-Rafi’I
, ini adalah karya dari Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani.
C. Tujuan dan Manfaat Takhrij Al-Hadis
Dalam
proses penelitian hadis, takhrij merupakan kegiatan penting yang tidak boleh di
abaikan. Tanpa melakukan kegiatan takhrij, seorang peneliti hadisakan
kehilangan wawasan untuk mengetahui Eksistensi hadis dari berbagai sisi.
Sisi-sisi penting yang perlu di perhatikan seorang peneliti hadis dalam
hubungannya dengan takhrij ini meliputi kajian asal-usul riwayat suatu hadis,
dan siapa yang meriwayatkan suatu hadis tersebut, dan juga ada atau tidak
adanya caroborasi ( syahid dan muttabi’) dalam sanad hadis yang di teliti. [4]
Dengan demikian, tujuan dan manfaat takhrij al-hadis pada dasarnya adalah :
1. Takhrij memperkenelkan sumber-sumber
hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama yang
meriwayatkannya.
2. Takhrij dapat menambah pembendaharaan
sanad hadis-hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukinya. Semakin banyak
kitab-kitab asal yang memuat suatu hadis , semakin banyak pula pembendaharaan
yang kita miliki.
3. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad.
Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadis yang bnyak itu maka dapat di ketahui
bahwa apakah riwayat tersebut munqati’, mu’dhal dan lain-lain. Dengan demikian
pula dapat di ketahui apakah status riwayat tersebut shahih, atau dla’if dan
sebagainya.
4. Takhrij memperjelas hokum hadis dengan
banyaknya riwayatnya itu. Terkadang kita dapatkan suatu hadis dla’if melalui
riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan
kita akan dapat riwayat yang lain yang shahih. Hadis yang shahih itu
akan dapat mengangkat hukum hadis yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih
tinggi.
5. Dengan takhrij kita dapat mengetahui
pendapat para ulama mengenai hukum-hukum hadis.
6. Takhrij dapat memperjelas perawi yang
samar. Karena terkadang kita mendapati perawi yang belum ada kejelasan namanya,
seperti Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya Takhrij kemungkinan kita
akan dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7. Takhrij dapat menafikan pemakaian ”عَنْ” dalam periwayatan
hadis oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang
memakai kata yang jelas ketersambung sanadnya, maka periwayatan yang memakai ”عَنْ”tadi akan tampak
pula ketersambungan sanadnya.
8. Takhrij dapat menghilangkan hukum
”syadz” (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada
suatu hadis melalui perbandingan riwayat.
9. Takhrij dapat mengungkap hal-hal yang
terlupakan atau di ringkas oleh perawi.
10. Takhrij dapat mngungkap keragu-raguan
dan kekeliruan yang di alam seorang perawi.
D. Metode Takhrij Hadis
Dalam takhrij hadis terdapat
beberapa macam metode yang digunakan dalam proses meneliti dan mengeluarakn
suatu hadis yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut:
1. Metode pertama: Takhrij melalui lafal
pertama matan hadis
Penggunaan metode ini tergantung
pada lafal pertama matan Hadis. Berarti metode ini juga mengkodifikasikan
Hadis-hadis yang lafal pertamanya sesusai dengan uruan huruf-huruf hijaiyah,
seperti hadis-hadis yang huruf pertamanya ,اث,ت,ب dan seterusnya. Suatu keharusan bagi yang akan menggunakan
metode ini untuk mengetahui dengan pasti lafal-lafal pertama dari hadis-hadis
yang akan di carinya. Setelah itu ia mencari huruf pertamanya melalui
kitab-kitab takhrij yang di susun dengan metode ini[5],
demikian pula dengan huruf kedua dan seterusnya. Sebagai contoh hadis yang
berbunyi:
مَنْ
غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنّا
1) Langkah untuk mencarinya dengan
menggunakan metode ini adalah sebagai
berikut:
a. Lafal pertamanya dengan membukanya pada
bab (م).
b. Kemudian mencari huruf kadua (ن) setelah tersebut.
c. Huruf-huruf selanjutnya adalah ghain (غ) lalu syin (ش) serta nun (ن).
d. Dan begitu seterusnya sesuai dengan
urutan huruf-huruf hijaiyah pada lafal-lafal matan hadis.
2) Kelebihan dan kekurangan lafal pertama
Dengan menggunakan metode ini
kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan hadis-hadis yang di maksud, hanya
bila terdapat kelainan lafal pettama sedikitpun akan berakibat sulit menemukan
hadis sebagai contoh hadis yang berbunyi:
اِذَا
اَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخَلْقَهُ فَزَوَّجُوْهُ
Menurut bunyi hadis di attas ,
lafal pertamanya adalah اِذَا
اَتَاكُمْ
. Namun lafal yang kita ingat adalahلَواَتَاكُمْ, Tentunya akan
sulit menemukan hadistersebut karena adnya perbedaan lafal itu. Demikian pula
bila lafal yang kita ketahui berbunyi اِذَا
جَاءَكُمْ,
sekalipun semuanya satu pengertian[6].
3) Kitab-kitab yang menggunakan metode ini
Banyak sekali kitab –kitab takhrij
yang di karang dengan menggunakan metode ini, dalam bentuk besar maupun kecil.
Salah satunyasepertiImam suyuthi dengan Al-Jami’ al-Kabir-nya
yang mencakup hadis-hadis dalam jumlah yang banyak .Demikian pula dengan Al-Manawi
dengan Al-Jami’ Al-azhar-nya dan lain-lain. Beberapa kitab yang dapat di
gunakan dalam metode ini:
a) Kitab Al-Jaami’ As-Shaghiir
b) Kitab Faidh Al-Qadiir
c) Kitab Al-Fath Al-Kabiir
d) Kitab Al-Jaami’ Al-Jawaami’
2. Metode kedua: Takhrij melalui Kata-kata
dalam matan hadis
Metode ini tergantung kepada
kata-kata yang terdapat pada matan hadis, baik itu berupa isim (kata benda)
atau fi’il (kata kerja).Huruf-huruf tidak di gunakan dalam metode
ini.Hadis-hadis yang di cantumkan hanyalah bagian hadis.adapun Ulama-ulama yang
meriwayatkannya dan nama Kitab-kitab induknya di cantumkan di bawah potongan
hadis-hadisnya. Para penyusun kitab takhrij hadis menitik beratkan peletakan
hadis-hadisnya menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing (gharib) satu
kata, maka pencarian hadis akan semakin mudah dn efisien. Seperti hadis yang
berbunyi:
اِنَّ
النّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ طَعَامِ
اْلمُتَبَارِيَيْنِ اَنْ يُؤْكَلَ.
Sekalipun kat-kata yang di pergunakan dalam pencariannya
dalam hadis di atas banyak, seperti نَهَى ,طَعَامِ , يُؤْكَلَ, akan tetapi
sangat di anjurkan mencarinya melalui kata
اْلمُتَبَارِيَيْنِ . karena
kata tersebut sangat jarang sekali adanya. Menurut penelitian kata تَبَارىِdi
gunakan dalam kitab-kitab hadis yang Sembilan hanya dua kali[7].
1) Keistimewaan metode kedua
Metode
ini memiliki beberapa keistimewaan yaitu:
a. Metode ini mempercepat pencarian
hadis-hadis.
b. Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan
metode ini membatasi hadis-hadisnya dalam beberapa kitab induk dengan
menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman.
c. Memungkinkan pencarian hadis dengan kata
apa saja yang terdapat pada matan hadis.
2) Kekurangan metode kedua
Kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ini
antara lain:
a. Keharusan memiliki bahasa arab beserta
perangkat-perangkat ilmu yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk
mengembalikan setiap kata kuncinya kepada kata dasarnya. Pertama yang di cari
adalah kata dasar setiap kata. Seperti kata مُتَعَمِّدًا haruslah di cari
melalui kata عَمِدَ .
b. Metode ini tidak menyebutkan kalangan
perawi dari kalngan sahabat. Untuk mengetahui nama sahabat yang menerima hadis
Nabi SAW. Mengharuskan kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya
dengan kitab ini.
c. Terakadang suatu hadis tidak didpatkan
dengan suatu kata, sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata
yang lain.
3) Kitab-kitab yang di gunakan.
a. Al-Mu’jam Al-Mufarras.
b. Fihris Shahih Muslim.
c. Fihris Sunan Abi Daud.
3. Metode ketiga: takhrij melalui perawi
hadis pertama.
Metode takhrij yang ketiga ini berlandaskan pada
perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalngan sahabat bila
sanad hadisnya bersambung pada nabi (mustahil) atau dari kalangan tabiin bila
hadis itu mursal.Para penyusun kitab-kiab takhrij dengan metode ini
mencantumkan hadis-hadis yang di riwayatkan oleh setiap mereka (perawi
pertama), sahabat atau Tabiin. Sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih
dahulu perawi pertama setiap hadis yang akan kita takhrij melalui
kitab-kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam
kitab-kitab itu, dan kemudian mencari haidis yang kita inginkan di antara
hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertamanya itu. Bila kita telah
menemukannya, maka kita akan mengetahui pula ulama hadis yang meriwayatkannya [8] .
1) Kelebihan dan kekurangan metode ini.
Di
antara kelebihan-kelebihan yang di milikinya ialah:
a. Metode ini memperpendek kasa proses
takhrij dengan diperkenannya Ulama hadis yang meriwayatkannya beserta
kitab-ktabnya. Lain halnya dengan metode pertama yang memeperkenalkan perawinya
saja tanpa memperkenalkan pula kitabnya.
b. Metode ketiga ini memberikan manfaat
yang tidak sedikit, di antaranya memmberikan kesempatan melakukan persanad. Dan
juga faedah-faedah lainnya yang disebutkan oleh para penyusun kitab-kitab
takhrij padaa metode ketiga ini.
Dan di antara kekurangan-kekurangan yang dimilikinya
ialah:
a. Metode ini tidak dapat di gunakan dengan
baik tanpa mengetahui lebih dahulu perawi pertama hadis yang kita maksud.
b. Terdapatnya kesulitan-kesulitan mencari
Hadis diantara yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya. Hal ini karena
penyusunan hadis-hadisnya di antaranya didasarkan perawi-perawinya yang dapat
menyulitkan maksud tujuan.
2) Kitab-kitab yang di gunakan dalam metode
ini.
Pada garis besarnya kitab-kitab takhrij yang disusun
berdasarkan metode ketiga terbagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Kitab-kitab Al-Athraf
b. Kitab-kitab Musnad
4. Metode keepat:Takhrij melalui thema
hadis.
Takhrij
dengan metode ini bersandar pada pengenalan thema hadis.setelah kita
menentuknan hadis yang akan di takhrij, maka langkah selanjutnya ialah menyimpulkan thema hadis tersebut. Kemudian kita mencari
thema ini pada kitab-kitab yang digunakan pada metode ini. Kerap sekali suatu
hadis memiliki thema lebih dari satu sikap kita terhadap hadis seperti ini
mencarinya pada thema-thema yang di kandungnya [9] .
بُنِيَ
اْلاِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ اَنْ لَا اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُوْلُ اللهِ وَاِقَامِ الصّلاَةِ وَاِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجِّ
اْلبَيْتِ لِمَنِ اِسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا.
Hadis ini di cantumkan pada kitab Iman, Tauhid,
Shalat, Zakat, Puasa, dan Hajji.Untuk itu kita harus mencarinya pada
thema-thema ini, karena hadis di atas mengandung semuanya, agar tidak terjadi
kesalah fahaman antara kita dan penyusun.
a. Kelebihan dan kekurangan Metode keempat.
Di antara
kelebihan-kelebihan metode ini ialah:
1) Metode pengetahuan hadis tidak membutuhkan
pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadis, seperti keabsahan lafal pertamanya,
sebagaimana metode pertama, pengetahuan Bahasa Arab dengan perobahan-perobahan
katanya sebagaimana metode kedua. Yang dituntut oleh metode keempat ini ialah
pengetahuan akan kandungan hadis. hal ini logis kiranya dalam mempelajari
hadis-hadis [10]
.
2) Metode ini mendidik ketajaman pemahaman
hadis pada diri peneliti. Seorang peneliti setelah menggunakan metode ini
beberapa kali akan memiliki kemammpuan
yang tambah tehadap thema dan maksud hadis yang merupakan fiqh hadis.
3) Metode ini juga memperkenalkan kepada
peneliti maksud hadis yang di carinya dan hadis-hadis yang senada dengannya.
Ini tantunya akanmenambah kesemangatan dan membantu memperdalam
permasalahan.
Di antara kekurangan-kekurangan metode ini ialah :
1) Terkadang kandungan hadis sulit di
simpulkan oleh seorang peneliti, hingga tidak dapat menetukan themanya. Sebagai
akibatnya dia tidak mungkin mengfungsikan metode ini.
2) Terkadan pula pemahaman peneiti tidak
sesui dengan pemahaman penyusun kitab, sebagai akibatanya penyusun kitab
meletakkan hadis pada posisi yang tidak di duga oleh peneliti tersebut. Contoh
ini banyak sekali, seperti hadis yang semula oleh peneliti di simpulkan sebagai hadis peperangan ternyata
oleh penyusun di letakkan pada hadis
tafsir.
Kendati demikian,
kedua kekurangan ini akan sirna dengan sendirinya dengan memperbanyak
menelaah kitab-kitab hadis. penelaahan yang berulang-ulang akan menimbulkan
pengetahuan tentang metode para ulama’ dan tata letak thema hadis.
b. Kitab-kitab yang digunakan dalam metode
ini.
Kitab yang di gunakan dalam metode ini sangat
banyak, hanya yang perlu diketahui bahwa setiap kitab yang hadis-hadisnya yang
disusun berdasar thema-thema berarti kitab tersebut termasuk dalam kategori
metode ini. Untuk memepermudah pemahaman dan pengenalan penulis
mengelompokkannya pada beberapa kelompok tanpa memberikan komentar, karena di
luar kebutuhan [11]
.
1) Kitab-kitab hadis secara umum, seperti:
v Kanzul Ummal Fii Sunanil Aqwal wal Af’al.
v Muntakhobu Kanzi Al-Ummal.
2) Kitab-kitab Hadis dari beberapa kitab
tertentu, seperti:
v Miftaahu Kunuuzi As-Sunnati.
v Al-Mu’ni An Hamli Al-Asfar.
5. Metode kelima: Takhrij Berdasarkan
Status Hadis.
Bila
kita akan mentakhrij suatu hadis , maka kita dapat melakukannya dengan salah
satu metode dari yang telah kita paparkan sebelumnya. Namun metode kelima ini
mengetengahkan suatu hal yang baru berkernaan dengan dengan upaya upaya para
ulama yang telah menyusun kumpulan
hadis-hadis berdasarkan status hadis. kitab-kitab sejenis ini sangat membantu
sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya , seperti hadis-hadis
mursal dan lain sebagainya.dengan membuka kitab seperti ini bearti kita telah
melakukan apa yang di namakan dengan Takhrij[12].
a. Kelebihan dan kekurangan metode ini
Di antara kelebihan metode ini ialah:
v Dapat memudahkan proses takhrij, hal ini
memungkinkan karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam suatu karya
tulis berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan
pemikiran yang lebih rumit.
Dan adapu kekurangan dari metode ini ialah:
v Hanya metode ini cakupannya sangat
terbatas karena sedikitnya hadis-hadis yang dimuat tersebut. Hal ini akan
tampak lebih jelas lagi ketika berbicara mengenai masing-masing kitabnya.
b. Kitab-kitab yang digunakan dalam metode
ini.
Adapun kitab-kita yang di gunakan dalam metode ini
di sesuaikan terhadap hadis yang akan di Takhrij, seperti:
1)
Sekitar
Hadis-hadis Mutawatir, seperti:
v Al-Azhar al-Mutanaatsirah Fi al-Akhbaar al-Mutaawatirah.
2)
Sekitar
Hadis-hadis Qudsi, seperti:
v Al-ittifaath
as-Saniyah Fi Al-Ahaadis al-Qudsiyah.
3)
Sekitar
Hadis-hadis Masyhur, seperti:
v Al-Maqasid al-Hasanah
v Kasyful Khafa
6. Metode keenam: Takhrij melalui shahabat
perawi hadis.
Metode ini digunakan ketika nama shahabat tersebut
di sebut pada sebuah hadis yang hendak di tahkrij .jika nma shahabat tidak di
sebut pada hadis , dan tidak mungkin mengetahuinya , metode ini tidak dapat di
gunakan . kjika nma shahabat tersebut di sebut pada hadis, atau kita mengetahuinya
dengan jalan tertentu , lalu kita tetapkan langkah-langkah mentakhrijnya setelah
mengetahui shabhat perawinya[13].
Untuk hal ini kita memerlukan tiga macam kitab:
1)
Al-Masaanid
(Musnad-musnad)
2)
Al-Muaajim
(Mu’jam-mu’jam)
3)
Kutub
Al-Athrof.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang dapat kami tarik dari pemaparan materi tentang Takhrij hadis
melalui makalah yang telah kami buat ini adalah :
1. Definisi Takhrij Hadis ialah:
Kata “Takhrij(تَخْرِيْجُ)
” menurut bahasa berasal dari kata
kharaja(خَرَّجَ) yang berarti
tampak atau jelas .sedangkn menurut istilah ialah :
اَلدَّلَالَةُ
عَلَى مَوْضعِ اْلحَدِيْثِ فِى مَصَادِرِهِ اْلأَصْلِيّةِ اَلّتِى أَخْرَجَتْهُ بِسَنَدِهِ
ثُمَّ بَيَانِ مُرْتَبَتِهِ عِنْدَ اْلحَاجَةِ
Takhrij menurut istilah
adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan
hadis tersebut dengan sanadnya dan
mejelaskan derajatnya ketika di perlukan.[14]Syuhudi
ismail mendefinisikannya dengan penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai
kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber
itu di kemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.[15]
2. Penguasaan para ulama para ulama
terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak
merasa sulit jika di sebutkan suatu hadis untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab
As-Sunnah. Ketika semangat bealajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk
mengetahui tempat-tempat hadis yang di jadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu Syar’i.
Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada
sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya yang mengambil dari kitab-kitab
As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang
shahih atas yang dla’if [16].
Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “ Kutub At-Takhrij ” adapun
beberapa buku-buku At-Takhrij di antaranya adalah:
a. Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab;
karya dari Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I. Adapun isi dari kitab ini
adalah bahasan mengenai Fiqih madzhab Asy-Syafi’I.
b. Takhrij Ahaadits Al-Mukhtasbar li ibni
Al-hajib, ini adalah karya dari Muhammad Abdul Hadi Al-Maqdisi.
3. Sisi-sisi penting yang perlu di
perhatikan seorang peneliti hadis dalam hubungannya dengan takhrij ini meliputi
kajian asal-usul riwayat suatu hadis, dan siapa yang meriwayatkan suatu hadis
tersebut, dan juga ada atau tidak adanya caroborasi ( syahid dan muttabi’)
dalam sanad hadis yang di teliti. [17]
Dengan demikian, tujuan dan manfaat takhrij al-hadis pada dasarnya adalah :
a. Takhrij memperkenelkan sumber-sumber
hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama yang
meriwayatkannya.
b. Takhrij dapat menambah pembendaharaan
sanad hadis-hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukinya. Semakin banyak
kitab-kitab asal yang memuat suatu hadis , semakin banyak pula pembendaharaan
yang kita miliki.
c. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad.
Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadis yang bnyak itu maka dapat di ketahui
bahwa apakah riwayat tersebut munqati’, mu’dhal dan lain-lain. Dengan demikian
pula dapat di ketahui apakah status riwayat tersebut shahih, atau dla’if dan
sebagainya.
4. Ada enam metode yang di gunakan dalam
proses Takhrij Hadis yaitu :
a. Takhrij melalui lafal pertama matan
hadis.
b. Takhrij melalui Kata-kata dalam matan
hadis.
c. Takhrij melalui perawi hadis pertama.
d. Takhrij melalui thema hadis.
e. Takhrij Berdasarkan Status Hadis.
f. Takhrij melalui shahabat perawi hadis.
DAFTAR PUSTAKA
Thohhan, Prof. Dr. Mahmud. 1995 . Ushulu At-Takhrij
Wa Dirasah Ai-Asaanid. Terj. Ridwan Nasir Surabaya : Bina Ilmu
_________. 1992 . Metodologi penelitian
Hadis Nabi .Jakarta : Bulan Bintang
Zarkasih, Dr .2011 . Pengantar Studi
Hadis .Yogyakarta : Aswaja Pressindo
Abdul Mahdi bin abdul qadir bin abdul hadi, Abu
Muhammad. 1994 . Metode Takhrij Hadis .Semarang : Dina Utama Semarang.
Thohhan, Prof. Dr. Mahmud .1995 . Dasar-dasar Ilmu
Takhrij dan Studi SanadSemarang : Dina Utama Semarang
1Mahmud thohhan, Ushulu
at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, terj. Ridwan Nasir (Surabaya: Bina
Ilmu, 1995) hlm. 3
2
___________ . Metodologi
Penelitian Hadis Nabi.(Jakarta : Bulan Bintang, 1992) Hlm.
43.
[3]
Dr.Zarkasih,M.Ag. Pengantar Studi Hadis, (Yogyakarta:Aswaja Pressindo,
2011) hlm. 138.
[4]Dr.
Zarkasih, Pengantar Study…… , hlm. 139.
[5]Abu
Muhammad abdul Mahdi, Metode takhrij Hadis,(Semarang : Dina Utama
Semarang,1994) hlm. 17.
[6] Abbu
Muhammad abdul Mahdi ,Metode Takhrij…………. hlm. 18.
[7]Abbu
Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 60.
[8]Abbu
Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 78.
[9]Abbu
Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 122.
[10]Abbu
Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 122.
[11]Abbu
Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 123.
[12]Abbu
Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 195.
[13]Mahmud
thohhan, Dasar-dasar Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad, (Semarang :Dina Utama
Semarang, 1995 ) hlm. 40.
1Mahmud thohhan, Ushulu
at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, terj. Ridwan Nasir (Surabaya: Bina Ilmu,
1995) hlm. 3
2 ___________ .
Metodologi
Penelitian Hadis Nabi.(Jakarta
: Bulan Bintang, 1992) Hlm. 43.
[16] Dr.Zarkasih,M.Ag. Pengantar
Studi Hadis, (Yogyakarta:Aswaja Pressindo, 2011) hlm. 138.
[17]Dr. Zarkasih, Pengantar
Study…… , hlm. 139.