Makalah Ulumul Hadist (Takhrij Hadis)



BAB I
PNDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sunnah atau hadis di yakini oleh kaum muslimin sebagai sumber pokok kedua ajaran islam setelah Alquran . Ia di pandang sebagai miftah Alquran atau kunci untuk memahami Alquran , sebab ia merupakan Eksplansi terhadap ayat-ayatAlquran yang masih bersifat umum, global, atau yang masih mutlak. Tiaklah belebihan apabila kemudian Imam Al-Auza’I mengatakan bahwa Alquran lebih mebutuhkan sunnah dari pada kebutuhan sunnah terhadap Alquran. Oleh karena itu , mempelajari sunnah nabi merupakan keniscayaan bagi setiap muslim supaya dapat melaksanakan ajaran-ajaran agama islam. Banyak sekali yang harus kaum muslimin ketahui dari pada bagian-bagian dalam hadis ini seperti halnya tentang Takhrijul Hadisyang sangat di butuhkan dalam melakukan penelitian terhadap sebuah hadis.Dalam proses penelitian hadis, tajhrij merupakan kegiatan penting yang tidak boleh di abaikan. Tanpa melakukan kegiatan takhrij, seorang peneliti hadis akan kehilangan wawasan untuk mengetahui eksistensi hadis dari berbagai sisi .begitulah pentingnya kaum muslimin mempelajari bagian ini agar tidak tersesat dalam meneliti hadis.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari Takhrij Hadis ?
2.      Bagaimana sejarah munculnya Takhrij Hadis ?
3.      Apa tujuan dan manfa’at adanya Takhrij Hadis ?
4.      Metode apa saja yang di gunakan dalam Takhrij Hadis ?


C.    Tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui apa definisi dari Takhrij Hadis.
2.      Untuk mengetahu bagaimana sejarah munculnya Takhrij Hadis.
3.      Untuk mengetahui tujuan dan manfaat Takhrij Hadis.
4.      Untuk mengetahui metode apa saja yang di gunakan dalam Takhrij Hadis.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Takhrij Hadis
Kata  Takhrij(تَخْرِيْجُ) ” menurut bahasa berasal dari kata kharaja(خَرَّجَ) yang berarti tampak atau jelas .
 Menurut ulama hadis, kata ini setidaknya mempunyai beberapa arti sebagai berikut :
1.      Kata tajhrij sinonim dengan kata ikhraj yang berarti menjelaskan hadis kepada orang lain dengan menyebutkan mukhrijnya , yaitu para perowi dalam sanad hadis. Misalnya, para ahi hadis mengatakan:   هَذَا الْحَدِيْثُ أَخْرِجُهُ البُخَارِيartinya Al-Bukhory telah meriwayatkan dan menyebutkan tempat di keluarkannya secara independen.
2.      Takhrij terkadang juga di sebut Ad-dalalah, yang artinya menunjukkan kitab-kitab sumber hadis dan menisbatkannya dengan cara menyebutkan para perowinya , yaitu para pengarang kitab sumber hadis tersebut.
           Dan adapun secara istilah takhrij di definisikan sebagai berikut:
اَلدَّلَالَةُ عَلَى مَوْضعِ اْلحَدِيْثِ فِى مَصَادِرِهِ اْلأَصْلِيّةِ اَلّتِى أَخْرَجَتْهُ بِسَنَدِهِ ثُمَّ بَيَانِ مُرْتَبَتِهِ عِنْدَ اْلحَاجَةِ
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika di perlukan.[1]Syuhudi ismail mendefinisikannyadengan penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu di kemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.[2]

B.     Sejarah Takhrij Hadis
Penguasaan para ulama para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika di sebutkan suatu hadis untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat bealajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang di jadikan sebagai  rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu Syar’i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya yang mengambil dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla’if[3]. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “ Kutub At-Takhrij” adapun beberapa buku-buku At-Takhrij di antaranya adalah:
1.      Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya dari Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I. Adapun isi dari kitab ini adalah bahasan mengenai Fiqih madzhab Asy-Syafi’I.
2.      Takhrij Ahaadits Al-Mukhtasbar li ibni Al-hajib, ini adalah  karya dari Muhammad Abdul Hadi Al-Maqdisi.
3.      Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari, ini adalah karya dari Al-Hafidh Az-Zaila’I . Ibnu hajar juga menulis takhrij untuk kitab inidengan judul Al-Kafi As-Syaafi fii Takhrij Ahaadits As-Syaafi.
4.      Al-Mughni an Hamlil Assfar fil Asfaar fi Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal Akhbar , ini adalah arya dari Al-Husain Al-Iraqi.
5.      At-Tlakhiisul Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajis Al-kabir li Ar-Rafi’I , ini adalah karya dari Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani.

C.    Tujuan dan Manfaat Takhrij Al-Hadis
Dalam proses penelitian hadis, takhrij merupakan kegiatan penting yang tidak boleh di abaikan. Tanpa melakukan kegiatan takhrij, seorang peneliti hadisakan kehilangan wawasan untuk mengetahui Eksistensi hadis dari berbagai sisi. Sisi-sisi penting yang perlu di perhatikan seorang peneliti hadis dalam hubungannya dengan takhrij ini meliputi kajian asal-usul riwayat suatu hadis, dan siapa yang meriwayatkan suatu hadis tersebut, dan juga ada atau tidak adanya caroborasi ( syahid dan muttabi’) dalam sanad hadis yang di teliti. [4] Dengan demikian, tujuan dan manfaat takhrij al-hadis pada dasarnya adalah :
1.      Takhrij memperkenelkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.
2.      Takhrij dapat menambah pembendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadis , semakin banyak pula pembendaharaan yang kita miliki.
3.      Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadis yang bnyak itu maka dapat di ketahui bahwa apakah riwayat tersebut munqati’, mu’dhal dan lain-lain. Dengan demikian pula dapat di ketahui apakah status riwayat tersebut shahih, atau dla’if dan sebagainya.
4.      Takhrij memperjelas hokum hadis dengan banyaknya riwayatnya itu. Terkadang kita dapatkan suatu hadis dla’if melalui riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan  kita akan dapat riwayat yang lain yang shahih. Hadis yang shahih itu akan dapat mengangkat hukum hadis yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
5.      Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat para ulama mengenai hukum-hukum hadis.
6.      Takhrij dapat memperjelas perawi yang samar. Karena terkadang kita mendapati perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti Muhammad, Khalid dan lain-lain. Dengan adanya Takhrij kemungkinan kita akan dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7.      Takhrij dapat menafikan pemakaian ”عَنْ” dalam periwayatan hadis oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas ketersambung sanadnya, maka periwayatan yang memakai ”عَنْ”tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.
8.      Takhrij dapat menghilangkan hukum ”syadz” (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadis melalui perbandingan riwayat.
9.      Takhrij dapat mengungkap hal-hal yang terlupakan atau di ringkas oleh perawi.
10.  Takhrij dapat mngungkap keragu-raguan dan kekeliruan yang di alam seorang perawi.

D.    Metode Takhrij Hadis
Dalam takhrij hadis terdapat beberapa macam metode yang digunakan dalam proses meneliti dan mengeluarakn suatu hadis yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut:


1.      Metode pertama: Takhrij melalui lafal pertama matan hadis
Penggunaan metode ini tergantung pada lafal pertama matan Hadis. Berarti metode ini juga mengkodifikasikan Hadis-hadis yang lafal pertamanya sesusai dengan uruan huruf-huruf hijaiyah, seperti hadis-hadis yang huruf pertamanya ,اث,ت,ب dan seterusnya. Suatu keharusan bagi yang akan menggunakan metode ini untuk mengetahui dengan pasti lafal-lafal pertama dari hadis-hadis yang akan di carinya. Setelah itu ia mencari huruf pertamanya melalui kitab-kitab takhrij yang di susun dengan metode ini[5], demikian pula dengan huruf kedua dan seterusnya. Sebagai contoh hadis yang berbunyi:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنّا
1)      Langkah untuk mencarinya dengan menggunakan  metode ini adalah sebagai berikut:
a.       Lafal pertamanya dengan membukanya pada bab (م).
b.      Kemudian mencari huruf kadua (ن) setelah tersebut.
c.       Huruf-huruf selanjutnya adalah ghain (غ) lalu syin (ش) serta nun (ن).
d.      Dan begitu seterusnya sesuai dengan urutan huruf-huruf hijaiyah pada lafal-lafal matan hadis.
2)      Kelebihan dan kekurangan lafal pertama
Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan hadis-hadis yang di maksud, hanya bila terdapat kelainan lafal pettama sedikitpun akan berakibat sulit menemukan hadis sebagai contoh hadis yang berbunyi:

اِذَا اَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخَلْقَهُ فَزَوَّجُوْهُ
Menurut bunyi hadis di attas , lafal pertamanya  adalah  اِذَا اَتَاكُمْ . Namun lafal yang kita ingat adalahلَواَتَاكُمْ, Tentunya akan sulit menemukan hadistersebut karena adnya perbedaan lafal itu. Demikian pula bila lafal yang kita ketahui berbunyi  اِذَا جَاءَكُمْ, sekalipun semuanya satu pengertian[6].
3)      Kitab-kitab yang menggunakan metode ini
Banyak sekali kitab –kitab takhrij yang di karang dengan menggunakan metode ini, dalam bentuk besar maupun kecil. Salah satunyasepertiImam suyuthi dengan Al-Jami’ al-Kabir-nya yang mencakup hadis-hadis dalam jumlah yang banyak .Demikian pula dengan Al-Manawi dengan Al-Jami’ Al-azhar-nya dan lain-lain. Beberapa kitab yang dapat di gunakan dalam metode ini:
a)      Kitab Al-Jaami’ As-Shaghiir
b)      Kitab Faidh Al-Qadiir
c)      Kitab Al-Fath Al-Kabiir
d)     Kitab Al-Jaami’ Al-Jawaami’

2.      Metode kedua: Takhrij melalui Kata-kata dalam matan hadis
Metode ini tergantung kepada kata-kata yang terdapat pada matan hadis, baik itu berupa isim (kata benda) atau fi’il (kata kerja).Huruf-huruf tidak di gunakan dalam metode ini.Hadis-hadis yang di cantumkan hanyalah bagian hadis.adapun Ulama-ulama yang meriwayatkannya dan nama Kitab-kitab induknya di cantumkan di bawah potongan hadis-hadisnya. Para penyusun kitab takhrij hadis menitik beratkan peletakan hadis-hadisnya menurut lafal-lafal yang asing. Semakin asing (gharib) satu kata, maka pencarian hadis akan semakin mudah dn efisien. Seperti hadis yang berbunyi:
اِنَّ النّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ طَعَامِ اْلمُتَبَارِيَيْنِ اَنْ يُؤْكَلَ.
Sekalipun kat-kata yang di pergunakan dalam pencariannya dalam hadis di atas banyak, seperti نَهَى ,طَعَامِ , يُؤْكَلَ, akan tetapi sangat di anjurkan mencarinya melalui kata  اْلمُتَبَارِيَيْنِ . karena kata tersebut sangat jarang sekali adanya. Menurut penelitian kata تَبَارىِdi gunakan dalam kitab-kitab hadis yang Sembilan hanya dua kali[7].
1)      Keistimewaan metode kedua
             Metode ini memiliki beberapa keistimewaan yaitu:
a.       Metode ini mempercepat pencarian hadis-hadis.
b.      Para penyusun kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadis-hadisnya dalam beberapa kitab induk dengan menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman.
c.       Memungkinkan pencarian hadis dengan kata apa saja yang terdapat pada matan hadis.
2)      Kekurangan metode kedua
Kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ini antara lain:
a.       Keharusan memiliki bahasa arab beserta perangkat-perangkat ilmu yang memadai. Karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata kuncinya kepada kata dasarnya. Pertama yang di cari adalah kata dasar setiap kata. Seperti kata مُتَعَمِّدًا haruslah di cari melalui kata عَمِدَ .
b.      Metode ini tidak menyebutkan kalangan perawi dari kalngan sahabat. Untuk mengetahui nama sahabat yang menerima hadis Nabi SAW. Mengharuskan kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya dengan kitab ini.
c.       Terakadang suatu hadis tidak didpatkan dengan suatu kata, sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata yang lain.
3)       Kitab-kitab yang di gunakan.
a.       Al-Mu’jam Al-Mufarras.
b.      Fihris Shahih Muslim.
c.       Fihris Sunan Abi Daud.
3.      Metode ketiga: takhrij melalui perawi hadis pertama.
Metode takhrij yang ketiga ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi tersebut dari kalngan sahabat bila sanad hadisnya bersambung pada nabi (mustahil) atau dari kalangan tabiin bila hadis itu mursal.Para penyusun kitab-kiab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang di riwayatkan oleh setiap mereka (perawi pertama), sahabat atau Tabiin. Sebagai langkah pertama ialah mengenal terlebih dahulu perawi pertama setiap hadis yang akan kita takhrij melalui kitab-kitabnya. Langkah selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam kitab-kitab itu, dan kemudian mencari haidis yang kita inginkan di antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertamanya itu. Bila kita telah menemukannya, maka kita akan mengetahui pula ulama hadis yang meriwayatkannya [8] .
1)      Kelebihan dan kekurangan metode ini.
       Di antara kelebihan-kelebihan yang di milikinya ialah:
a.       Metode ini memperpendek kasa proses takhrij dengan diperkenannya Ulama hadis yang meriwayatkannya beserta kitab-ktabnya. Lain halnya dengan metode pertama yang memeperkenalkan perawinya saja tanpa memperkenalkan pula kitabnya.
b.      Metode ketiga ini memberikan manfaat yang tidak sedikit, di antaranya memmberikan kesempatan melakukan persanad. Dan juga faedah-faedah lainnya yang disebutkan oleh para penyusun kitab-kitab takhrij padaa metode ketiga ini.
Dan di antara kekurangan-kekurangan yang dimilikinya ialah:
a.       Metode ini tidak dapat di gunakan dengan baik tanpa mengetahui lebih dahulu perawi pertama hadis yang kita maksud.
b.      Terdapatnya kesulitan-kesulitan mencari Hadis diantara yang tertera dibawah setiap perawi pertamanya. Hal ini karena penyusunan hadis-hadisnya di antaranya didasarkan perawi-perawinya yang dapat menyulitkan maksud tujuan.
2)      Kitab-kitab yang di gunakan dalam metode ini.
Pada garis besarnya kitab-kitab takhrij yang disusun berdasarkan metode ketiga terbagi menjadi dua bagian yaitu:
a.       Kitab-kitab Al-Athraf
b.      Kitab-kitab Musnad

4.      Metode keepat:Takhrij melalui thema hadis.
                   Takhrij dengan metode ini bersandar pada pengenalan thema hadis.setelah kita menentuknan hadis yang akan di takhrij, maka langkah selanjutnya  ialah menyimpulkan  thema hadis tersebut. Kemudian kita mencari thema ini pada kitab-kitab yang digunakan pada metode ini. Kerap sekali suatu hadis memiliki thema lebih dari satu sikap kita terhadap hadis seperti ini mencarinya pada thema-thema yang di kandungnya [9] .
بُنِيَ اْلاِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ اَنْ لَا اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَاِقَامِ الصّلاَةِ وَاِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجِّ اْلبَيْتِ لِمَنِ اِسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا.
Hadis ini di cantumkan pada kitab Iman, Tauhid, Shalat, Zakat, Puasa, dan Hajji.Untuk itu kita harus mencarinya pada thema-thema ini, karena hadis di atas mengandung semuanya, agar tidak terjadi kesalah fahaman antara kita dan penyusun.
a.       Kelebihan dan kekurangan Metode keempat.
Di antara kelebihan-kelebihan metode ini ialah:
1)      Metode pengetahuan hadis tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain di luar hadis, seperti keabsahan lafal pertamanya, sebagaimana metode pertama, pengetahuan Bahasa Arab dengan perobahan-perobahan katanya sebagaimana metode kedua. Yang dituntut oleh metode keempat ini ialah pengetahuan akan kandungan hadis. hal ini logis kiranya dalam mempelajari hadis-hadis [10] .
2)      Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadis pada diri peneliti. Seorang peneliti setelah menggunakan metode ini beberapa kali akan memiliki kemammpuan  yang tambah tehadap thema dan maksud hadis yang merupakan fiqh hadis.
3)      Metode ini juga memperkenalkan kepada peneliti maksud hadis yang di carinya dan hadis-hadis yang senada dengannya. Ini tantunya akanmenambah kesemangatan dan membantu memperdalam permasalahan. 
Di antara kekurangan-kekurangan metode ini ialah :
1)      Terkadang kandungan hadis sulit di simpulkan oleh seorang peneliti, hingga tidak dapat menetukan themanya. Sebagai akibatnya dia tidak mungkin mengfungsikan metode ini.
2)      Terkadan pula pemahaman peneiti tidak sesui dengan pemahaman penyusun kitab, sebagai akibatanya penyusun kitab meletakkan hadis pada posisi yang tidak di duga oleh peneliti tersebut. Contoh ini banyak sekali, seperti hadis yang semula oleh peneliti  di simpulkan sebagai hadis peperangan ternyata oleh penyusun  di letakkan pada hadis tafsir.
Kendati demikian,  kedua kekurangan ini akan sirna dengan sendirinya dengan memperbanyak menelaah kitab-kitab hadis. penelaahan yang berulang-ulang akan menimbulkan pengetahuan tentang metode para ulama’ dan tata letak thema hadis.
b.      Kitab-kitab yang digunakan dalam metode ini.
Kitab yang di gunakan dalam metode ini sangat banyak, hanya yang perlu diketahui bahwa setiap kitab yang hadis-hadisnya yang disusun berdasar thema-thema berarti kitab tersebut termasuk dalam kategori metode ini. Untuk memepermudah pemahaman dan pengenalan penulis mengelompokkannya pada beberapa kelompok tanpa memberikan komentar, karena di luar kebutuhan [11] .
1)      Kitab-kitab hadis secara umum, seperti:
v  Kanzul Ummal Fii Sunanil Aqwal wal Af’al.
v  Muntakhobu Kanzi Al-Ummal.
2)      Kitab-kitab Hadis dari beberapa kitab tertentu, seperti:
v  Miftaahu Kunuuzi As-Sunnati.
v  Al-Mu’ni An Hamli Al-Asfar.

5.      Metode kelima: Takhrij Berdasarkan Status Hadis.
                   Bila kita akan mentakhrij suatu hadis , maka kita dapat melakukannya dengan salah satu metode dari yang telah kita paparkan sebelumnya. Namun metode kelima ini mengetengahkan suatu hal yang baru berkernaan dengan dengan upaya upaya para ulama yang telah  menyusun kumpulan hadis-hadis berdasarkan status hadis. kitab-kitab sejenis ini sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis berdasarkan statusnya , seperti hadis-hadis mursal dan lain sebagainya.dengan membuka kitab seperti ini bearti kita telah melakukan apa yang di namakan dengan Takhrij[12].
a.       Kelebihan dan kekurangan metode ini
Di antara kelebihan metode ini ialah:
v  Dapat memudahkan proses takhrij, hal ini memungkinkan karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.
Dan adapu kekurangan dari metode ini ialah:
v  Hanya metode ini cakupannya sangat terbatas karena sedikitnya hadis-hadis yang dimuat tersebut. Hal ini akan tampak lebih jelas lagi ketika berbicara mengenai masing-masing kitabnya.


b.      Kitab-kitab yang digunakan dalam metode ini.
Adapun kitab-kita yang di gunakan dalam metode ini di sesuaikan terhadap hadis yang akan di Takhrij, seperti:
                                                        1)            Sekitar Hadis-hadis Mutawatir, seperti:
v  Al-Azhar al-Mutanaatsirah Fi al-Akhbaar al-Mutaawatirah.
                                                        2)            Sekitar Hadis-hadis Qudsi, seperti:
v  Al-ittifaath as-Saniyah Fi Al-Ahaadis al-Qudsiyah.
                                                        3)            Sekitar Hadis-hadis Masyhur, seperti:
v  Al-Maqasid al-Hasanah
v  Kasyful Khafa

6.      Metode keenam: Takhrij melalui shahabat perawi hadis.
Metode ini digunakan ketika nama shahabat tersebut di sebut pada sebuah hadis yang hendak di tahkrij .jika nma shahabat tidak di sebut pada hadis , dan tidak mungkin mengetahuinya , metode ini tidak dapat di gunakan . kjika nma shahabat tersebut di sebut pada hadis, atau kita mengetahuinya dengan jalan tertentu , lalu kita tetapkan langkah-langkah mentakhrijnya setelah mengetahui shabhat perawinya[13]. Untuk hal ini kita memerlukan tiga macam kitab:
                                              1)            Al-Masaanid (Musnad-musnad)
                                              2)            Al-Muaajim (Mu’jam-mu’jam)
                                              3)            Kutub Al-Athrof.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik dari pemaparan materi tentang Takhrij hadis melalui makalah yang telah kami buat ini adalah :
1.      Definisi Takhrij Hadis ialah:
Kata  Takhrij(تَخْرِيْجُ)  menurut bahasa berasal dari kata kharaja(خَرَّجَ) yang berarti tampak atau jelas .sedangkn menurut istilah ialah :
اَلدَّلَالَةُ عَلَى مَوْضعِ اْلحَدِيْثِ فِى مَصَادِرِهِ اْلأَصْلِيّةِ اَلّتِى أَخْرَجَتْهُ بِسَنَدِهِ ثُمَّ بَيَانِ مُرْتَبَتِهِ عِنْدَ اْلحَاجَةِ
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadis pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadis     tersebut dengan sanadnya dan mejelaskan derajatnya ketika di perlukan.[14]Syuhudi ismail mendefinisikannya dengan penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu di kemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.[15]
2.      Penguasaan para ulama para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika di sebutkan suatu hadis untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat bealajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadis yang di jadikan sebagai  rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu Syar’i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadis-hadis yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya yang mengambil dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla’if [16]. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “ Kutub At-Takhrij ” adapun beberapa buku-buku At-Takhrij di antaranya adalah:
a.       Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya dari Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I. Adapun isi dari kitab ini adalah bahasan mengenai Fiqih madzhab Asy-Syafi’I.
b.      Takhrij Ahaadits Al-Mukhtasbar li ibni Al-hajib, ini adalah  karya dari Muhammad Abdul Hadi Al-Maqdisi.
3.      Sisi-sisi penting yang perlu di perhatikan seorang peneliti hadis dalam hubungannya dengan takhrij ini meliputi kajian asal-usul riwayat suatu hadis, dan siapa yang meriwayatkan suatu hadis tersebut, dan juga ada atau tidak adanya caroborasi ( syahid dan muttabi’) dalam sanad hadis yang di teliti. [17] Dengan demikian, tujuan dan manfaat takhrij al-hadis pada dasarnya adalah :
a.       Takhrij memperkenelkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.
b.      Takhrij dapat menambah pembendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitab-kitab yang di tunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadis , semakin banyak pula pembendaharaan yang kita miliki.
c.       Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat-riwayat hadis yang bnyak itu maka dapat di ketahui bahwa apakah riwayat tersebut munqati’, mu’dhal dan lain-lain. Dengan demikian pula dapat di ketahui apakah status riwayat tersebut shahih, atau dla’if dan sebagainya.


4.      Ada enam metode yang di gunakan dalam proses Takhrij Hadis yaitu : 
a.       Takhrij melalui lafal pertama matan hadis.
b.      Takhrij melalui Kata-kata dalam matan hadis.
c.       Takhrij melalui perawi hadis pertama.
d.      Takhrij melalui thema hadis.
e.       Takhrij Berdasarkan Status Hadis.
f.       Takhrij melalui shahabat perawi hadis.




DAFTAR PUSTAKA

Thohhan, Prof. Dr. Mahmud. 1995 . Ushulu At-Takhrij Wa Dirasah Ai-Asaanid. Terj. Ridwan Nasir Surabaya : Bina Ilmu

_________. 1992 . Metodologi penelitian Hadis Nabi .Jakarta : Bulan Bintang

Zarkasih, Dr .2011 . Pengantar Studi Hadis .Yogyakarta : Aswaja Pressindo

Abdul Mahdi bin abdul qadir bin abdul hadi, Abu Muhammad. 1994 . Metode Takhrij Hadis .Semarang : Dina Utama Semarang.

Thohhan, Prof. Dr. Mahmud .1995 . Dasar-dasar Ilmu Takhrij dan Studi SanadSemarang : Dina Utama Semarang





1Mahmud thohhan, Ushulu at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, terj. Ridwan Nasir (Surabaya: Bina Ilmu,   1995) hlm. 3
2  ___________ .  Metodologi Penelitian Hadis Nabi.(Jakarta : Bulan Bintang, 1992) Hlm. 43.

[3] Dr.Zarkasih,M.Ag. Pengantar Studi Hadis, (Yogyakarta:Aswaja Pressindo, 2011) hlm. 138.
[4]Dr. Zarkasih, Pengantar Study…… , hlm. 139.

[5]Abu Muhammad abdul Mahdi, Metode takhrij Hadis,(Semarang : Dina Utama Semarang,1994) hlm. 17.
[6] Abbu Muhammad abdul Mahdi ,Metode Takhrij…………. hlm. 18.
[7]Abbu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 60.
[8]Abbu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 78.
[9]Abbu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm. 122.

[10]Abbu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm.  122.
[11]Abbu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm.  123.
[12]Abbu Muhammad Abdul Mahdi, Metode Takhrij………. hlm.  195.
[13]Mahmud thohhan, Dasar-dasar Ilmu Takhrij Dan Studi Sanad, (Semarang :Dina Utama Semarang, 1995 ) hlm. 40.
1Mahmud thohhan, Ushulu at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, terj. Ridwan Nasir (Surabaya: Bina Ilmu, 1995) hlm. 3
2  ___________ .  Metodologi Penelitian Hadis Nabi.(Jakarta : Bulan Bintang, 1992) Hlm. 43.

[16] Dr.Zarkasih,M.Ag. Pengantar Studi Hadis, (Yogyakarta:Aswaja Pressindo, 2011) hlm. 138.
[17]Dr. Zarkasih, Pengantar Study…… , hlm. 139.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel