Tujuan ibadah


Nama               : Maueidatul Hasanah
NIM                : T20159023
Materi              : Fiqih
Dosen              : Dra. Hj. Busriyanti, M.Ag
 
 



1.    Tujuan ibadah adalah hanya untuk mendapatkan ridho-Nya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan hakikat ibadah adalah menghamba kepada Allah.
2.    Setelah membaca dan memahami artikel tentang Prof. Dr. Aminah Wadud yang menjadi imam dan khatib Jum’at pada tanggal 18 Maret 2005 di Synod House, gereja Katedral St. John, milik keuskupan di Manhattan, New York adalah tidah sah. Jumhur Ulama juga sepakat mengatakan tidak sah. Amina Wadud dan para pengikutnya setidaknya telah mengakukan 4 kesalahan fatal dalam pelaksanaan shalat jama’ah:
a.    Wanita menjadi imam dan khoatib jum’at bagi laki-laki.
b.    Terjadi campur aduk antara laki-laki dan perempuan dalam shof.
c.    Muadzinnya seorang perempuan yang tidak pakai jilbab.
d.   Shalat tersebut di lakukan di sebuah gereja.
Hukum seorang wanita menjadi imam bagi laki-laki adalah tidak sah. Jumhur Ulama pun mengatakan demikian. Hal ini berkaitan dengan hadirts:
Dalil pertama:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء
آخرها وشرها أولها.
“Sebaik-baik shof laki-laki adalah paling awal, dan sejelek-jeleknya adalah shof yang terakhir. Dan sebaik-baik shof perempuan adalah paling terakhir, sedang sejelek-jeleknya adalah yang palin awal.” (HR. Muslim).
Hadist di atas menunjukkan bahwa perempuan yang menjadi imam shalat untuk laki-laki berarti telah meletakkan dirinya pada shof yang paling jelek, bahkan para ulama menyatakan jika shof laki-laki sejajar dengan shof perempuan, maka tidak sah shalatnya, apalagi kalau berdiri di depan laki-laki.
Dalil kedua:
أخروهن من حيث أخرهن الله سبحانه
”Akhirkanlah mereka (perempuan) dalam shof, sebagaimana Allah mengakhirkan mereka”.
Imam Mawardi mengatakan, jika diwajibkan untuk mengakhirkan mereka (perempuan), maka haram hukumnya menjadikan mereka (perempuan) imam.
Dalil ketiga:
لا تؤمن امرأة رجلا
“Janganlah seorang perempuan menjadi imam shalat bagi laki-laki “.
Dalil Keempat : Diriwayatkan dari Amru bin Syu’aib dan Qatadah, bahwa jika seorang laki-laki tidak pandai membaca Al-Qur’an sedang dibelakangnya ada seorang perempuan yang pandai membaca Al-Qur’a , maka laki-laki tersebut tetap menjadi imam, tetapi perempuannya yang membaca. Jika laki-laki tadi ruku’ atau sujud, maka perempuan tersebut harus mengikutinya. ( Diriwayatkan oleh Abdur Rozaq di Al-Mushonaf ).
Dalil Kelima : Seandainya seorang perempuan dibolehkan menjadi imam laki-laki, tentunya akan ada riwayat, walaupun hanya satu yang menyatakan hal itu, akan tetapi tidak ada satu riwayatpun yang menceritakan bahwa perempuan pada zaman dahulu menjadi imam laki-laki dalam shalat.
Dalil Keenam : Perempuan adalah aurat. Jika ia di depan dan menjadi iman shalat, maka akan menimbulkan fitnah dan mengganggu kekhusukan shalat laki-laki. Makanya perempuan diperintahkan untuk menepuk tangan jika menegur imam yang salah, karena khawatir suaranya akan membuat fitnah bagi laki-laki.
Dalil Ketujuh : Imam shalat merupakan salah satu bentuk ”wilayah”, sedang perempuan bukanlah ahli dalam memegang ”wilayat” sebagaimana tidak diperbolehkan memegang jabatan kepala negara dan tidak boleh menjadi wali dalam pernikahan.
Dalil Kedelapan : Perempuan yang menjadi imam shalat bagi laki-laki adalah sesuatu yang menyalahi kaidah dan ajaran universial Islam. Dalam banyak tempat Islam telah meletakkan aturan-aturan khusus untuk perempuan yang tidak bisa diterapkan pada laki-laki, begitu juga sebaliknya. Maka usaha untuk mencampuradukkan atau menyamaratakan hak-hak laki-laki dan perempuan dalam segala hal merupakan usaha yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Jadi sudah sangat jelas bagaimana hukum seorang perempuan jika menjadi imam bagi kali-laki. Meskipun dia satu-satunya laki-laki yang ada di tempat itu dan dia tidak bisa membaca Al-Qur’an  dengan baik, tapi tetap seorang laki-laki yang menjadi imam, tapi perempuannya yang membaca (jika itu sudah sangat darurat).
3.    Menurut saya tentang sebuah tradisi jika seseorang akan berangkat atau datang dari tanah suci diarak, dibuatkan spanduk, berame-rame dengan petasan dan kembang api, seperti yang terjadi di wilayah saya, Sumenep Madura, adalah merupakan perbuatan yang mubadzir dan ajang panas-panasan antara tetangga satu dan tetangga yang lain yang sama-sama datang dari tanah suci. Sebaiknya, uang yang dibelanjakan untuk kepentingan itu semua dibelanjakan untuk anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan yang lainnya yang lebih membutuhkan. Seseorang yang baru datang dari tanah suci itu jiwanya dalam keadaan firtah, jadi jangan sampai ternoda oleh perbuatan-perbuatan yang sangat tidak bermanfaat dan hanya merupakan kesenangan sesaat. Atau mengundang kelompok hadrah/shalawat, biar semua masyarakat bershalawat bersama-sama, merenungi dosa-dosa yang telah dilakukan. Bukankah itu lebih ekonomis dan lebih khidmat dari pada kegiatan hura-hura yang telah disebutkan di atas?




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel