Tujuan ibadah
Sunday, 9 September 2018
|
1.
Tujuan ibadah adalah hanya untuk mendapatkan ridho-Nya dan
mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan hakikat ibadah adalah menghamba kepada
Allah.
2.
Setelah membaca dan memahami artikel tentang Prof. Dr. Aminah Wadud yang menjadi
imam dan khatib Jum’at pada tanggal 18 Maret 2005 di Synod House, gereja
Katedral St. John, milik keuskupan di Manhattan, New York adalah tidah sah.
Jumhur Ulama juga sepakat mengatakan tidak sah. Amina Wadud dan para
pengikutnya setidaknya telah mengakukan 4 kesalahan fatal dalam pelaksanaan
shalat jama’ah:
a. Wanita
menjadi imam dan khoatib jum’at bagi laki-laki.
b. Terjadi
campur aduk antara laki-laki dan perempuan dalam shof.
c. Muadzinnya
seorang perempuan yang tidak pakai jilbab.
d. Shalat
tersebut di lakukan di sebuah gereja.
Hukum
seorang wanita menjadi imam bagi laki-laki adalah tidak sah. Jumhur Ulama pun
mengatakan demikian. Hal ini berkaitan dengan hadirts:
Dalil pertama:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم : خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها وخير صفوف النساء
آخرها
وشرها أولها.
“Sebaik-baik
shof laki-laki adalah paling awal, dan sejelek-jeleknya adalah shof yang
terakhir. Dan sebaik-baik shof perempuan adalah paling terakhir, sedang
sejelek-jeleknya adalah yang palin awal.” (HR. Muslim).
Hadist
di atas menunjukkan bahwa perempuan yang menjadi imam shalat untuk laki-laki
berarti telah meletakkan dirinya pada shof yang paling jelek, bahkan para ulama
menyatakan jika shof laki-laki sejajar dengan shof perempuan, maka tidak sah shalatnya,
apalagi kalau berdiri di depan laki-laki.
Dalil
kedua:
أخروهن من حيث أخرهن الله سبحانه
”Akhirkanlah
mereka (perempuan) dalam shof, sebagaimana Allah mengakhirkan mereka”.
Imam
Mawardi mengatakan, jika diwajibkan untuk mengakhirkan mereka (perempuan), maka
haram hukumnya menjadikan mereka (perempuan) imam.
Dalil
ketiga:
لا تؤمن امرأة رجلا
“Janganlah seorang perempuan menjadi
imam shalat bagi laki-laki “.
Dalil
Keempat : Diriwayatkan dari Amru bin Syu’aib dan Qatadah, bahwa jika seorang laki-laki
tidak pandai membaca Al-Qur’an sedang dibelakangnya ada seorang perempuan yang pandai
membaca Al-Qur’a , maka laki-laki tersebut tetap menjadi imam, tetapi
perempuannya yang membaca. Jika laki-laki tadi ruku’ atau sujud, maka perempuan
tersebut harus mengikutinya. ( Diriwayatkan oleh Abdur Rozaq di Al-Mushonaf ).
Dalil
Kelima : Seandainya seorang perempuan dibolehkan menjadi imam laki-laki,
tentunya akan ada riwayat, walaupun hanya satu yang menyatakan hal itu, akan
tetapi tidak ada satu riwayatpun yang menceritakan bahwa perempuan pada zaman
dahulu menjadi imam laki-laki dalam shalat.
Dalil
Keenam : Perempuan adalah aurat. Jika ia di depan dan menjadi iman shalat, maka
akan menimbulkan fitnah dan mengganggu kekhusukan shalat laki-laki. Makanya
perempuan diperintahkan untuk menepuk tangan jika menegur imam yang salah,
karena khawatir suaranya akan membuat fitnah bagi laki-laki.
Dalil
Ketujuh : Imam shalat merupakan salah satu bentuk ”wilayah”, sedang perempuan
bukanlah ahli dalam memegang ”wilayat” sebagaimana tidak diperbolehkan memegang
jabatan kepala negara dan tidak boleh menjadi wali dalam pernikahan.
Dalil
Kedelapan : Perempuan yang menjadi imam shalat bagi laki-laki adalah sesuatu
yang menyalahi kaidah dan ajaran universial Islam. Dalam banyak tempat Islam
telah meletakkan aturan-aturan khusus untuk perempuan yang tidak bisa
diterapkan pada laki-laki, begitu juga sebaliknya. Maka usaha untuk
mencampuradukkan atau menyamaratakan hak-hak laki-laki dan perempuan dalam
segala hal merupakan usaha yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Jadi
sudah sangat jelas bagaimana hukum seorang perempuan jika menjadi imam bagi
kali-laki. Meskipun dia satu-satunya laki-laki yang ada di tempat itu dan dia
tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan
baik, tapi tetap seorang laki-laki yang menjadi imam, tapi perempuannya yang
membaca (jika itu sudah sangat darurat).
3. Menurut
saya tentang sebuah tradisi jika seseorang akan berangkat atau datang dari
tanah suci diarak, dibuatkan spanduk, berame-rame dengan petasan dan kembang
api, seperti yang terjadi di wilayah saya, Sumenep Madura, adalah merupakan
perbuatan yang mubadzir dan ajang panas-panasan antara tetangga
satu dan tetangga yang lain yang sama-sama datang dari tanah suci. Sebaiknya,
uang yang dibelanjakan untuk kepentingan itu semua dibelanjakan untuk anak-anak
yatim, orang-orang miskin, dan yang lainnya yang lebih membutuhkan. Seseorang
yang baru datang dari tanah suci itu jiwanya dalam keadaan firtah, jadi jangan
sampai ternoda oleh perbuatan-perbuatan yang sangat tidak bermanfaat dan hanya
merupakan kesenangan sesaat. Atau mengundang kelompok hadrah/shalawat, biar semua
masyarakat bershalawat bersama-sama, merenungi dosa-dosa yang telah dilakukan.
Bukankah itu lebih ekonomis dan lebih khidmat dari pada kegiatan hura-hura yang
telah disebutkan di atas?