Tasawuf Di Era Globalisasi Atau Modern
Sunday, 2 September 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya serta tidak lupa pula Shalawat dan salam kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, sehingga makalah ini yang berjudul ”Perkembangan Tarekat Tasawuf Pada Era Globalisasi”
ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata kuliah Akhlak Tasawuf.
Penyusunan makalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan
tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu disampaikan terima
kasih kepada Dr. Sofyan Hadi, M.Pd selaku Dosen Mata Kuliah Akhlak Tasawuf serta kepada teman-teman mahasiwa.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa bermanfaat. Kami
mengharapkan kritik, saran dan masukan, untuk perbaikan serta penyempurnaan
makalah selanjutnya. Mudah-mudahan makalah ini berguna bagi semua pihak.
Jember, Desember
2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................2
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................3
1.1 Latar Belakang.......................................................................................3
1.2 Rumusan
Masalah..................................................................................4
1.3 Tujuan....................................................................................................4
BAB 2. PEMBAHASAN...........................................................................5
2.1
Tasawuf Di
Era Globalisasi Atau Modern..............................................5
2.2 Makna
Tasawuf……………………………………………………….6
2.3 Peran Tasawuf dalam Kehidupan Modern……………………………7
BAB
3. PENUTUP....................................................................................9
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….9
3.2
Saran......................................................................................................9
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………..10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kemajuan yang telah merambah dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, budaya dan polotik,
mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu
mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang
menyimpan banyak problem. Tidak semua orang ,mampu beradaptasi, akibatnya
adalah individu-inbdividu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik,
dengan demikian dibutuhkan cara efektif untuk mengatasinya.
Berbicara masalah solusi, kini
muncul kecendrungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual
(tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran islam muncul dengan memberi solusi dan
terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang maha
pencipta. Peluang dalam menangani problema ini semakin terbentang luas diera
modern ini. Tulisan ini berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang
kini hidup di era modern, dengan perubahan sosial yang cepat dan komunikasi
tanpa batas, dimana kehidupan cenderung berorientasi pada materirialistik,
skolaristik, dan rasionalistik dengan kemajuan IPTEK di segala bidang. Kondisi
ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan
abad kecemasan. Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang
memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan dampak berbagai
problema psikologis bagi manusia itu sendiri. Masyarakat modern kini sangat
mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan
yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan hidup dalam keadaan
sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan bergaya hidup hedonis
dari pada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan peran apapun.
Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian yang tumpul penglihatannya
terhadap realitas hidup dan kehidupan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara
pandang tasawuf di era modern?
2. Apa makna tasawuf
dalam konteks yang luas?
3. Apa peran tasawuf di era modern terhadap kehidupan sekarang ini?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui cara
pandang tasawuf di era globasisasi.
2. Untuk memahami
tasawuf dalam konteks yang luas (kehidupan).
3. Untuk mengetahui
fungsi tasawuf di era modern terhadap kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tasawuf Di Era Globalisasi Atau Modern
Kepekaan sosial, lingkungan dan
berbagai bidang kehidupan lainnya adalah bagian yang menjadi ukuran bahwa
tasawuf di era modern itu tidak sekedar pemenuhan spiritual, akan tetapi lebih
dari itu yaitu mampu membuahkan hasil bagi yang ada di bumi ini.Selain itu modernisasi tasawuf adalah tasawuf yang berpegang teguh pada
nilai-nilai ortodoksi islam yang di bawa kea lam modern dengan interpretasi dan
model pemahaman baru[1]
Menurut Bagir tasawuf itu bukan
barang mati. Sebab tasawuf itu merupakan produk sejarah yang seharusnya
dikondisikan sesuai dengan tuntutan dan
perubahan zaman.Penghayatan tasawuf bukan untuk diri sendiri, seperti yang kita
temui di masa silam.Tasawuf di era modern adalah alternatif yang mempertemukan
jurang kesenjangan antara dimensi ilahiyah dengan dimensi duniawi. Banyak orang yang secara normatif (kesalehan
individu) telah menjalankan dengan sempurna, tetapi secara empiris (kesalehan
sosial) kadang-kadang belum tanpak ada. Dengan demikian lahirnya tasawuf di era
modern diharapkan menjadi tatanan kehidupan yang lebih baik karena tasawuf memiliki dua ajaran penting, pertama, tasawuf mengajarkan
cara pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang tercela dengan sifat-sifat yang
terpuji, sehingga menimbulkan pengaruh-pengaruh positif pada jiwa seseorang;
kedua, tasawuf mengajarkan cara yang ditempuh untuk menjadikan jiwa tersebut
bias sampai kepada Allah secepat mungkin.[2] Kyai Achmad menyatakan: “tasawuf pada hakekatnya mengandung empat unsur,
yaitu metafisika, estetika, etika, daan pedagogi.”Artinya, di dalam tasawuf
terdapat unsur-unsur rasional dan irasional. Keberadaan tasawuf di Indonesia
memang tidak berimbang, dimana nilai-nilai moral dan spiritual sangat kuat,
sementara nilai rasionalitasnya lemah.[3]
Selain itu jika dikaitkan dengan kehidupan sekarang,
kebutuhan terhadap tasawuf menjadi hal yang urgen buat umat islam untuk
membangun kerangka kehidupan yang lebih seimbang antara dunia dan akhirat.
Melalui tasawuf pula, pembangunan mental-spiritual akan dapat menjadi control
terhadap pesatnya pembangunan dibidang fisik-material.[4]
2.2 Makna
Tasawuf
Tasawuf adalah aspek ajaran islam yang lebih
menekankan pada pentingnya penghayatan religiositas. Hakikat
tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian diri dan
amaliyah-amaliyah Islam. Achmad Zarruq dari Maroko, secara luas
mendefinisikan tasawuf sebagai berikut. “Tasawuf adalah pengetahuan yang dapat
menata dan meluruskan hati serta membuatnya istimewa bagi Allah, mempergunakan
pengetahuan tentang islam, secara khusus tentang hokum, yang kemudian
mengaitkan pengetahuan tersebut guna meningkatkan kualitas perbuatan, serta
memelihara diri dalam batasan-batasan hokum islam dengan harapan muncul
kearifan pada dirinya.[5] Dan
memang ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri di antaranya:
"Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan jiwanya" (Q.S. Asy-syam [911:9);
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku" (OS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta slam, tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada) Allah" (QS. Al An'am: 162). Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasawuf dalam mengisi kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah den tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasamya sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin, Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Saber, Tawakal, Zuhud, den terrnasuk berbuat baik terhadap musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan yang benar. Perilaku hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang sufi. Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya. Ketidak jelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka lewat spiritualitas Islam ladang kering jadi tersirami air sejuk dan memberikan penyegaran serta mengerahkan hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku" (OS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta slam, tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada) Allah" (QS. Al An'am: 162). Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasawuf dalam mengisi kesehariannya diharuskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah den tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasamya sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin, Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Saber, Tawakal, Zuhud, den terrnasuk berbuat baik terhadap musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan yang benar. Perilaku hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang sufi. Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya. Ketidak jelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka lewat spiritualitas Islam ladang kering jadi tersirami air sejuk dan memberikan penyegaran serta mengerahkan hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.
2.3 Peran Tasawuf dalam Kehidupan Modern
Manfaat tasawuf
bukan hanya
untuk mengembalikan nilai kerohanian atau lebih dekat pada Allah, tapi juga
bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia modern. Jadi, fungsi tasawuf
dalam hidup adalah pertama,
untuk memperkokoh akhlak dari pengaruh-pengaruh luar,terutama pengaruh mewahnya
harta kekayaan dan kekuasaan; kedua, untuk membina sikap zuhud, yaitu sikap
yang menyebabkan hati tak dikuasai oleh hal-hal duniawi yang mengakibatkan lupa
akan Allah Swt; ketiga, penyeimbang kepada keharmonian hidup
manusia.[6]
Kehidupan modern yang didominasi oleh falsafah materialisme adalah kehidupan
yang kasar, kering, penuh dengan konflik, kepentingan, permusuhan dan
kebencian. Lebih daripada itu seorang yang materialistik pada kemuncaknya
sanggup melakukan perkara yang tidak etis demi memenuhi tujuannya. Ini
menunjukkan bahwa sifat materialistik (nafsu) telah memenjarakan dan
memperhambakan dirinya. Oleh karena
itu,
pada hakikatnya materialisme telah merendahkan martabat manusia menjadi makhluk
yang rendah. Islam,
sebagai panduan hidup manusia, telah memberikan jalan keluar bagi kepincangan
dan ketidakharmonian kehidupan manusia. Solusi yang diberikan oleh Islam adalah
keseimbangan (i‘tidal) antara pembangunan jasmani dan pembangunan rohani,
antara keperluan material dan keperluan spiritual. Walaupun orientalis tidak
membedakan tasawwuf dengan mistisisme, namun jelas bahwa terdapat perbedaan
yang jelas antara tasawwuf dengan mistisisme. Mistisisme, khususnya yang
berkaitan dengan kuasa luar biasa (paranormal) atau ilmu ghaib (occult), muncul
setelah tasawwuf awal diselewengkan oleh beberapa aliran tasawuf. Ibn Taymiyyah
adalah di antara ulama’ yang terang-terangan menentang penyelewengan kaum sufi
di zamannya. Penilaian
kritis terhadap perkembangan tasawuf
juga dilakukan oleh Ibn Khaldun dalam
karyanya, Muqaddimah. Setelah mengkaji dengan mendalam, Ibn Khaldun membincangkan
perkembangan tasawuf dengan cukup rinci dan ilmiah termasuk beberapa
penyimpangan yang dilakukan oleh kaum sufi. Beliau menolak pandangan
tokoh-tokoh sufi yang menyebabkan seseorang lari dari dunia. Ibn Khaldun juga mengatakan bahwa konsep qutb ataupun ra’s
al-‘Arifin (maqam yang tertinggi dalam tatanan sufi) adalah konsep yang tidak
berasas sama sekali. Umat Islam sewajarnya adalah umat pertengahan di antara
umat Yahudi yang rigid, literal, menumpukan pada aspek perundangan semata dan
umat Nasrani yang telah memperkenalkan kerahiban (rahbaniyyah), meninggalkan
dunia demi menyucikan diri. Sejak awal Rasulullah s.a.w. telah memperingatkan
bahwa dalam Islam tiada kerahiban: la rahbaniyyata fi al-Islam. Dengan demikian
umat Islam terlepas dari satu keburukan yang terdapat dalam agama lain yaitu bid‘ah kerahiban. Rasulullah
s.a.w. tidak menyetujui orang yang terus menerus beribadah dengan meninggalkan
makan minum, seks dan tidur malam, sebaliknya menyuruh mereka mengikuti sunnah
baginda yang menjalani kehidupan seperti manusia biasa. Di samping itu kekuatan rohani
merupakan bekal yang penting dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan
tantangan. Seseorang yang hanya dibekalkan dengan kekuatan akal akan rentan
kekecewaan dan putus asa, karena tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan
kemampuan akal manusia. Hakikatnya, para saintis telah mengakui bahwa kejayaan
seseorang dalam kehidupan bukan saja ditentukan oleh ketinggian IQ tetapi juga
ketinggian EQ (emotional quotient) dan SQ (spiritual quotient) atau pun oleh
sarjana Muslim disebut sebagai kecerdasan rohaniah (transcendental intelligence). Kecerdasan rohaniah mampu
membekalkan semangat, kekentalan, kesabaran, keikhlasan, kejujuran, integriti,
dsb. Seseorang yang merasakan dirinya dekat dengan Tuhan akan sentiasa berbuat
baik, berbakti kepada masyarakat demi mencapai keridhaan Sang Kekasih dan
mengharapkan ganjaran-Nya di akhirat kelak. Kecerdasan rohaniah menghasilkan
taqwa (self-restrain) yang dapat menghalang seseorang Muslim daripada melakukan
perbuatan maksiat, jahat dan tercela walaupun tiada pengawasan dan kawalan
luaran. Tasawwuf tidak memundurkan
seseorang. Seseorang yang dekat dengan Allah Swt. adalah orang yang banyak
berbuat dan bukan hanya berharap. Ungkapan yang menggambarkan keperibadian para
sahabat di zaman Rasulullah s.a.w. adalah mereka itu seperti para rahib di
waktu malam dan pasukan berkuda pada waktu siang “ruhbanun fi al-layl wa fursanun
bi al-nahar.” Inilah gambaran sebenar seorang Muslim yang benar-benar mengikuti
ajaran Islam. Seorang yang dekat dengan Tuhan tetapi juga seorang yang beraksi
dan bukan hanya penonton. Seorang Muslim sejati adalah yang memainkan peranan
sebagai aktivis, reformis, pengurus, pentadbir, pemikir, pendidik dsb. Mereka
adalah golongan yang dirasakan akan kehadiran mereka oleh umat ini dan merasa
kehilangan dengan ketiadaan mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tasawuf di era modern ini, ditempatkan sebagai cara
pandang yang rasional sesuai dengan nalar normatif dan nalar
humanis-sosiologis.
Tasawuf atau sufisme diakui dalam
sejarah telah berpengaruh besar atas kehidupan moral dan spiritual Islam
sepanjang ribuan tahun yang silam. Selama kurun waktu itu tasawuf begitu lekat
dengan dinamika kehidupan masyarakat luas, bukan sebatas kelompok kecil yang
eksklusif dan terisolasi dari dunia luar.
Maka kehadiran tasawuf di dunia modern ini sangat
diperlukan, guna membimbing manusia agar tetap merindukan Tuhannya, dan bisa
juga untuk orang-orang yang semula hidupnya glamour dan suka hura-hura
menjadi orang yang asketis (Zuhud pada dunia). Disamping itu juga, tasawuf
modern juga sebagai terapi penyembuhan bagi kegundahan hati dalam merindukan
tuhannya.
Tasawwuf di abad modern semestinya dikembalikan kepada fungsinya yang asal yaitu sebagai satu kaedah untuk membina manusia rabbani, manusia yang unggul. Suatu jalan yang membina hubungan manusia dengan Tuhannya dan masyarakat sekelilingnya. Ia juga berperan untuk menyeimbangkan kehidupan manusia karena keseimbangan jasmani dan rohani yang dapat menjamin kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. Sufi-sufi modern tidak anti dunia melainkan terlibat dalam dunia.
Tasawwuf di abad modern semestinya dikembalikan kepada fungsinya yang asal yaitu sebagai satu kaedah untuk membina manusia rabbani, manusia yang unggul. Suatu jalan yang membina hubungan manusia dengan Tuhannya dan masyarakat sekelilingnya. Ia juga berperan untuk menyeimbangkan kehidupan manusia karena keseimbangan jasmani dan rohani yang dapat menjamin kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. Sufi-sufi modern tidak anti dunia melainkan terlibat dalam dunia.
3.2 Saran
• Diharapkan
setelah membaca makalah ini dapat mengetahui cara pandang tasawuf di era
globasisasi.
• Diharapkan
setelah membaca makalah ini dapat memahami tasawuf dalam konteks yang luas
(kehidupan).
• Diharapkan
setelah membaca makalah ini dapat memahami fungsi
tasawuf di era modern terhadap kehidupan.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/25883807/makalah-Tasawwuf-Dan-Tarekat-Di-Indonesia
Anwar, Rosihan dan M. Solihin. 2008. Ilmu Tasawuf. Bandung; CV. Pustaka Setia
Niám, Syamsun.2006.The Wisdom Of K.H Achmad Siddiq. Jakarta; Erlangga
Niám, Syamsun.2006.The Wisdom Of K.H Achmad Siddiq. Jakarta; Erlangga
[1] Syamsun Niám, The Wisdom Of K.H.
Achmad Siddiq(Jakarta : Erlangga,2006),148
[2] Ibid.,105
[3] Ibid.,151
[4] Ibid.,11
[5] Ibid.,102
[6] Ibid.,109