Aliran Idealisme, Naturalisme, Hedonisme, Modern


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.        Kebaikan dan Keburukan
Baik dan buruk merupakan sifat yang selamanya akan menempel pada suatu benda, terlepas apakah benda itu mati atau hidup. Setiap ada pengertian baik, ada pula pengertian buruk. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang pengertian kebaikan dan keburukan :
1.      Ali bin Abi Thalib (w. 40 H): Kebaikan adalah menjauhkan diri dari larangan, mencari sesuatu yang halal, dan memberikan kelonggaran kepada keluarga.
2.      Muhammad Abduh (1849-1905): Kebaikan adalah apa yang lebih kekal faedahnya sekalipun menimbulkan rasa sakit dalam melakukannya[1]
3.      Louis Ma’luf : baik, lawan buruk, adalah menggapai kesempurnaan sesuatu. Buruk, lawan baik, adalah kata yang menunjukkan sesuatu yang tercela atau dosa.[2]
Meskipun secara redasional berbeda – beda, secara substansif definisi baik dan buruk mengandung keseragaman. Baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Adapun buruk adalah sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang rendah, hina, menyusahkan, dan dibenci manusia. Definisi kebaikan tersebut terkesan antroposentris, yaitu memusat dan bertolak dari sesuatu yang menguntungkan dan membahagiakan manusia. Pengertian baik seperti demikian tidaklah salah karena secara fitrah, manusia memang menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan dirinya.[3]


2.2.        Penentuan Nilai Baik dan Buruk Menurut Aliran Idealisme

Tokoh utama pada aliran ini adalah Immanuel Kant (1725-1804). Pokok – pokok pandangannya adalah sebagai berikut :
a.       Wujud yang paling dalam dari kenyataan (hakikat) adalah kerohanian. Seseorang berbuat baik pada prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain, melainkan atas dasar kemauan sendiri atau rasa kewajiban. Sekalipun diancam dan dicela orang lain, perbuatan baik itu dilakukan karena adanya rasa kewajiban yang terdapat dalam nurani manusia.
b.      Faktor  yang paling penting memengaruhi manusia adalah “kemauan” yang melahirkan tindakan yang konkret. Adapun pokonya disini adalah “kemauan baik”.
c.       Kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang menyempurnakannya, yaitu “rasa kewajiban”.[4]
Dalam etika Immanual Kant, kita dapat mengadakan beberapa catatan :
1.      Dasar etika Kant, ialah akal pikiran.
2.      Menurut Kant, yang terpenting ialah kemauan mencapai hakikat sesuatu.
3.      Kant, mendasarkan “rasa kewajiban” untuk terwujudnya perbuatan banyak hal-hal yang meminta perhatian etika.

Menurut Plato, manusia memiliki kemampuan dasar yang terdiri dari kemampuan berpikir yang terletak di kepala, kemampuan berkehendak yang terletak di dada, kemampuan bernafsu (berkeinginan) yang terletak di perut. Pikiran (idea), kehendak (kemauan) dan nafsu (keinginan) terikat dalam kehidupan jasmani manusia.[5]
Dasar pandangan idealisme Plato (427-347 SM), murid Socrates (468-399 SM) yang mengajarkan tentang idea (serba cita), termasuk penilaian baik dan buruk, harus diukur dengan kemampuan cita, tidak dapat diukur dengan kemampuan panca indera, menurut aliran idealisme.
Aliran ini memandang bahwa semua ada, serta seluruh kenyataan ini, tergantung dari kesadaran dan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengetahui sesuatu. Benda – benda yang ada, pada hakekatnya berhubungan dengan pengertian-pengertian yang bersifat idea (spiritual). Oleh karena itu, dalam kajian epistimologi mengatakan, aliran idealisme memandang bahwa idea – idea adalah faktor yang hakiki dalam pegetahuan. Termasuk Akhlak yang telah dipengaruhi oleh pemikiran aliran idealisme yaitu, selalu diukur dengan kemampuan idea (cita) seseorang, tidak pernah menggunakan pengamatan panca indera. Maka pemahaman tersebut, cenderung kurang objektif.[6]
2.3.        Penentuan Nilai Baik dan Buruk Menurut Aliran Naturalisme

Naturalisme adalah alran filsafat yang menerima “natura” sebagai keseluruhan realitas. Istilah “natura” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, dari dunia fisika yang dapat dilihat manusia sampai sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains dan alam. Istilah “Naturalisme” merupakan kebalikan dari istilah “Supranaturalisme” yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan atau ada dua (wujud) di atas di luar alam.[7]
Menurut aliran Naturalisme, ukuran baik atau buruk adalah apakah sesuatu itu sesuai dengan fitrah (naluri) manusia atau tidak, baik fitrah lahir maupun batin. Apabila sesuai dengan fitrah dikatakan baik, sedangkan apabila tidak sesuai dipandang buruk. Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan yang menjadi tujuan setiap manusia didapat dengan jalan memenuhi panggilan natur atau kejadian menusia itu sendiri. Itulah sebabnya aliran itu disebut Naturalisme.[8]
Berikut ini beberapa pemikiran aliran Naturalisme :
a.       Segala sesuatu dalam dunia ini menuju pada tujuan tertentu. Memenuhi panggilan natur setiap sesuatu dapat mengantarkan pada kesempurnaan. Benda-benda dan tumbuh-tumbuhan juga termasuk di dalamnya, menuju pada satu tujuan, tetapi dapat dicapai secara otomatis tanpa pertimbangan dan perasaan.
b.      Hewan mencapai tujuannya melalui naluri, sedangkan manusia melalui akalnya karena akal itulah yang menjadi perantara baginya untuk mencapai kesempurnaan. Atas dasar itu, menusia harus berpedoman pada akal.[9]
J.J. Rosseau (1712-1778) menyatakan, bahwa prinsip pandangan yang lebih menitikberatkan atas kemampuan menilai sesuatu yang baik dan buruk, dapat dipengaruhi oleh pembawaaan sejak manusia itu lahir. Jadi sejak anak lahir, ia sudah dapat menilai suatu yang baik dan buruk, hanya saja ia belum bisa menganalisis, mengapa sesuatu itu dikatakan baik atau buruk. Ini menurut pandangan aliran naturalisme yang dipelopori oleh J.J Rosseau. [10]
Jadi proses kematangan manusia dalam menilai hal yang baik dan buruk, ditentukan oleh pengalaman hidupnya. Semakin banyak pengalaman hidupnya, semakin matang pula pemahaman terhadap hal-hal yang baik atau buruk, sehingga cara menilainya juga semakin sempurna.
Nilai baik dan buruk menurut aliran ini, ditentukan oleh kebutuhan dan kondisi alam yang ditempati manusia hidup, maka konsekwensi logisnya, bisa terjadi pada sesuatu yang dipandang baik pada tempat dan kondisi tertentu tetapi sebaliknya dapat dipandang tidak baik pada tempat dan kondisi yang lain. Hal ini ditegaskan bahwa kebaikan dan keburukan, ada yang bersifat universal, dan juga ada yang bersifat lokal. Tentu saja hal tersebut, hanya berlaku di suatu tempat dan kondisi tertentu pula.
Ringkasnya, tolak ukur yang dipergunakan aliran Naturalisme mengenai kebaikan dan keburukan adalah apakah sesuatu itu sesuai sesuai dengan fitrahnya atau tidak. Jika sesuai dengan fitrah, sesuatu itu baik, begitu pula sebaliknya.

2.4.        Penentuan Nilai Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Hedonis berasal dari bahasa Yunani hedone yang berarti “kesenangan” atau “kenikmatan”. Dalam filsafat Yunani, Hedonisme ditemukan oleh Aristippos dari Kyrene (sekitar 433-355 SM), seorang murid Socrates. Socrates bertanya tentang tujuan terakhir bagi kehidupan manusia, atau apa yang sungguh-sungguh baik bagi manusia, tetapi ia sendiri tidak memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan tersebut. Aristippos akhirnya menjawab pertanyaan itu, “Yang sungguh-sungguh baik bagi manusia adalah kesenangan.[11]
Hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua, karena berakar pada pemikiran Filsafat Yunani, khususnya pemikiran Epicurus (341-270 SM). Menurut paham ini, hal-hal yang dipandang baik adalah sesuatu yang mendatangkan kenikmatan dan kelezatan nafsu biologis. Dan sebaliknya, yang dikatakan buruk, bila sesuatu yang tidak bermanfaat untuk memuaskan nafsu. Itulah sebabnya, sehingga Epicurus mengatakan, bahwa kebahagiaan terletak pada kepuasan biologis, dan itulah yang merupakan tujuan hidup manusia menurut pandangannya. Tidak ada kebaikan dalam hidup manusia menurut pandangannya. Tidak ada kebaikan dalam hidup kecuali kelezatan, dan tiada keburukan kecuali penderitaan. Maka orang yang bermoral (berakhlaq dalam bahasa Islam), adalah orang yang berbuat untuk mendatangkan kelezatan, sebagai wahana untuk mendapatkan kebahagiaan dan keutamaan hidup.[12]
Perkembangan pemikiran hedonisme pada masa selanjutnya, terlihat adanya dua macam corak, yaitu ada yang menekankan pada kelezatan yang dinikmati oleh perorangan yang disebut egoistis hedonism, dan ada pula yang harus dinikmati oleh orang banyak yang disebut universalistis hedonism. Hedonisme perorangan, mengatakan bahwa orang yang bermoral adalah orang yang mampu berbuat untuk mendatangkan kelezatan dirinya. Tetapi hedonisme universal mengatakan, bahwa orang yang bermoral adalah ia yang mampu berbuat untuk mendatangkan sesuatu yang dapat dinikmati secara bersama-sama. Hedonisme egoistis (individualistis), banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat Barat yang liberal dan kapitalistik, misalnya masyarakat Amerika dan Eropa Barat. Sedangkan hedonisme yang universal , banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat komunis, misalnya Rusia dan Eropa Timur.[13]





2.5.        Penentuan Nilai Baik dan Buruk Menurut Aliran Modern
A.    Vitalisme
            Tokoh utama aliran Vitalisme adalah Frederich Niettssche (1844-1900) yang filsafatnya menonjolkan eksistensi manusia seabagai “ubermensh” (manusia sempurna) yang berkemauan keras menempuh hidup baru. Filsafatnya bersifat atheistis, tidak percaya kepada Tuhan dan sebagai konsekuensi pendiriannya dan perjuangannya menentang gereja di Eropa.
            Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran Naturalisme sebab menurut paham Vitalisme, ukuran baik dan buruk itu bukan alam, tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup).
            Beberapa pandangan aliran Vitalisme tentang ukuran baik dan buruk adalah sebagai berikut:
a.         Ukuran baik dan buruk adalah daya kekuatan hidup. Manusia dikatakan baik apabila memiliki daya kekuatan hidup yang kuat sehingga memaksa manusia yang lemah untuk mengikutinya.
b.        Keburukan adalah apabila manusia tidak memiliki daya kemampuan kuat yang memaksa manusia untuk mengikuti pola kehidupan orang lain.
            Paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih cenderung pada sikap binatang, dan berlaku hukum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik. Paham ini pernah dipraktekkan oleh para penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah, tertindas dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, ia dapat mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme dan diktator. Kekuatan dan kekuasaan menjadi lambang dan status sosial untuk dihormati. Ucapan, perbuatan dan aturan yang dikeluarkan menjadi pegangan masyarakat meskipun salah.
Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi sudah banyak dikuasai oleh masyarakat, maka paham vitalisme tidak akan mendapatkan tempat lagi, kemudian beralih dengan sifat demokratis.

B.     Utilitarianisme
Secara bahasa utilis berarti berguna. Paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna. Kalau ukuran ini berlaku bagi perorangan disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial. Paham ini mendapatkan perhatian dizaman sekarang. Di abad sekarang ini, kemajuan dibidang teknologi meningkat tajam, dan kegunaanlah yang menentukan segala sesuatunya. Kelemahannya paham ini adalah hanya melihat kegunaan dari sudut materialistik. Misal, orang tua jumpo semakin kurang mendapatkan penghargaan, karena secara material sudah tidak lagi kegunaannya. Padahal kedua orang tua tetap berguna untuk dimintai nasihat, doa dan pengalaman masa lalu yang sangat berharga.
Paham ini juga menjelaskan arti kegunaan tidak hanya yang berhubungan dengan materi, melainkan melalui sifat rohani yang bisa diterima akal. Dan kegunaan bisa diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. Disini Nabi juga menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang banyak memberi manfaat kepada orang lain (HR. Bukhari)

C.     Pragmatisme
Istilah “pragmatisme” sering didengar, terutama dalam konteks pergaulan modern sekarang ini. Pragmatisme merupakan gerakan filsafat Amerika yang terkenal selama abad ke-20 yang dipelopori Charles Sanders Peirce, William James, dan John Dewey. Filsafat ini sangat kritis terhadap aliran Materialisme, Idealisme, Realisme, dan Rasionalisme. Bagi Pragmatisme, filsafat lebih mempunyai nilai manfaat bagi hidup manusia kalau dapat menemukan apa yang berguna secara praktis.
Aliran ini menitikberatkan pada hal-hal yang berguna dari diri sendiri, baik yang bersifat moril maupun materiil. Titik beratnya adalah pengaaman. Oleh kaeran itu, penganut paham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia empiris.
D.    Aliran Evolusi
Paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya sampai pada kesempurnaan. Paham seperti ini tidak hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia dan tumbuh-tumbuhan, akan tetapi juga berlaku pada benda yang tidak dapat dilihat dan diraba oleh indra, seperti moral dan akhlak.
Salah seorang ahli filsafat Inggris bernama Herbert Spencer (1820-1903) berpendapat bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur-angsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik apabila dekat dengan cita-cita tersebut, dan buruk apabila jauh daripada cita-cita tersebut. Adapun tujuan manusia dalam hidup ini ialah untuk mencapai cita-cta tujuan atau mendekatinya.
Paham ini, bahwa cita-cita manusia dalam hidup adalah untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan. Kebahagiaan disini berkembang menurut keadaan yang mengitarinya. Kalau perbuatan manusia sesuai dengan keadaan yang diharapkan yaitu lezat dan bahagia, maka hidupnya akan bahagia dan senang, begitu juga sebaliknya. Paham ini yang menjadikan ukuran perbuatan baik manusia adalah merubah diri sesuai dengan keadaan yang berlaku.
Herbert Spencer ( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsafat Inggris yang berpendapat evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yabg dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedikit mungkin.


BAB III
PENUTUP
3.1.        Kesimpulan
Kebaikan dan keburukan adalah dua hal yang melekat pada diri kita sejak kita terlahir di dunia. Banyak ulama’ maupun tokoh – tokoh yang memaparkan definisi kebaikan dan keburukan. Seperti Louis Ma’luf berpendapat bahwa baik, lawan buruk, adalah menggapai kesempurnaan sesuatu. Buruk, lawan baik, adalah kata yang menunjukkan sesuatu yang tercela atau dosa.
Kebaikan dan keburukan juga dapat diukur atau ditentukan dengan berbagai aliran. Seperti aliran Idealisme, Naturalisme, Hedonisme, dan Modern. Masing-masing dari aliran ini mengemukakan penentuan baik dan buruk berbeda-beda. Dan masing-masing aliran ini pula mempunyai tokoh-tokoh yang memperkuat masing- masing aliran tersebut.

3.2.        Saran
Makalah kami jauh dari sempurna dan masih banyak kesalahan-kesalahan yang perlu dibenahi dari makalah kami ini. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun agar makalah kami menjadi lebih baik dan sempurna.



[1] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf(Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2010), 70.
[2] Ibid., 71.
[3] Ibid., 71.
[4] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf(Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2010), 77.
[5] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), 39.
[6] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), 40.
[7] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf(Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2010), 72.
[8] Ibid., 72.
[9] Ibid., 73.
[10] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), 40.
[11] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf(Bandung : Penerbit Pustaka Setia, 2010), 73.
[12] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), 41.
[13] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II (Jakarta : Kalam Mulia, 2010), 42.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel