Makalah Akhlaq dan Tasawwuf


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Di antara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.
Hal itu terjadi salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.


B.  RUMUSAN MASALAH
1.    Apa Definisi Akhlaq dan Tasawwuf ?
2.    Apa saja ruang lingkup akhlaq dan tasawwuf ?

C.  TUJUAN
1.    Untuk mengetahui Definisi Akhlaq dan Tasawwuf
2.    Untuk mengetahui ruang lingkup akhlaq dan tasawwuf


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi akhlak dan tasawwuf
1.    Pengertian Akhlaq
Kata akhlaq berasal dari bahasa arab yang sudah di-indonesia-kan, yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan, kata akhlaqun adalah jamak taksir dari lafadz khuluqun, sebagaimana halnya kata a.naqun adalah jamak taksir dari kata unuqun yang artinya adalah batang leher. Juga terlihat kata ashlabun adalah jamak taksir dari jamak shulbun yang artinya tulang punggung atau tulang belakang.
Asal kata akhlaq adalah meervoud dari khilqun, yang mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khaliq dan makhluqnya, dari sinilah asal perimusan ilmu akhlaq yang mrerupakan koleksi ugerah yang memumkinkan timbulnyahubungan yang baik antara sang makhluq dengan sang khaaliq, serta antara makhluk dengan makhluk yang lain.
Dan para ulama akhlak merumuskan definisinya dengan berbeda-beda tinjauan yang di kemukakannya, antara lain adalah:
a.    Al-Qurthuby mengatakan:
Suatu perbuatan manusia yang bersunber dari adab dan kesopanan disebut akhlaq, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.
b.    Muhammad bin ‘Ilaan Ash-shadieqy mengatakan:
Akhlaq adalah suatu pembawaan dal;am diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah(tanpa dorongan orang lain).
c.    Ibnu Maskawaih mengatakan:
Akhlaq ialah keadaan jiwa yang selalu mendorong manusia berbuat, tanpa memikirkannya(lebih lama).
d.   Abu Bakar Jabir Al- jazairi mengatakan:
Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.


e.    Imam Al-Ghazaly mengatakan:
Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan (lebih lama).maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuanakal dan norma agama, dinamakan akhlaq yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlaq yang buruk.[1]
Namun dalam literatur lain juga telah banyak dijelaskan dan dipaparkan mengenai definisi akhlaq bahwasanya secara etimologis (lughatan),  akhlaq adalah berasal dari jamak taksir khuluqyang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, ataupun tabiat. Dan kata akhlaqberasal dari kata khalaqa yang artinya menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta),dan makhluq (yang diciptakan), dan khulq (penciptaan). Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khalik (tuhan),dan tingkah laku makhluq (manusia).atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan limgkungannya baru mengndung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan pada kehendak khaliq. Dari  pengertian etimologis seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia saja, tapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya, dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.
Namun definisi akhlaq secara terminologi juga di jelaskan oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas dalam bukunya bahwa:
   Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.[2]
Dan ada pendapapt lain yang mengatakan bahwaada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlaq, yaitu pendekatan linguistik  (kebahasaan) dan terminologik (peristilahan), tadak jauh berbeda dengan pendapat yang sebelumnya bahwa, akhlaq berasal dari bahasa arab yaitu berasal dari isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa – yukhliqu – ikhlaqaan, sesuain dengan timbangan (wazan) tsulasi mazid rubaa’i af’ala – yuf”ilu - if’alan yang berarti al-sajiah (perangai), ath- tahbi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar),al-‘aadat (kebiasaan, kelaziman), dan al- muruah (peradaban yang baik). Dan sementara definisi akhlaq menurut pendekatan terminologik adalah tidak jauh berbeda dengan pengertian yang telah dikemukakan oleh yunahar ilyas dalam bukunya.[3]
2.    Definisi tasawwuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung- hubungkan oleh para ahli untuk menjelaskan arti tasawwuf, Harun nasution, misalnya menyebutkan liam istilah yang berkaitan dengan tasawwuf. Yaitu, ash-shuffah (ahl- shuffah), (orang yang ikut pindah dengan nabi dari mekkah ke madinah), saf (barisan), sufi (suci), shopos (bahasa yunani, hikmat), dan suf (yang artinya kain wool). Keseluruhan kata ini biasanya dihubung- hubungkan dengan tasawwuf. Dari segi linguistik kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawwuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana, dan sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlaq yang mulia. Sementara pengertian tasawwuf dari segi istilahnya dapat dipandang menggunakan tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawwuf dapat didefinisikansebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT. Selanjutnya jika seandainya manusia dipandang sebagai makhluk yang yang harus berjuang, maka tasawwuf dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama  dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia  sebagai makhluk yang bertuhan maka tasawwuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah ( ke-Tuhanan )yang dapat mengarahkan jiwaagar tertuju pada kegiatan- kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan tuhan. Jika tiga definisi tasawwuf  diatas satu dan lainnya dihubungkan, mak segera tampak bahwa tasawwuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan  berbagai kegiatan  yang dapat membebaskan drinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain, tasawwuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniyah agar selalu dekat dengan tuhan. Inilah esensi atau hahkikat dari tasawwuf.[4]
Pada dasarnya definisi tasawwuf ini hampir sama dengan definisi yang telah dipaparkan oleh para ilmuan di atas namun hanya saja terdapat sedikit perbedaan yaitu: dari segi linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawwuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, selalu menjaga diri dari kemaksiatan dan selalu bersikap bijaksana. Namun  secara istilah tasawwuf dapat di dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatiannya hanya kepada Allah SWT.[5]
Dalam referensi lain juga telah dijelaskan bahwa lafadz tasawwuf merupakan mashdar (kata jadian) bahasa arab dari fiil (kata kerja), yaitu tasawwafa – yatasawwafu – tasawwufan,  dan berasal dari kata shaafa – yashuufu – shaufan  yang mempunyai makna shairurah dalam kaidah bahasa arab yang mempunyai makna menjadi atau berpundah, dengan arti sebenarnya adalah menjadi sufi,[6]Dan masih banyak buku atau literatur lainnya yang menjelaskan tentang definisi tasawwuf. Termasuk juga ada yang mengatakan bahwa tasawuf adalah moralitas yang berasakan islam.[7]

B.  Ruang Lingkup Akhlak dan Tasawwuf
1.    Ruang Lingkup Akhlak
Muhammad Abdullah Draz dalam bukunya  Dustur AL-akhlaq fil Al- islam, membagi ruang lingkup akhlak menjadi lima bagian:
a.    Ahklak Pribadi (al- akhlaq al- fardiyah), terdiri dari:
1)      Perintah (awamirun)
2)   Larangan (nawahin)
3)   Yang dibolehkan (mubahaatun)
4)   Dan akhlak dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi- idhtirar).
b.    Akhlak Berkeluarga (al-Akhlaq al- usariyah). Terdiri dari: 1. Kewajiban timbal balik oarang tua dan anak. 2. Kewajiban suami istri 3. Kewajiban terhadap karib dan kerabat
c.    Akhlak Bermasyarakat (al- akhlaq al- ijtimaiyah) terdiri dari: 1. Yang dilarang. 2. Yang diperintahkan. 3.kaidah-kaidah adab
d.   Akhlak Bernegara (al- akhlaq ad-daulah). Terdiri dari:1. Hubungan antara pemimpin dan rakyat. 2. Hubungan luar negri.
e.    Akhlak Beragama (al-akhlaq ad-diniyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah SWT. Dari sistematika yang dibuat oleh Abdulllah Draz di atas tampaklah bagi kita bahwaruang lingkup akhlak itu sangat luas, mencakup seluruh aspek kehiduapan, baik secara  vertikal yang berhubungan dengan Allah SWT maupun secara horizontal yaitu dengan sesama makhluk-Nya.
Berangkat dari sistematika di atas dengan sedikit modifikasi penulis membagi pembahasan akhlaq dalam buku ini menjadi :
1)   Akhlak terhadap Allah SWT
2)   Akhlak terhadap Rasulullah
3)   Akhlak Pribadi
4)   Akhlak dalam Keluarga
5)   Akhlak Bermasyarakat
6)   Akhlak Bernegara[8]
Dan pendapat lain mengatakan bahwa ruang lingkup pembahasan akhlak adalah membahas tentang perbuatan – perbuatan manusia, kemudian menetapkan apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau tergolong perbuatan yang buruk.[9] Sementara ilmu akhlak adalah ilmu yang yang berisi tentang pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia. Namun didalam bukunya Abuddin Nata juga telah dijabarkan mengenai ruang lingkup akhlak, ternyata akhlak mempunyai tiga ruang lingkup saja, yaitu: 1.Akhlak kepada Allah SWT 2. Akhlak  kepada sesama manusia 3. Akhlak kepada lingkungan sekitar.[10]



2.    Ruang lingkup Tasawwuf
Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan orientalis barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.
Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “tasawuf/mistisisme islam” adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.
Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahan duniawi). Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.






BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akhlak adalah Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan menyucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercela.
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawwuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawwuf, sehingga dalam prakteknya tasawwuf mementingkan akhlak.
Ruang linkup akhlak meliputi:
1.    Akhlak (tata krama) kepada Allah swt.
2.    Akhlak kepada Rasul Allah saw.
3.    Akhlak untuk diri pribadi.
4.    Akhlak dalam keluarga.
5.    Akhlak dalam masyarakat.
6.    Ahlak bernegara.
Ruang lingkup tasawuf meliputi hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.
Akhlak dan tasawwuf memiliki tujuan yang sama yaitu, mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
Manfaat mempelajari akhlak tasawwuf, kita bisa mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, sehingga bisa mengarah kita pada kehidupan yang bahagia di dunia dan diakhirat.

B. Saran
Manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya, kadang-kadang manusia berbuat yang tidak masuk akal. Oleh sebab itu, manusia perlu sekali tahu mengenai diri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja. Maka dari itu sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari Ilmu Akhlak Tasawuf.




DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlaq, (yogyakarta: Pustaka pelajar offset, 2014 )
Mahyuddin, Akhlaq Tasawuf, (jakarta: kalam mulia, 2003)
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008)
Siregar,Rivay. Tasawuf dari Sufisme klasik ke Neo-sufisme, (Medan:  PT RajaGrafindo Persada, 2002)



[1]Mahyuddin, Akhlaq Tasawuf(Jakarta:Kalam Mulia, 2003), 4
[2]Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq(Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset, 2014 ), 1
[3]Abuddin Nata,Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia,edisi revisi ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008 ), 1
[4]Abuddin Nata,Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia edisi revisi,(Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, 2015), 156
[5]Abuddin Nata, Akhlaq Tasawwuf dan Karakter Mulia,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), 180
[6]Mahyuddin,Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), 44
[7]Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, (Medan:  PT RajaGrafindo Persada, 2002), 31
[8]Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq,(yogyakarta: pustaka pelajar offset, 2014 ), 6
[9]Abuddin Nata, Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia, ( Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2008), 8
[10]Abuddin Nata, Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia, ( Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2008), 149

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel