Makalah Akhlaq dan Tasawwuf
Sunday, 9 September 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan suatu negara sangat
ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan.
Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua
aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama
ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang
terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Di
antara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari
keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta
ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah
negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.
Hal itu terjadi salah satu
penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut
bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut
kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit
social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi
adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan
secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding,
THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk
perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh
wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa
malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Karena
korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke
jurang kehancuran.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Definisi Akhlaq dan Tasawwuf
?
2.
Apa saja ruang lingkup akhlaq dan tasawwuf
?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
Definisi Akhlaq dan Tasawwuf
2.
Untuk mengetahui ruang lingkup akhlaq dan tasawwuf
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi akhlak dan
tasawwuf
1.
Pengertian Akhlaq
Kata akhlaq
berasal dari bahasa arab yang sudah di-indonesia-kan, yang juga diartikan
dengan istilah perangai atau kesopanan, kata
akhlaqun adalah jamak taksir dari lafadz khuluqun, sebagaimana halnya kata a.naqun adalah jamak taksir dari kata unuqun yang artinya adalah batang leher. Juga terlihat kata ashlabun adalah jamak taksir dari jamak shulbun yang artinya tulang punggung
atau tulang belakang.
Asal kata
akhlaq adalah meervoud dari khilqun, yang mengandung segi-segi persesuaian
dengan kata khaliq dan makhluqnya, dari sinilah asal perimusan ilmu akhlaq yang
mrerupakan koleksi ugerah yang memumkinkan timbulnyahubungan yang baik antara
sang makhluq dengan sang khaaliq, serta antara makhluk dengan makhluk yang
lain.
Dan para
ulama akhlak merumuskan definisinya dengan berbeda-beda tinjauan yang di
kemukakannya, antara lain adalah:
a.
Al-Qurthuby mengatakan:
Suatu perbuatan manusia yang bersunber dari adab dan kesopanan disebut
akhlaq, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.
b.
Muhammad bin ‘Ilaan Ash-shadieqy mengatakan:
Akhlaq adalah suatu pembawaan dal;am diri manusia, yang dapat menimbulkan
perbuatan baik, dengan cara yang mudah(tanpa dorongan orang lain).
c.
Ibnu Maskawaih mengatakan:
Akhlaq ialah keadaan jiwa yang selalu mendorong manusia berbuat, tanpa
memikirkannya(lebih lama).
d.
Abu Bakar Jabir Al- jazairi mengatakan:
Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang
menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang
disengaja.
e.
Imam Al-Ghazaly mengatakan:
Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat
melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud untuk
memikirkan (lebih lama).maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang
terpuji menurut ketentuanakal dan norma agama, dinamakan akhlaq yang baik.
Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlaq yang
buruk.[1]
Namun dalam
literatur lain juga telah banyak dijelaskan dan dipaparkan mengenai definisi
akhlaq bahwasanya secara etimologis (lughatan),
akhlaq adalah berasal dari jamak taksir khuluqyang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku, ataupun tabiat. Dan kata akhlaqberasal dari kata khalaqa yang artinya menciptakan. Seakar
dengan kata khaliq (pencipta),dan makhluq (yang diciptakan), dan khulq (penciptaan). Kesamaan akar kata
diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya
keterpaduan antara kehendak khalik
(tuhan),dan tingkah laku makhluq (manusia).atau
dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan limgkungannya
baru mengndung nilai akhlaq yang hakiki manakala tindakan atau perilaku
tersebut didasarkan pada kehendak khaliq. Dari
pengertian etimologis seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata
aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia saja,
tapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya, dan bahkan dengan
alam semesta sekalipun.
Namun
definisi akhlaq secara terminologi juga di jelaskan oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas
dalam bukunya bahwa:
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa,
yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.[2]
Dan ada
pendapapt lain yang mengatakan bahwaada dua pendekatan yang dapat digunakan
untuk mendefinisikan akhlaq, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan terminologik (peristilahan), tadak jauh
berbeda dengan pendapat yang sebelumnya bahwa, akhlaq berasal dari bahasa arab
yaitu berasal dari isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa – yukhliqu – ikhlaqaan, sesuain
dengan timbangan (wazan) tsulasi mazid rubaa’i af’ala – yuf”ilu - if’alan yang berarti al-sajiah (perangai), ath-
tahbi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar),al-‘aadat (kebiasaan, kelaziman), dan al- muruah (peradaban yang baik). Dan sementara definisi akhlaq
menurut pendekatan terminologik adalah tidak jauh berbeda dengan pengertian
yang telah dikemukakan oleh yunahar ilyas dalam bukunya.[3]
2.
Definisi tasawwuf
Dari segi
bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung- hubungkan oleh para
ahli untuk menjelaskan arti tasawwuf, Harun nasution, misalnya menyebutkan liam
istilah yang berkaitan dengan tasawwuf. Yaitu, ash-shuffah (ahl- shuffah), (orang yang ikut pindah dengan nabi
dari mekkah ke madinah), saf (barisan), sufi (suci), shopos (bahasa yunani, hikmat), dan suf (yang artinya kain wool). Keseluruhan kata ini biasanya
dihubung- hubungkan dengan tasawwuf. Dari segi linguistik kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawwuf
adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup
sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana, dan
sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah akhlaq yang mulia.
Sementara pengertian tasawwuf dari segi istilahnya dapat dipandang menggunakan
tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas,
manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang
ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang
terbatas, maka tasawwuf dapat didefinisikansebagai upaya mensucikan diri dengan
cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah SWT. Selanjutnya jika seandainya manusia dipandang sebagai makhluk yang
yang harus berjuang, maka tasawwuf dapat didefinisikan sebagai upaya untuk
memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang bertuhan maka tasawwuf
dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah ( ke-Tuhanan )yang dapat
mengarahkan jiwaagar tertuju pada kegiatan- kegiatan yang dapat menghubungkan
manusia dengan tuhan. Jika tiga definisi tasawwuf diatas satu dan lainnya dihubungkan, mak
segera tampak bahwa tasawwuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan drinya dari pengaruh
kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah
SWT. Dengan kata lain, tasawwuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan
pembinaan mental rohaniyah agar selalu dekat dengan tuhan. Inilah esensi atau
hahkikat dari tasawwuf.[4]
Pada dasarnya
definisi tasawwuf ini hampir sama dengan definisi yang telah dipaparkan oleh
para ilmuan di atas namun hanya saja terdapat sedikit perbedaan yaitu: dari
segi linguistik (kebahasaan) ini segera dapat dipahami bahwa tasawwuf adalah
sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana,
rela berkorban untuk kebaikan, selalu menjaga diri dari kemaksiatan dan selalu
bersikap bijaksana. Namun secara istilah
tasawwuf dapat di dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatiannya hanya kepada
Allah SWT.[5]
Dalam
referensi lain juga telah dijelaskan bahwa lafadz tasawwuf merupakan mashdar
(kata jadian) bahasa arab dari fiil (kata kerja), yaitu tasawwafa – yatasawwafu – tasawwufan, dan berasal dari kata shaafa – yashuufu – shaufan yang mempunyai makna shairurah dalam kaidah bahasa arab yang mempunyai makna menjadi
atau berpundah, dengan arti sebenarnya adalah menjadi sufi,[6]Dan
masih banyak buku atau literatur lainnya yang menjelaskan tentang definisi
tasawwuf. Termasuk juga ada yang mengatakan bahwa tasawuf adalah moralitas yang
berasakan islam.[7]
B. Ruang Lingkup Akhlak dan Tasawwuf
1.
Ruang Lingkup Akhlak
Muhammad
Abdullah Draz dalam bukunya Dustur AL-akhlaq fil Al- islam, membagi
ruang lingkup akhlak menjadi lima bagian:
a.
Ahklak Pribadi (al-
akhlaq al- fardiyah), terdiri dari:
1)
Perintah (awamirun)
2)
Larangan (nawahin)
3)
Yang dibolehkan (mubahaatun)
4)
Dan akhlak dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi- idhtirar).
b.
Akhlak Berkeluarga (al-Akhlaq
al- usariyah). Terdiri dari: 1. Kewajiban timbal balik oarang tua dan anak.
2. Kewajiban suami istri 3. Kewajiban terhadap karib dan kerabat
c.
Akhlak Bermasyarakat (al-
akhlaq al- ijtimaiyah) terdiri dari: 1. Yang dilarang. 2. Yang
diperintahkan. 3.kaidah-kaidah adab
d.
Akhlak Bernegara (al-
akhlaq ad-daulah). Terdiri dari:1. Hubungan antara pemimpin dan rakyat. 2.
Hubungan luar negri.
e.
Akhlak Beragama (al-akhlaq ad-diniyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah SWT. Dari
sistematika yang dibuat oleh Abdulllah Draz di atas tampaklah bagi kita
bahwaruang lingkup akhlak itu sangat luas, mencakup seluruh aspek kehiduapan,
baik secara vertikal yang berhubungan
dengan Allah SWT maupun secara horizontal yaitu dengan sesama makhluk-Nya.
Berangkat
dari sistematika di atas dengan sedikit modifikasi penulis membagi pembahasan
akhlaq dalam buku ini menjadi :
1)
Akhlak terhadap Allah SWT
2)
Akhlak terhadap Rasulullah
3)
Akhlak Pribadi
4)
Akhlak dalam Keluarga
5)
Akhlak Bermasyarakat
6)
Akhlak Bernegara[8]
Dan
pendapat lain mengatakan bahwa ruang lingkup pembahasan akhlak adalah membahas
tentang perbuatan – perbuatan manusia, kemudian menetapkan apakah perbuatan
tersebut tergolong perbuatan yang baik atau tergolong perbuatan yang buruk.[9]
Sementara ilmu akhlak adalah ilmu yang yang berisi tentang pembahasan dalam
upaya mengenal tingkah laku manusia. Namun didalam bukunya Abuddin Nata juga
telah dijabarkan mengenai ruang lingkup akhlak, ternyata akhlak mempunyai tiga
ruang lingkup saja, yaitu: 1.Akhlak
kepada Allah SWT 2. Akhlak kepada sesama
manusia 3. Akhlak kepada lingkungan sekitar.[10]
2.
Ruang lingkup Tasawwuf
Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam
islam”. Di kalangan orientalis barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata
“Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme”
tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan
khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh
kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut
akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal
ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang
dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian
ini menjadi inti persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.
Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa
“tasawuf/mistisisme islam” adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara,
bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat Allah SWT (Tuhan). Maka
gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak
hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.
Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada
hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahan duniawi).
Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada
perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa
ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena
belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang
lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak adalah Kehendak jiwa
manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Tasawuf adalah suatu kehidupan rohani
yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi,
berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan menyucikan jiwanya,
dengan melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercela.
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan.
Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia,
sedangkan tasawwuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan
Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawwuf, sehingga dalam
prakteknya tasawwuf mementingkan akhlak.
Ruang linkup akhlak meliputi:
1. Akhlak
(tata krama) kepada Allah swt.
2. Akhlak
kepada Rasul Allah saw.
3. Akhlak
untuk diri pribadi.
4. Akhlak
dalam keluarga.
5. Akhlak
dalam masyarakat.
6. Ahlak
bernegara.
Ruang lingkup tasawuf meliputi hal-hal
yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari
Tuhan.
Akhlak dan tasawwuf memiliki tujuan yang
sama yaitu, mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari
perbuatan yang tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
Manfaat mempelajari akhlak tasawwuf,
kita bisa mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, sehingga
bisa mengarah kita pada kehidupan yang bahagia di dunia dan diakhirat.
B. Saran
Manusia
tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya, kadang-kadang manusia berbuat yang tidak masuk akal. Oleh
sebab itu, manusia perlu sekali tahu mengenai diri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih
sangat jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini, baik yang kami sengaja maupun yang tidak kami sengaja.
Maka dari itu sangat kami harapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga dengan berbagai kekurangan yang ada ini
tidak mengurangi nilai-nilai dan manfaat dari mempelajari Ilmu Akhlak Tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. Kuliah
Akhlaq, (yogyakarta: Pustaka pelajar offset, 2014 )
Mahyuddin, Akhlaq
Tasawuf, (jakarta: kalam mulia, 2003)
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008)
Siregar,Rivay. Tasawuf
dari Sufisme klasik ke Neo-sufisme, (Medan:
PT RajaGrafindo Persada, 2002)
[1]Mahyuddin, Akhlaq Tasawuf(Jakarta:Kalam Mulia,
2003), 4
[3]Abuddin
Nata,Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia,edisi
revisi ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008 ), 1
[4]Abuddin
Nata,Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia
edisi revisi,(Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, 2015), 156
[5]Abuddin
Nata, Akhlaq Tasawwuf dan Karakter Mulia,(Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008), 180
[6]Mahyuddin,Akhlaq Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia,
2003), 44
[7]Rivay
Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke
Neo-Sufisme, (Medan: PT RajaGrafindo
Persada, 2002), 31
[8]Yunahar
Ilyas, Kuliah Akhlaq,(yogyakarta: pustaka
pelajar offset, 2014 ), 6
[9]Abuddin
Nata, Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia,
( Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2008), 8
[10]Abuddin
Nata, Akhlaq Tasawwuf dan karakter mulia,
( Jakarta: PT Rajagrafindo persada, 2008), 149