SOAL TERKAIT AKHLAQ TASAWWUF



UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GASAL IAIN JEMBER TAHUN 2015/2016
AKHLAK TASAWUF
Oleh
Mohammad Zaini, M. Pd.I

1. Carilah salah satu tokoh sufi yang saudara ketahui kemudian deskripsikan kronologisnya sehingga menjadi salah satu sufi baik aliran syar’i maupun falsafi!
2. Jelaskan apa yang saudara pahami terkait fana’, Baqa’, Ittihad dan Wihdatul Wujud!
3. Jelaskan Ruang lingkup pembagian Akhlak ( Akhlak kepada Khalik, mahluk dan alam)!
4. Bagaimana saudara menilai terkait beberapa aliran tarekat (Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syadziliyah, Khalwati dan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah) yang saat ini berkembang di indonesia serta implikasinya terhadap kemajemukan budaya indonesia!
5. Dengan adanya isu islam nusantara banyak pihak yang meragukan eksistensi islam, karena hal ini akan menjadi pemicu terhadap keyakinan umat islam. Bagaiamana saudara mengantisipasi dan menjaga keyakinan serta kerukuanan umat islam jika hal tersebut terjadi, karena ada kemungkinan akan menimbulkan keratakan jika islam nusantara diterapkan!
6. Deskripsikan secara umum makalah saudara sesuai tema masing-masing!













Dari segi bahasa al’fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al-fasad (rusak). Fana artinya tidak tampaknya sesuatu, sedangkan rusak adalah berubahnya sesuatu kepada sesuatu yang lain. Adapun arti fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat-sifat ketuhanan.
Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal, sedang menurut yang dimaksud para sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia. Karena lenyapnya (fana) sifat-sifat basyariah, maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah. Dalam istilah tasawuf, fana dan baqa datang beriringan, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli tasawuf: “Apabila tampaklah nur kabaqaan, maka fanalah yang tiada, dan baqalah yang kekal.”[1]
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa yang dimaksud dengan fana adalah lenyapnya sifat-sifat basyariah, akhlak yang tercela, kebodohan dan perbuatan maksiat dari diri manusia. Sedangkan baqa adalah kekalnya sifat-sifat ketuhanan, akhlak yang terpuji, ilmu pengetahuan dan kebersihan diri dari dosa dan maksiat. Adapun kedudukannya adalah merupakan hal, karena hal yang demikian tidak terjadi terus-menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan.
Berbicara fana dan baqa ini erat hubungannya dengan al-ittihad, yakni penyatuan batin atau rohaniah dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa itu sendiri adalah ittihad itu. Dalam ajaran ittihad sebagai salah satu metode tasawuf sebagai dikatakan oleh al-Baidawi, yang dilihat hanya satu wujud sungguhpun sebenarnya yang ada dua wujud yang berpisah dari yang lain. Karena yang dilihat hanya satu wujud, maka dalam ittihad ini bisa terjadi pertukaran peranan antara yang mencintai (manusia) dengan yang dicintai (Tuhan) atau tegasnya antara sufi dan Tuhan.[2]
Dalam situasi ittihad yang demikian itu, seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu dengan kata-kata: “Hai Aku”. Dalam teks Arabnya kata-kata tersebut berbunyi,
فيقؤ ل ا لؤا حد للا خر يا ا نا
Maka yang satu kepada yang lainnya mengatakan “aku”.
Dengan demikian jika seorang sufi mengatakan misalnya mahasuci aku, maka yang dimaksud aku si situ bukan sufi sendiri, tetapi sufi yang telah bersatu batin dan rohaninya dengan Tuhan, melalui fana dan baqa.

Wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada.[6] Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. Kata al-wahdah digunakan pula oleh para ahli filsafat dan sufistik sebagai suatu kesatuan antara materi dan roh, substansi (hakikat) dan forma (bentuk), antara yang tampak (lahir) dan yang batin, antara alam dan Allah, karena alam dari segi hakikatnya qadim dan berasal dari Tuhan.[7]
Paham yang terakhir itulah yang selanjutnya digunakan para sufi, yaitu paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud. Harun Nasution lebih lanjut menjelaskan paham ini dengan mengatakan, bahwa dalam paham wahdat al-wujud, nasut yang ada dalam hulul diubah menjadi khalq (makhluk) dan lahut menjadi haqq (Tuhan). Khalq dan haqq adalah dua aspek bagian sesuatu. Aspek yang sebelah luar disebut khalq dan aspek yang sebelah dalam disebut haqq.[8]
Yang berwujud selain Tuhan tak akan mempunyai wujud, sekiranya Tuhan tidak ada. Tuhanlah yang sebenarnya yang mempunyai wujud hakiki atau yang wajibul wujud. Sementara itu makhluk sebagai yang diciptakan-Nya hanya mempunyai wujud yang bergantung kepada wujud yang berada dirinya, yaitu Tuhan. Dengan kata lain yang mempunyai wujud sebenarnya hanyalah Tuhan dan wujud yang dijadikan ini sebenarnya tidak mempunyai wujud. Yang mempunyai wujud sesungguhnya hanyalah Allah.

3.     HUBUNGAN AKHLAK KEPADA ALLAH
Akhlak  kepada Allah dilakukan dengan cara berhubungan dengan Allah melalui media – media yang telah disediakan Allah, yaitu ibadah yang langsung kepada Allah seperti sholat, puasa dan haji. Pelaksanaan ibadah- ibadah itu secara benar menurut ketentuan syariat serta dilakukan dengan ikhlas mengharap ridho allah Saw, merupakan akhlak yang baik terhadap-Nya.
Berakhlak  kepada Allah diajarkan pula oleh Rasul dengan bertahmid, takbir, tasbih, dan tahlil. Takmid adalah membaca hamdallah yang merupakan tanda terimakasih kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan-Nya. Takbir adalah mengucap Allahu Akbar yang merupakan ungkapan pengakuan akan kemahabesaran Allah yang tiada taranya. Tasbih adalah menbaca subhanallah sebagai ungkapan kekaguman atas kekuasaan Allah yang tak terbatas yang ditampakkan dalam seluruh ciptaan-Nya. Tahlil adalah membaca la ilaaha illa llahu yaitu suatu ungkapan pengakuan dan janji seorang muslim yang hanya mengakui Allah sebagai sutu- satunya  Tuhan. Berakhlak terhadap Allah diungkapkan pula melalui berdo’a. Berdo’a merupakan bukti ketakberdayaan manusia dihadapan Allah, karena itu orang yang tidak pernah berdo’a dipandang sebagai oran yang sombong.

C.   HUBUNGAN AKHLAK KEPADA MAKHLUK
Akhlak terhadap manusia dapat dirinci menjadi:
1.      Akhlak terhadap rasulullah (Nabi Muhammad), antara lain:
a.       Mencintai rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya.
b.      Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan kehidupan.
c.       Menjadikan apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang dilarang-Nya.
2.      Akhlak terhadap orang tua (Birrul Walidain), antara lain:
a.       Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b.      Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang.
c.       Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat, mempergunakan kata-kata lemah lembut.
d.      Berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya, dengan mengikuti nasihatn baiknya, tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu bapak ridho.
e.       Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
3.      Akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a.       Memelihara kesucian diri.
b.      Menutup aurat
c.       Jujur dalam perkataan dan berbuat ikhlas dan rendah hati.
d.      Malu melakaukan perbuatan jahat
e.       Menjauhi dengki dan dendam.
f.       Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain
g.      Menjauhi dari segala perkataan dan perbuatan sia-sia.
4.      Akhlak terhadap keluarga karib kerabat antara lain:
a.       Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga
b.      Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
c.       Berbakti kepada ibu bapak
d.      Mendidik anak-anak dengan kasih sayang
e.       Memelihara hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia.
5.      Akhlak terhadap tetangga, antara lain :
a.       Saling mengunjungi
b.      Saling bantu diwaktu senang lebih-lebih tatkala susah
c.       Saling beri memberi, saling hormat menghormati
d.      Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan
6.      Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :
a.       Memuliakan tamu
b.      Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan
c.       Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa
d.      Memberi makanan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupan
e.       Bermusyawarah dalam segala urusan
f.       Memtaati keputusan yang telah diambil
g.      Menepati janji

D.   AKHLAK TERHADAP ALAM SEMESTA
Manusia merupakan bagian dari alam dan lingkungan, karena itu umat islam diperintahkan untuk menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan hidupnya. Sebagai makhluk yang ditugaskan sebagai kholifatullah fil ardh, manusia dituntut untuk memelihara dan menjaga lingkungan alam. Karena itu, berakhlak terhadap alam sangat dianjurkan dalam ajaran islam. Beberapa prilaku yang menggambarkan akhlak yang baik terhadap alam antara lain, memelihara dan menjaga alam agar tetap bersih dan sehat, menghindari pekerjaan yang menimbulkan kerusakan alam.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel