Sekolah atau Madrasah dan Pondok Pesantren sebagai wadah pendidikan islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value) pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan setidaknya meliputi: nilai etis, nilai pragmatis, nilai efek sensorik dan nilai religius.
Dalam pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik merupakan tugas yang amat berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan informasi. Tugas yang berat tersebut di tambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, di luar sekolah maupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Hal ini disebabkan karena profesi pendidik dari segi materi kurang menguntungkan, juga dikarenakan sebagian masyarakat dalam era globalisasi ini dipengaruhi paham materialisme yang menyebabkan mereka bersifat materialistik.
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya pendidik Islam, adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa peran dan fungsi guru dalam pendidikan islam ?
2.      Apa peran siswa atau peserta didik dalam pendidikan islam ?
3.      Seperti apakah kompetensi guru itu ?
4.      Bagaimana sekolah/madrasah dan pesantren sebagai wadah pendidikan islam ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Peran dan fungsi guru atau pendidik dalam pendidikan islam
Pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[1] Pendidik berfungsi sebagai spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan konsumsi jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik hampir setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki[2] bersyair:
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun.
Dalam QS. At-Taubah:122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak) kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.[3]
 Seorang pendidik bukan hanya bertugas mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:[4]
1. Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3. Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
2. Membangkitkan gairah peserta didik
3. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik
4. Mengatur proses belajar mengajar yang baik
5. Memerhatikan perubahan-perubahan kecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar
6. Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.



B.  Peran siswa atau peserta didik dalam pendidikan islam
            Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, murid berarti orang (anak yang sedang berguru, belajar, bersekolah). Sedangkan menurut Prof. Dr. Shafique Ali Khan, murid (pelajar) adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.
Dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengorganisasikan setiap kegiatan pembelajaran dan menghargai anak didiknya sebagai subyek yang memiliki potensi.
Dengan demikian, siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu:

a. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen,  dan demonstrasi
 b. Aktiviatas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi dan menyanyi
c. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan
d. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis
e. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.
Kesadaran murid akan guna bimbingan belajar serta bimbingan dalam bersikap, agar dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta melaksanakan sikap-sikap yang sesuai dengan ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari, amat diharapkan. Dan untuk itu, maka menjadi tugas muridlah untuk berpartisipasi secara aktif, sehingga bimbingan itu dapat dilaksanakan secara efektif. Keikutsertaan itu dibuktikan, di antaranya dengan murid harus menyediakan dan merelakan diri untuk dibimbing.

C.  Kompetensi guru dalam pendidikan islam
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa
Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profes:
a.       Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
b.      Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
c.        Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
d.       Kompetensi Sosial
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.


D.  Sekolah atau Madrasah dan Pondok Pesantren sebagai wadah pendidikan islam

1.      Pondok Pesantren
            Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab fundug, yang berarti hotel atau asrama, atau dalam pengertian lain pondok adalah asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu. Dengan kata lain, Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Menurut lembaga Research Islam, pesantren adalah ”suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya.
Dalam lembaga pendidikan pesantren terdapat beberapa varian yang sangat penting dalam perjalanannya sebagai lembaga pendidikan, setidaknya terdapat lima (5) varian yang penting dan terikat dalam pondok peosantren, walaupun sebenarnya jumlah varian ini tidak mutlak lima, semua tergantung pada masing-masing pondok pesantren tersebut. Kelima varian tersebut meliputi Kyai (Ulama), pondok (asrama), masjid (mushola), santri dan proses pembelajaran dan pengkajian kitab-kitab klasik atau biasa dikenal dengan istilah Kitab Kuning. Namun perlu dicermati bahwa seiring dengan perkembangan zaman, banyak pondok pesantren pada perkembangannya mendirikan lembaga pendidikan formal. Hal ini kemudian mau tidak mau menambah varian lain dalam menangani perjalanan pondok pesantren tersebut, bisa saja varian tamabahannya adalah, managemen, yayasan, sistem, pengurus, organisasi, tata tertib dan mungkin juga yang lainnya, yang tentunya tambahan varian dalam pondok pesantren disesuaikan dengan kebutuhannya.

a. Kyai
Pemahaman yang lebih mudah tentang ulama adalah seorang yang memahami, menguasai dan mengajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Islam. Dalam pandangan al-Qur’an, Ulama dlihat sebagai bagian dari umat yang memegang peran yang sangat penting dan strategis dalam pembentukan masyarakat yang mardhatillah. Kata ’alim bentuk jamaknya adalah ’alimun. Sedangkan ulama adalah bentuk jamak dari ’alim yang merupakan bentuk mubalaghah, berarti orang yang sangat mendalam pengetahuannya.
b. Pondok
Salah satu Ciri khas dari pondok pesantren adalah semua murid (santri) yang mencari ilmu tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang kyai dengan model menginap. Tempat tinggal sesaat untuk para santri ini yang kemudian oleh orang jawa dipopulerkan dengan istilah pondok.
Kelebihan dari model pondok ini adalah, terciptanya suasana lingkungan belajar yang kondusif, semangat belajar, keakraban antara santri dengan santri, juga antara santri dengan kyai atau guru, kemandirian, tanggung jawab dan pengawasan 24 jam baik dari antar santri ataupun dari kyai, serta masih banyak lagi keunggulan dari pendidikan model pondok. Maka tak heran pada akhir-akhir ini kemudian banyak bermunculan lembaga pendidikan formal yang meniru dengan lembaga pesantren yang didirikan oleh para kyai, hal ini setidak nya dapat dilihat dari munculnya istlilah boarding school (kelas asrama) pada beberapa lembaga pendidikan formal baik yang negeri ataupun swasta.
c. Masjid
Kedudukan msajid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi univesalisme dari sistem pendidikan Islam yang pernah dipraktekan oleh Nabi Muhammad SAW. Artinya, telah terjadi proses yang berkesinambungan fungsi masjid sebagai pusat aktifitas kaum muslim. Tradisi penggunaan masjid sebagai pusat aktifitas kaum muslim diteruskan oleh para sahabat dan khalifah berikutnya. Dimanapun kaum muslimin berada masjid sebagai pilihan ideal bagi tempat pertemuan, musyawarah, pusat pendidikan, pengajian, kegiatan administrasi dan kultural, bahkan ketika belum ada madrasah dan sekolah yang menggunakan sistem klasikal, masjid merupakan tempat paling feresantatif untuk menyelenggarakan pendidikan.
d. Santri
Santri adalah istilah lain dari murid atau siswa yang mencari ilmu pada lembaga pendidikan formal, bedanya santri ini mencari ilmu pada pondok pesantren. (Adapun Asal muasal kata santri dapat dilihat pada halaman sebelumnya). Dalam dunia pesantren istilah santri terbagi menjadi dua kategori.
e. Pengajaran Kitab Kuning
Kitab kuning adalah ungkapan dari beberapa kitab klasik yang sering dikaji dan dipelajari oleh para santri dan kyai. Yang biasanya dikaji dalam dunia pesantren adalah kitab-kitab klasik madzhab syafi’i dalam bentuk bahasa arab tanpa disertai harakat.
Setelah kita memahami lebih jauh tentang pondok pesantren, sangat terasa betapa hebat dan luar biasanya para kyai dalam mencoba mendesain lembaga pendidikan yang sesuai dengan keadaan Nusantara (Indonesia), yang tentunya lembaga pondok pesantren ini berbeda dengan lembaga pendidikan formal lainnya yang berkembang di masyarakat kita. Sebagian besar lembaga pendidikan formal yang berkembang di masyarakat adalah mengadopsi pada sistem pendidikan barat (Belanda) sebagai salah satu peninggalan yang diwariskan oleh Belanda pada masa penjajahan.

2.      Madrasah
Madrasah mengandung arti tempat atau wahana anak mengenyam proses pembelajaran. Kata madrasah, yang secara harfiah identik dengan sekolah agama, lambat laun sesuai dengan perjalan peradaban bangsa mengalami perubahan dalam meteri pelajaran yang diberikan kepada anak peserta didiknya, madrasah dalam kegiatan pembelajarannya mulai menambah dengan mata pelajaran umum yang tidak melepaskan diri dari makna asalnya yang sesuai dengan ikatan budayanya, yakni budaya Islam.
 Pada dasarnya madrasah dengan pondok pesantren tidak jauh berbeda, masing-masing mempunyai model dan tujuan yang sama dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam catatan sejarah madrasah lahir dari lingkungan pondok pesantren, atau dengan kata lain madrasah adalah perluasan dan pengembangan pendidikan dari pondok pesantren yang mempunyai misi untuk mencerdaskan anak bangsa yang pada saat itu belum ada keinginan untuk tinggal atau menginap di pondok dalam proses belajarnya
Madrasah sebagai upaya penyempurnaan terhadap sistem pendidikan di pondok pesantren kearah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah yang umum. Maka tak heran belakangan banyak bermunculan madrasah dilingkungan pondok pesantren. Berdirinya madrasah pada lingkungan pondok pesantren ini awal mulanya adalah untuk menampung keinginan dari para santri yang tidak hanya ingin mengaji semata namun juga ingin sekolah pada lembaga pendidikan formal yang kemudian pada akhirnya mendapatkan ijazah. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari beberapa wilayah di pulau jawa, madura, sumatera dan kalimantan yang banyak sekali bermunculan madrasah pada lingkungan pondok pesantren.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari makalah yang telah  disajikan di atas, dapat kita simpulkan bahwa dalam komponen pendidikan harus memenuhi kriteria agar tercapainya suatu pendidikan yang bermutu baik dari pendidik, peserta didik, kompetensi dan lembaga. Salah satu komponen tersebut adalah pendidikan yang berperan penuh dalam rangka melaksanakan tugas sebagai pewaris para nabi (waratsatul Anbiya’), para pendidik hendaklah berfungsi sebagai spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan konsumsi jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk juga bertolak pada amar ma’ruf dan nahi munkar dalam artian menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat penyebaran misi iman, islam dan ihsan, dan kekuatan rohani pokok yang dikembangkan oleh pendidikan.


















DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad.  1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1987. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami  A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang.
Muhammad, Abu Hamid al-Ghazali. 1979. ihya ‘ulum al-Din, terj. Ismail ya’qub. Semarang: Faizan.
Roestiyah NK. 1982. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.


[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), 74.
[2] M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terjemahan Bustami A. Ghani (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), 135.
[3] Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, ihya ‘ulumuddin, terjemahan Ismail ya’qub (Semarang: Faizan, 1979), 65.
[4] Roestiyah NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1982), 86.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel