Sekolah atau Madrasah dan Pondok Pesantren sebagai wadah pendidikan islam
Friday, 13 May 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Keberadaan
pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya
mentransformasikan pengetahuan (knowledge) tetapi juga dituntut menginternalisasikan
nilai-nilai (value) pada peserta didik. Bentuk nilai yang di internalisasikan setidaknya meliputi: nilai etis, nilai
pragmatis, nilai efek sensorik dan nilai religius.
Dalam pelaksanaan internalisasi nilai dan
transformasi pengetahuan pada peserta didik merupakan tugas yang amat berat di tengah kehidupan
masyarakat yang kompleks apalagi pada era globalisasi dan informasi. Tugas yang
berat tersebut di tambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang
melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, di luar sekolah maupun dalam kehidupan
sosial masyarakat. Hal ini disebabkan karena profesi pendidik dari segi materi kurang
menguntungkan, juga dikarenakan sebagian masyarakat dalam era globalisasi ini dipengaruhi
paham materialisme yang menyebabkan mereka bersifat materialistik.
Berbeda dengan gambaran tentang
pendidik pada umumnya pendidik Islam, adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam
pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa peran dan fungsi guru dalam pendidikan islam ?
2.
Apa peran siswa atau peserta didik dalam pendidikan islam ?
3.
Seperti apakah kompetensi guru itu ?
4. Bagaimana
sekolah/madrasah
dan pesantren sebagai wadah pendidikan islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peran dan fungsi guru atau pendidik dalam pendidikan islam
Pendidik dalam Islam adalah
orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya
dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[1]
Pendidik
berfungsi sebagai spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang
memberikan konsumsi jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan
meluruskan perilakunya yang buruk. Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama
adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, pendidik
memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau
sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau
menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi
SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga
ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik hampir setingkat dengan derajat seorang Rasul.
Al-Syawki[2] bersyair:
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah
penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali
menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia
berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang
aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun.
Dalam QS. At-Taubah:122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا
نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama
yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup
semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia
tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah
upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun
binatang jinak) kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.[3]
Seorang
pendidik bukan hanya bertugas mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada
anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah
fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam
pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:[4]
1. Sebagai instruksional (pengajar), yang
bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah
disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program
dilakukan.
2. Sebagai educator (pendidik), yang
mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring
dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3. Sebagai managerial (pemimpin), yang
memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang
terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan,
pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program
pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut
untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat
berupa:
1. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar
seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta
didik.
2. Membangkitkan gairah peserta didik
3. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik
yang baik
4. Mengatur proses belajar mengajar yang baik
5. Memerhatikan perubahan-perubahan
kecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar
6. Adanya hubungan manusiawi dalam proses
belajar mengajar.
B. Peran siswa atau peserta didik dalam pendidikan
islam
Di dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, murid berarti orang (anak yang sedang berguru, belajar, bersekolah).
Sedangkan menurut Prof. Dr. Shafique Ali Khan, murid (pelajar) adalah orang
yang datang ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari
beberapa tipe pendidikan. Seorang pelajar adalah orang yang mempelajari
ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun, siapa pun, dalam bentuk apa
pun, dengan biaya apa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka
mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan.
Dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengorganisasikan setiap kegiatan
pembelajaran dan menghargai anak didiknya sebagai subyek yang memiliki potensi.
Dengan demikian, siswa
diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran. Aktivitas belajar siswa dapat
digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu:
a. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan
eksperimen, dan demonstrasi
b. Aktiviatas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak,
tanya jawab, diskusi dan menyanyi
c. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan
d. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis
e. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.
Kesadaran
murid akan guna bimbingan belajar serta bimbingan dalam bersikap, agar dirinya
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta melaksanakan sikap-sikap yang
sesuai dengan ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari, amat diharapkan. Dan untuk itu, maka menjadi tugas muridlah untuk berpartisipasi secara
aktif, sehingga bimbingan itu dapat dilaksanakan secara efektif. Keikutsertaan
itu dibuktikan, di antaranya dengan murid harus menyediakan dan merelakan diri
untuk dibimbing.
C. Kompetensi guru dalam
pendidikan islam
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profes:
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profes:
a.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
b.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
c.
Kompetensi Profesional
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
d.
Kompetensi Sosial
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
D. Sekolah atau Madrasah dan Pondok Pesantren sebagai wadah pendidikan islam
1.
Pondok
Pesantren
Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab fundug,
yang berarti hotel atau asrama, atau dalam pengertian lain pondok adalah
asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat
dari bambu. Dengan kata lain, Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama
(komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership
seseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang bersifat
kharismatik serta independen dalam segala hal. Menurut lembaga Research
Islam, pesantren adalah ”suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam
menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat
tinggalnya.
Dalam lembaga pendidikan pesantren terdapat
beberapa varian yang sangat penting dalam perjalanannya sebagai lembaga
pendidikan, setidaknya terdapat lima (5) varian yang penting dan terikat dalam
pondok peosantren, walaupun sebenarnya jumlah varian ini tidak mutlak lima,
semua tergantung pada masing-masing pondok pesantren tersebut. Kelima varian
tersebut meliputi Kyai (Ulama), pondok (asrama), masjid (mushola), santri dan
proses pembelajaran dan pengkajian kitab-kitab klasik atau biasa dikenal dengan
istilah Kitab Kuning. Namun perlu dicermati bahwa seiring dengan perkembangan
zaman, banyak pondok pesantren pada perkembangannya mendirikan lembaga
pendidikan formal. Hal ini kemudian mau tidak mau menambah varian lain dalam
menangani perjalanan pondok pesantren tersebut, bisa saja varian tamabahannya
adalah, managemen, yayasan, sistem, pengurus, organisasi, tata tertib dan
mungkin juga yang lainnya, yang tentunya tambahan varian dalam pondok pesantren
disesuaikan dengan kebutuhannya.
a. Kyai
Pemahaman yang lebih mudah tentang ulama adalah
seorang yang memahami, menguasai dan mengajarkan ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan Islam. Dalam pandangan al-Qur’an, Ulama dlihat sebagai bagian dari umat
yang memegang peran yang sangat penting dan strategis dalam pembentukan
masyarakat yang mardhatillah. Kata ’alim bentuk jamaknya adalah ’alimun.
Sedangkan ulama adalah bentuk jamak dari ’alim yang merupakan bentuk
mubalaghah, berarti orang yang sangat mendalam pengetahuannya.
b. Pondok
Salah satu Ciri khas dari pondok pesantren adalah
semua murid (santri) yang mencari ilmu tinggal bersama dan belajar dibawah
bimbingan seorang kyai dengan model menginap. Tempat tinggal sesaat untuk para
santri ini yang kemudian oleh orang jawa dipopulerkan dengan istilah pondok.
Kelebihan dari model pondok ini adalah, terciptanya
suasana lingkungan belajar yang kondusif, semangat belajar, keakraban antara
santri dengan santri, juga antara santri dengan kyai atau guru, kemandirian,
tanggung jawab dan pengawasan 24 jam baik dari antar santri ataupun dari kyai,
serta masih banyak lagi keunggulan dari pendidikan model pondok. Maka tak heran
pada akhir-akhir ini kemudian banyak bermunculan lembaga pendidikan formal yang
meniru dengan lembaga pesantren yang didirikan oleh para kyai, hal ini setidak
nya dapat dilihat dari munculnya istlilah boarding school (kelas asrama)
pada beberapa lembaga pendidikan formal baik yang negeri ataupun swasta.
c. Masjid
Kedudukan msajid sebagai pusat pendidikan dalam
tradisi pesantren merupakan manifestasi univesalisme dari sistem pendidikan
Islam yang pernah dipraktekan oleh Nabi Muhammad SAW. Artinya, telah terjadi
proses yang berkesinambungan fungsi masjid sebagai pusat aktifitas kaum muslim.
Tradisi penggunaan masjid sebagai pusat aktifitas kaum muslim diteruskan oleh
para sahabat dan khalifah berikutnya. Dimanapun kaum muslimin berada masjid
sebagai pilihan ideal bagi tempat pertemuan, musyawarah, pusat pendidikan,
pengajian, kegiatan administrasi dan kultural, bahkan ketika belum ada madrasah
dan sekolah yang menggunakan sistem klasikal, masjid merupakan tempat paling
feresantatif untuk menyelenggarakan pendidikan.
d. Santri
Santri adalah istilah lain dari murid atau siswa
yang mencari ilmu pada lembaga pendidikan formal, bedanya santri ini mencari
ilmu pada pondok pesantren. (Adapun Asal muasal kata santri dapat dilihat pada
halaman sebelumnya). Dalam dunia pesantren istilah santri terbagi menjadi dua
kategori.
e.
Pengajaran Kitab Kuning
Kitab kuning adalah ungkapan dari beberapa kitab
klasik yang sering dikaji dan dipelajari oleh para santri dan kyai. Yang
biasanya dikaji dalam dunia pesantren adalah kitab-kitab klasik madzhab syafi’i
dalam bentuk bahasa arab tanpa disertai harakat.
Setelah kita memahami lebih jauh tentang pondok
pesantren, sangat terasa betapa hebat dan luar biasanya para kyai dalam mencoba
mendesain lembaga pendidikan yang sesuai dengan keadaan Nusantara (Indonesia),
yang tentunya lembaga pondok pesantren ini berbeda dengan lembaga pendidikan
formal lainnya yang berkembang di masyarakat kita. Sebagian besar lembaga
pendidikan formal yang berkembang di masyarakat adalah mengadopsi pada sistem
pendidikan barat (Belanda) sebagai salah satu peninggalan yang diwariskan oleh
Belanda pada masa penjajahan.
2.
Madrasah
Madrasah mengandung arti tempat atau wahana anak
mengenyam proses pembelajaran. Kata madrasah, yang secara harfiah identik
dengan sekolah agama, lambat laun sesuai dengan perjalan peradaban bangsa
mengalami perubahan dalam meteri pelajaran yang diberikan kepada anak peserta
didiknya, madrasah dalam kegiatan pembelajarannya mulai menambah dengan mata
pelajaran umum yang tidak melepaskan diri dari makna asalnya yang sesuai dengan
ikatan budayanya, yakni budaya Islam.
Pada
dasarnya madrasah dengan pondok pesantren tidak jauh berbeda, masing-masing
mempunyai model dan tujuan yang sama dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Dalam catatan sejarah madrasah lahir dari lingkungan pondok
pesantren, atau dengan kata lain madrasah adalah perluasan dan pengembangan
pendidikan dari pondok pesantren yang mempunyai misi untuk mencerdaskan anak
bangsa yang pada saat itu belum ada keinginan untuk tinggal atau menginap di
pondok dalam proses belajarnya
Madrasah sebagai upaya penyempurnaan terhadap
sistem pendidikan di pondok pesantren kearah suatu sistem pendidikan yang lebih
memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah yang
umum. Maka tak heran belakangan banyak bermunculan madrasah dilingkungan pondok
pesantren. Berdirinya madrasah pada lingkungan pondok pesantren ini awal
mulanya adalah untuk menampung keinginan dari para santri yang tidak hanya
ingin mengaji semata namun juga ingin sekolah pada lembaga pendidikan formal
yang kemudian pada akhirnya mendapatkan ijazah. Setidaknya hal ini dapat
dilihat dari beberapa wilayah di pulau jawa, madura, sumatera dan kalimantan
yang banyak sekali bermunculan madrasah pada lingkungan pondok pesantren.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah yang telah disajikan di atas, dapat kita simpulkan bahwa
dalam komponen pendidikan harus memenuhi kriteria agar
tercapainya suatu pendidikan yang bermutu baik dari pendidik, peserta didik,
kompetensi dan lembaga. Salah satu komponen tersebut adalah pendidikan yang berperan
penuh dalam rangka melaksanakan tugas sebagai
pewaris para nabi (waratsatul Anbiya’), para pendidik hendaklah berfungsi
sebagai spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan konsumsi jiwa dengan
ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk juga bertolak pada amar ma’ruf dan nahi
munkar dalam artian menjadikan prinsip tauhid sebagai pusat penyebaran misi
iman, islam dan ihsan, dan kekuatan rohani
pokok yang dikembangkan oleh pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1987. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang.
Muhammad, Abu Hamid al-Ghazali. 1979. ihya ‘ulum al-Din, terj. Ismail
ya’qub. Semarang:
Faizan.
Roestiyah NK. 1982. Masalah-masalah
Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara.